in ,

Mengkritisi Upaya Dongkrak PAD Lewat Kenaikan Pajak Parkir

Kenaikan Pajak Parkir
FOTO: IST

Mengkritisi Upaya Dongkrak PAD Lewat Kenaikan Pajak Parkir

Pajak.com, Jakarta – Senior Advisor TaxPrime Machfud Sidik terang-terangan mengaku tak sepakat dengan langkah pemerintah daerah (pemda) yang sudah ancang-ancang menaikkan pajak parkir pasca-pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Adapun, semua ketentuan pajak daerah dan retribusi yang termuat dalam UU HKPD sudah secara otomatis berlaku sejak 5 Januari 2024 lalu.

Machfud Sidik punya banyak alasan menolak kenaikan pajak parkir kendati hal itu diyakini dapat dongkrak pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya, apapun alasan pemda menaikkan pajak parkir tidak bisa diterima begitu saja. Ia menegaskan, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) termasuk obyek parkir mentok di angka 10 persen saja.

“Oh, tidak bisa. PBJT obyek parkir itu 10 persen,” kata Machfud Sidik kepada Pajak.com dalam sebuah wawancara di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta, (22/2).

Diketahui, Pemda Provinsi Jakarta berencana  menaikkan PBJT obyek parkir tak tanggung-tanggung, merencanakan kenaikan pajak parkir hingga 25 persen melalui RUU Daerah Khusus Jakarta. Kenaikan pajak parkir itu rencananya direalisasikan setelah Jakarta tak lagi berstatus sebagai ibu kota negara.

Menurut Machfud, kenaikan pajak parkir boleh saja dilakukan asal tidak diimplementasikan secara serampangan dengan dalih optimalisasi PAD. Kenaikan pajak parkir mesti sejalan dengan perbaikan infrastruktur dan pelayanan publik, dalam hal ini pelayanan transportasi umum.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

Apabila layanan transportasi umum sudah mumpuni, maka pemda boleh mematok tarif pajak lebih tinggi, sebab masyarakat tak punya alasan lagi untuk menggunakan kendaraan pribadi. Namun pada kenyataannya, layanan transportasi umum di daerah saat ini masih kurang memadai. Bahkan, di Jakarta saja masih ditemukan beberapa kawasan kekurangan jaringan sistem transportasi umum yang murah seperti Transjakarta, LRT, dan MRT.

“Ketika transportasi publik sudah bagus, tidak ada alasan orang pribadi untuk menggunakan kendaraan pribadi. Untuk itu, dia harus membayar biaya parkir yang mahal,” tuturnya.

Sistem pelayanan transportasi publik yang belum baik, lanjut dia, juga berimbas pada hal lain, salah satunya ialah masalah kemacetan akut di kota-kota besar di Indonesia seperti di Kota Jakarta. Ketika masyarakat memilih transportasi massal, maka masalah kemacetan akan terselesaikan dengan sendirinya.

“Kalau pakai kendaraan umum kemacetan berkurang,” ujarnya.

Menurut Machfud, upaya optimalisasi PAD tidak semata-mata hanya lewat pajak parkir dengan membawa embel-embel RUU Daerah Khusus Jakarta. Akan tetapi, pembenahan mesti dilakukan di berbagai sektor seperti upaya mengurai hambatan pelaksanaan desentralisasi fiskal dari aspek pemberian taxing power kepada daerah yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 2001 silam. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kolaborasi yang lebih baik guna mencari solusi agar implementasi desentralisasi fiskal dari aspek pemberin taxing power kepada daerah bisa berjalan lebih optimal.

Baca Juga  DJP: e-SPT Tidak Bisa Digunakan untuk Lapor SPT Badan

Tidak hanya itu, Machfud mengatakan upaya pembenahan perpajakan daerah perlu kolaborasi berbagai pihak. Hal tersebut penting dilakukan karena desentralisasi fiskal bukan semata-mata urusan pemerintah pusat dan daerah saja, tetapi pemangku kepentingan secara keseluruhan. Dengan demikian, para ahli dan pakar perpajakan serta para akademisi juga mesti dilibatkan karena pendapat dan masukan mereka sangat penting.

“Dialog, diskusi, dan riset. Peranan akademisi itu sangat penting untuk bisa mengoptimalkan implementasi desentralisasi fiskal yang lebih baik,” ujarnya.

Menurut Machfud, hambatan penguatan taxing power kepada daerah dikarenakan kompleksitas desain UU HKPD dalam mencari bentuk ideal antara koreksi vertical imbalance dengan horizontal imbalance termasuk desain optimalisasi perpajakan baik pusat dan daerah untuk mencapai tax ratio yang tinggi dengan memitigasi distorsi terhadap perekonomian. Padahal, salah satu tujuan desentralisasi adalah memberikan kewenangan kepada pemda dalam pelayanan publik yang pada umumnya bersifat lokal dengan dukungan taxing power yang memadai. Selain itu, ketidakseimbangan horizontal antar daerah juga menjadi tantangan lain untuk mengoptimalkan penggalian sumber-sumber PAD.

Selain pembenahan sistem PAD, Machfud mengatakan pemerintah juga masih punya pekerjaan rumah lain yang wajib dituntaskan jika ingin PAD optimal. Menurutnya, ini adalah salah satu tantangan terbesar, sebab tugas-tugas ini meliputi pemutakhiran basis data sumber pajak daerah, penguatan kelembagaan, proses bisnis pengeloaan PAD, sumber daya manusia (SDM), administrasi PAD berbasis IT, dan yang tak kalah penting adalah penyadaran terhadap aparat daerah yang tersandera oleh kepentingan politik kepala daerah dan DPRD.

Baca Juga  KP2KP dan BAZNAS Edukasi Syarat Zakat sebagai Pengurang Pajak

Jadi, Machfud menekankan sekali lagi bahwa upaya optimalisasi PAD tidak hanya tergantung pada pajak parkir dengan membawa embel-embel RUU Daerah Khusus Jakarta. Ia kembali mengingatkan bahwa masih ada sumber pajak lain yang bisa dioptimalkan oleh pemda, khususnya Jakarta terutama PKB, BBN-KB, PBB-P2, BPHTB, PBB-KB, PBJT Jasa  Perhotelan dan Restoran (makanan dan minuman) dantenaga listrik.

Menurut pandangan Machfud, peluang optimalisasi PAD masih terbuka lebar asal pemda sungguh-sungguh melakukan pembenahan pada sektor-sektor yang bermasalah. Transformasi kelembagaan harus dilaksanakan antara lain pembenahan sistem birokrasi yang tumpang tindih antar sektor dan organisasi pemerintahan daerah.

“Besar potensinya, dan potensi yang besar itu belum tergali semuanya. Nah, ke depannya adalah memperluas keikutsertaan stakeholder, memperkuat tata kelola, dan menegakkan transparansi dan akuntabilitas,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *