in ,

“Core Tax” Perkuat Sistem Administrasi dan Kebijakan Perpajakan

“Core Tax” Perkuat Sistem Administrasi dan Kebijakan Perpajakan
FOTO: Tiga Dimensi

“Core Tax” Perkuat Sistem Administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menargetkan penerapan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax yang diharapkan mulai diimplementasikan awal tahun 2024. Senior Advisor TaxPrime Machfud Sidik menilai penerapan core tax tidak hanya sebatas demi mengejar target penerimaan, melainkan yang lebih penting adalah meningkatkan kepatuhan sukarela dalam perkuat arsitektur sistem administrasi perpajakan dan kebijakan perpajakan untuk mendukung tercapainya pelayanan publik yang lebih baik, pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang kondusif, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Machfud mengutip, berdasarkan penjelasan resmi DJP, core tax merupakan proyek rancang ulang proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis Commercial Off-the-Shelf (COTS) disertai dengan pembenahan basis data perpajakan, sehingga sistem perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti.

“Dikatakan bahwa DJP pada tahun 2024 akan menargetkan penerimaan perpajakan pada kisaran rasio pajak sebesar 9,92-10,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau pada kisaran Rp 2.300 triliun – Rp 2.350 triliun karena  sudah punya PSIAP. Namun, pemerintah harus mengantisipasi terkait pemulihan ekonomi yang belum merata pada semua sektor setelah pandemi COVID-19, walaupun sudah melakukan tax reform di bidang administrasi. Mana sektor yang sudah bisa dipajaki secara normal kembali, mana sektor-sektor yang masih perlu stimulus. Kemudian, yang dilakukan oleh core tax intinya itu adalah tax administration reform. Karena kebijakan perpajakan itu ada dua, policy and administration. Disini saya bisa katakan, persentasenya itu 80 persen di tax administration,” ungkap Dirjen Pajak periode 2000-2001 ini kepada Pajak.comdi Ruang Rapat Kantor TaxPrime, Mega Kuningan, (20/7).

Machfud menekankan, core tax perlu berperan secara fundamental dalam meminimalkan distorsi pengenaan pajak agar bisnis tidak collapse. DJP perlu melakukan segmentasi pengawasan terhadap sektor yang perlu dioptimalkan sesuai  potensinya, sektor mana yang perlu diberikan insentif, terlebih usai dilanda pandemi COVID-19. Pada muaranya, core tax diharapkan menjadi tools efektif  dalam menggali sumber-sumber penerimaan perpajakan yang optimal.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Patuh dan Berkontribusi Besar Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

“Maka, perlu saya sampaikan, harus di lihat dari sisi mana, sektor mana yang harus dipajaki, sektor mana yang masih perlu diberikan stimulus bahkan pengecualian dan sebagainya. Semua harus berdasarkan data yang sudah dimiliki oleh DJP, sehingga setiap kebijakan penggalian sumber-sumber penerimaan perpajakan dilandasi oleh research based dan data driven. Setelah itu, enforcement menjadi fungsi penting dalam kesatuan administrasi pajak yang modern. Apabila tidak ada enforcement, voluntary compliance enggak meningkat dan pada gilirannya tax ratio stagnant, dan tax gap-nya tidak menurun. Saat ini tax gap berada pada kisaran 30-40 persen, tergolong tinggi dibanding dengan berbagai negara terutama negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).” ujarnya,

Dalam penerapan core tax, Machfud berpandangan, penting bagi pemerintah untuk memastikan kemapanan big data. Pasalnya, DJP diharapkan memiliki data yang lengkap, akurat dan komprehensif, baik data yang sudah ada di DJP, maupun dari instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kepolisian, Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Pemerintah Daerah, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, pasar modal, Exchange of Information (EOI) dan lain sebagainya. DJP perlu memastikan big data sebagai salah satu instrumen utama dalam menggali sumber-sumber penerimaan perpajakan dan didukung oleh kekuatan information and technology (IT) system termasuk untuk memerangi ancaman keamanan cyber (combat cyber security threats).

“Tentunya, yang tidak terlalu mudah adalah tahapan untuk modernisasi administrasi perpajakan secara berkelanjutan, salah satunya adalah migrasi data dari sistem lama ke dalam sistem yang baru. Perlu diupayakan pelayanan tetap berjalan dan memitigasi bahwa tidak ada data yang hilang. Artinya, bagaimana memigrasikan data yang sudah ada, itu aspek teknis. Sebab, bagi Wajib Pajak ketika core tax diterapkan tahun 2024, dan bisa saja ada kendala teknis, service-nya harus tetap berjalan. Dari sisi Wajib Pajak, mereka tidak peduli ada proses teknokratis yang sedang berjalan di lingkungan DJP,  they don’t care about how DGT cook the food,  they want the food should be available. Misalnya, karena sistem yang baru belum in place, sistem yang lama sudah tidak lagi dimanfaatkan, sudah di retired. Maka, ini catatan saya, harus ada paralel sistem lama dan sistem yang baru agar berjalan berbarengan terlebih dahulu. Ketika sudah yakin bahwa sistem baru in place, maka sistem yang lama bisa di retired” jelas Machfud.

Baca Juga  DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak Kripto

Ia juga memberi masukan kepada DJP untuk melakukan training seluruh pegawai pada tingkat Kantor Wilayah (kanwil) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP), agar tertanam sense of belonging untuk menerapkan core tax, baik secara teknis maupun filosofis. Demikian pula diseminasi dan penyuluhan kepada Wajib Pajak harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

“Saya punya keyakinan, bahwa saat ini (training core tax) masih dapat dioptimalkan pada jajaran sumber daya manusia DJP sampai paling bawah. Kita perlu memberi kesempatan kepada teman-teman DJP untuk melakukan persiapan dan memberi keyakinan pada seluruh pegawai—Jangan hanya disuruh melaksanakan aspek mekanikal saja, namun perlu dijelaskan  filosofinya, ‘mengapa mereka harus menjalankan core tax—sistem yang  dinilai lebih canggih, dalam artian sistem yang baru akan meningkatkan secara drastis dalam membantu Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Core tax juga diharapkan lebih mampu untuk merespons keluhan yang diajukan oleh Wajib Pajak dengan cepat. Termasuk di dalamnya core tax akan lebih mampu dalam  penegakan hukum terhadap Wajib Pajak yang nakal.” ujar Machfud.

Secara simultan, keberhasilan implementasi core tax sebagai upaya untuk meningkatkan rasio pajak maupun penerimaan perpajakan juga penting mendapat dukungan secara politis, terutama dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kementerian/lembaga (K/L) lainnya.

“Saya yakin teman-teman di DJP bekerja mati-matian untuk menyosialisasikan pentingnya pajak dan harus kita akui pajak itu penopang penerimaan negara. Tapi bagi rakyat bukan itu, melainkan apa yang dilakukan pemerintah. Apa itu? service delivery, apa yang dilakukan pemerintah terhadap keamanan, perform pada lingkungan pemukiman yang sehat, sarana kesehatan, pendidikan (sekolah dasar hingga perguruan tinggi) yang terjangkau, infrastruktur yang memadai, serta bagaimana rakyat lebih sejahtera. Jadi, pajak itu adalah fungsi dari permintaan masyarakat terhadap pelayanan. Ketika layanan pemerintah sudah baik in all aspects, naif kalau masyarakat tidak melakukan kewajiban kepada negara,” ujar Machfud.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim III Gandeng Pajak.com, Gemakan Edukasi Pajak Melalui Tulisan

Secara keseluruhan, ia mengapresiasi rencana pemerintah yang kuat untuk mengimplementasikan core tax, utamanya demi meningkatkan kepatuhan yang tecermin dari rasio pajak. Seperti diketahui, rasio pajak Indonesia saat ini masih bertengger di level 10,41 persen terhadap PDB atau paling rendah dibandingkan negara ASEAN dan G20.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan DJP akan mengimplementasikan core tax pada tahun 2024, itu sebagai bagian dari reform sistem informasi teknologi kita yang relatif ketinggalan. Dari sisi Wajib Pajak atau konsultan pajak, diharapkan tidak ada lagi misalnya yang antre setiap tanggal 15 menyampaikan SPT Masa, sehingga pada saatnya taxpayer will easy to fullfil their obligations. Namun, secara lebih filosofis melalui core tax yang pada gilirannya pemerintah mampu menggali penerimaan pajak secara optimal, dilain pihak diharapkan belanja negara dan daerah lebih mampu mendorong peningkatan pertumbuhan dan pelayanan publik kepada masyarakat makin lebih baik dan berkeadilan, sehingga bisnis berjalan dengan baik, iklim investasi menjadi lebih kondusif. Ekosistem dan hubungan antara penggalian penerimaan perpajakan dan pelayanan publik merupakan satu kesatuan yang harus saling mendukung,” ujar Machfud.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *