in ,

Daya Tarik Insentif Pajak, Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik?

Ekosistem Kendaraan Listrik
FOTO: TaxPrime

Daya Tarik Insentif Pajak, Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik?

Pajak.com, Jakarta – Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Plus Three (APT) ke-26, sebagai bagian dari Rangkaian KTT ke-43 ASEAN, Indonesia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, dan Republik Korea Selatan (RoK) menyepakati penguatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di kawasan. Kesepakatan ini seirama dengan komitmen Indonesia yang juga tengah intensif membangun ekosistem kendaraan listrik melalui pemberian insentif pajak. Apa saja insentif pajak yang telah diberikan oleh Pemerintah Indonesia? Dan, apakah insentif pajak mampu menjadi daya tarik dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia? Partner at TaxPrime Aries Prasetyo akan menguraikan hipotesisnya.

“Saya optimistis insentif pajak kendaraan listrik memiliki potensi yang efektif dalam mengerek investasi dan mendorong transformasi dari kendaraan berbasis energi fosil ke kendaraan berbasis listrik. Karena insentif pajak ini dapat memberikan dorongan yang signifikan bagi konsumen, produsen, dan industri terkait untuk berpartisipasi dalam adopsi kendaraan listrik. Insentif, seperti keringanan pajak, subsidi, atau diskon pada biaya pembelian dapat merangsang konsumen untuk memilih kendaraan listrik daripada kendaraan konvensional,” ungkap Aries kepada Pajak.com, di Kantor TaxPrime, Graha TTH, Jakarta, (27/9).

Ia pun menyebutkan, insentif yang diberikan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP), meliputi besaran insentif untuk kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai roda empat tertentu dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum 40 persen diberikan insentif 10 persen dari harga jual. Kemudian, KBL berbasis baterai bus tertentu dengan nilai TKDN minimum 40 persen diberikan insentif 10 persen dari harga jual. Selanjutnya, KBL berbasis baterai bus tertentu dengan nilai TKDN minimum sebesar 20 persen hingga kurang dari 40 persen diberikan insentif 5 persen dari harga jual. PPN DTP itu diberikan untuk Masa Pajak April 2023 sampai dengan Masa Pajak Desember 2023.

Adapun kriteria jenis kendaraan yang mendapatkan insentif tersebut, yaitu kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle)—kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar. Kendaraan terdiri dari KBL berbasis baterai roda empat tertentu atau KBL berbasis baterai berupa mobil yang dirancang untuk pengangkutan orang. Adapun KBL berbasis baterai bus tertentu adalah KBL berbasis baterai untuk pengangkutan 10 orang atau lebih, termasuk pengemudi dengan jumlah roda lebih dari empat.

Baca Juga  Kriteria Wajib Pajak yang Harus Membuat Dokumentasi Penerapan PKKU

Apa tujuan insentif pajak kendaraan listrik?

Aries memetakan beberapa tujuan pemberian insentif pajak untuk membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Pertama, insentif pajak diproyeksi mampu mendorong percepatan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik karena minat beli masyarakat atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai akan semakin tinggi.

“Urgensi dari memberikan insentif kendaraan listrik dapat dilihat dari gairah masyarakat Indonesia untuk beralih ke kendaraan listrik masih sangat rendah. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Cina, penjualan kendaraan listrik melonjak tinggi. Sementara, daya saing kendaraan listrik di pasar domestik di Indonesia rendah akibat mahalnya harga mobil listrik. Oleh sebab itu, sangat penting pemerintah memberikan kebijakan insentif kendaraan listrik, sehingga harganya bisa menjadi lebih kompetitif bila dibandingkan dengan kendaraan konvensional,” jelas Aries.

Secara simultan, pemerintah juga baru saja resmi memperluas dan mempermudah syarat penerima program bantuan stimulus fiskal berupa subsidi Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik baru berbasis baterai. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Permenperin Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua. Kini masyarakat dapat memanfaatkan subsidi Rp 7 juta untuk satu kali pembelian motor listrik dengan hanya melampirkan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sama.

Sebelumnya, program subsidi Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik terbatas untuk empat kategori masyarakat, yakni individu yang terdaftar sebagai penerima manfaat Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, dan penerima subsidi listrik sampai dengan 900 volt–ampere (VA).

“Potensi masyarakat untuk membeli kendaraan listrik berbasis baterai, dengan adanya insentif dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, utamanya besaran dukungan, kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah. Secara umum, insentif memiliki potensi untuk secara signifikan meningkatkan minat dan penjualan kendaraan listrik,” ujar Aries.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Kedua, pengurangan emisi gas rumah kaca. Seperti diketahui, kendaraan bertenaga listrik akan lebih ramah lingkungan daripada kendaraan berbahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dan polusi udara.

Kendaraan berbahan bakar fosil adalah penyumbang utama polusi udara yang saat ini tengah melanda beberapa wilayah di Jabodetabek. Artinya, mengganti kendaraan berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik dapat membantu meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Pemerintah ingin mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik sebagai bagian dari transisi menuju mobilitas berkelanjutan,” tambah Aries.

Ketiga, reputasi internasional dan peran model. Menurut analisisnya, Pemerintah Indonesia dapat menggunakan insentif kendaraan listrik sebagai alat diplomasi lingkungan.

“Komitmen Indonesia memberikan insentif pajak bisa meningkatkan citra dimata internasional dan memainkan peran sebagai contoh dalam mengadopsi teknologi ramah lingkungan. Dengan begitu, investor akan semakin percaya untuk menanamkan modalnya ke Indonesia, utamanya mengembangkan teknologi-teknologi baru terbarukan lainnya,” ujar Aries.

Ia pun mengingatkan, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 dan menuangkan Aksi Ketahanan Iklim pada dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Dalam UU dan dokumen tersebut Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Komitmen Indonesia pun diperkuat pada Conference of Parties (COP-26) di Glasgow dengan menetapkan target pencapaian net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah dimana tren global saat ini yang mengarah ke mobil listrik, dunia sedang gencar mengampanyekan transisi energi guna menekan emisi karbon. Negara-negara maju mulai beralih dari energi tinggi karbon menuju energi bersih. Mereka mulai meninggalkan kendaraan berbasis fosil menuju kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Kalau Indonesia beralih juga ke kendaraan listrik, citra Indonesia juga akan setara dengan negara-negara lain,” kata Aries.

Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan

Keempat, mendorong usaha dan investasi dalam negeri. Ia optimistis, insentif kendaraan listrik memberikan daya magnet yang kuat bagi perusahaan otomotif untuk berinvestasi dalam pengembangan, produksi, dan pemasaran kendaraan listrik.

Apa saja stimulus perpajakan ekosistem kendaraan listrik?

Aries mengungkapkan, pemerintah juga memberikan beragam stimulus perpajakan untuk kian memperkuat magnet pengembangan ekosistem bisnis kendaraan listrik, meliputi tax holiday hingga 20 tahun sesuai dengan nilai investasinya untuk industri kendaraan bermotor, besi baja dan turunannya, termasuk smelter nikel, dan produksi baterai; super tax deduction hingga 300 persen untuk biaya penelitian dan pengembangan industri listrik baterai; PPN dibebaskan atas barang tambang, termasuk bijih nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai; PPN yang dibebaskan atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor; Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil listrik dalam negeri, termasuk program Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dengan tarif 0 persen dibandingkan kendaraan lainnya 5 persen – 15 persen; bea masuk most favoured nation (MFB) impor untuk mobil incompletely knocked down (IKD) sebesar 0 persen dan bea masuk impor completely knock down (CKD) 0 persen.

Rencananya pemerintah juga akan memberikan insentif pajak impor Completely Build Up (CBU) mobil listrik. PPN impor dari 50 persen menjadi 0 persen ini didambakan semakin menarik investor kendaraan listrik dunia ke Indonesia. Salah satunya, perusahaan kendaraan listrik terbesar asal Republik Rakyat Tiongkok (RTT), BYD.

“Semoga juga dapat membantu perusahaan otomotif Indonesia memosisikan diri di tengah perubahan tren industri otomotif yang menuju mobilitas berkelanjutan,” ujar Aries.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *