in ,

C20: Pembentukan Badan Pajak Khusus di Bawah PBB

C20: Pembentukan Badan Pajak Khusus
FOTO: IST

C20 Usul Pembentukan Badan Pajak Khusus di Bawah PBB

Pajak.com, Jakarta – Civil 20 (C20), wadah organisasi masyarakat sipil negara-negara G20 mengusulkan kepada seluruh negara G20 untuk mendorong pembentukan United Nations (UN) tax convention dan pendirian badan pajak internasional khusus (UN Tax Body). Badan pajak internasional khusus itu diusulkan dapat di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). C20 berpandangan, hal itu diperlukan sebagai wadah untuk membahas reformasi sistem perpajakan global.

“Inisiatif G20/OECD (Organization of Economic Co-operation and Development) masih belum mampu mengakomodasi tuntutan negara-negara berkembang dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, inklusif, dan demokratis,” tulis C-20 dalam Policy Pack 2022, dikutip Pajak.com (10/10).

Seperti diketahui, Proposal Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang diusung G20/OECD memberikan hak pemajakan yang lebih besar kepada negara berkembang. Kedua pilar itu melahirkan inisiatif multilateral untuk mengatasi masalah penghindaran pajak dan ketidakadilan.

Baca Juga  Bea Cukai: Pengajuan Keberatan Bisa Diajukan secara “On-line”

Kendati demikian, C20 menilai, pemberlakuan Pilar 1 dan Pilar 2 justru dibatasi akibat beragam threshold dalam kedua pilar itu. Akibatnya, potensi tambahan penerimaan pajak bagi negara berkembang dari Pilar 1 dan Pilar 2 dinilai masih rendah.

International Monetary Fund (IMF) dalam laporan bertajuk Fiscal Monitor April 2022 menyebutkan, Pilar 1 diperkirakan hanya akan berlaku atas kurang lebih 140 perusahaan multinasional dan hanya menghasilkan basis pajak baru sebesar 2 persen dari laba global.

“Penerimaan perusahaan pada negara-negara investment hub akan direalokasikan ke negara lain. Pilar 1 menghasilkan tambahan penerimaan masing-masing sebesar 0,7 persen dan 0,9 persen bagi negara berpenghasilan rendah dan negara maju,” tulis IMF.

Hal senada juga diakui oleh Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama. Ia menilai, Pilar 1 belum akan mampu menghasilkan tambahan penerimaan yang signifikan, khususnya bagi negara berkembang.

“Memang betul potensinya tidak sangat besar sekali, tetapi kita punya hak pemajakan di dalamnya. Negara-negara Inclusive Framework, termasuk Indonesia, akan memiliki kesempatan untuk mengevaluasi Pilar 1 yang telah diimplementasikan. Masih ada kesempatan untuk dapat memperluas cakupan Pilar 1, sehingga nanti tidak hanya 100 perusahaan saja, akan lebih banyak perusahaan yang memang ada hak pemajakannya, bisa kami hitung,” ujar Mekar dalam acara KTT G20: Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia.

Selain itu, beragam inisiatif dari OECD lainnya, seperti Automatic Exchange of information (AEoI), juga dinilai C20 masih belum sepenuhnya inklusif dan optimal. Hanya ada 46 negara yang mendapatkan manfaat dari kerja sama pertukaran data perpajakan antaryurisdiksi melalui AEoI.

Baca Juga  Kriteria dan Prosedur Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan Badan 

Dengan demikian, menurut C20, supaya kepentingan negara berkembang terakomodasi secara penuh, inisiatif-inisiatif perpajakan internasional seharusnya dibahas secara lebih demokratis dan inklusif melalui badan yang berada di bawah naungan PBB, bukan G20/OECD. Artinya, agenda-agenda perpajakan internasional, seperti pengarusutamaan gender dalam kebijakan pajak dan perancangan kerangka perpajakan global untuk mengatasi krisis iklim harus dibahas dan diadopsi melalui mekanisme PBB, bukan melalui Inclusive Framework yang diinisiasi oleh G20/OECD.

Sebelumnya, Sekjen PBB Antonio Guterres menilai, UN Tax Convention memang diperlukan untuk memfasilitasi kerja perpajakan antaryurisdiksi. Suatu badan khusus perlu didirikan guna menyelesaikan masalah pengelakan pajak dan aliran dana gelap yang menggerogoti potensi pajak bagi negara berkembang.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

“Diperlukan kepemimpinan politik guna menciptakan sistem hukum, norma, dan standar yang berlaku secara universal serta konsisten dengan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB,” kata Antonio dalam laporan bertajuk International Coordination and Cooperation to Combat Illicit Financial Flows.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *