in ,

Ini Konsekuensi Bila Utang Pajak Tidak Dilunasi

Konsekuensi Bila Utang Pajak Tidak Dilunasi
FOTO: IST

Ini Konsekuensi Bila Utang Pajak Tidak Dilunasi

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan Wajib Pajak konsekuensi bila utang pajak tidak dilunasi. DJP memiliki wewenang untuk melakukan penagihan aktif, penyanderaan, hingga penyitaan bila utang pajak tidak kunjung dilunasi. Kendati demikian, DJP memastikan tindakan itu akan dilakukan sesuai dengan tahapan dan aturan yang berlaku.

“Bentuk penagihan aktif ini adalah upaya penegakan hukum pajak dan merupakan pemberlakuan prinsip keadilan dalam pembayaran pajak. Segera lunasi utang pajak Anda sebelum jatuh tempo agar terhindar dari penagihan aktif oleh Direktorat Jenderal Pajak,” tulis DJP dalam akun Instagramnya @ditjenpajakri, dikutip Pajak.com (9/8).

Apa itu utang pajak?

DJP menjelaskan, secara umum utang pajak atau disebut juga tunggakan pajak muncul ketika ada tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.

Bagaimana proses penagihan yang dilakukan DJP bila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak?

  1. DJP atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengirimkan dasar penagihan.

    Dasar penagihan terbesut terdiri dari Surat Tagihan Pajak (STP); Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPKBT); Surat Keputusan Pembetulan; Surat Keputusan Keberatan, dan/atau putusan banding, putusan peninjauan kembali yang tidak disengketakan.

  2. Jatuh tempo dasar penagihan adalah satu bulan sejak diterbitkannya STP

    Apabila dalam jangka waktu itu Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan angsuran/penundaan dan/atau tidak melunasi hingga jatuh tempo, maka setelah lewat waktu tujuh hari sejak jatuh tempo, KPP akan mengeluarkan surat teguran.

  3. Apabila setelah waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran oleh juru sita, akan dikeluarkan Surat Paksa.

    Hal ini dilakukan apabila Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya.

  4. Di dalam masa 21 hari sejak dikeluarkan Surat Teguran dan Wajib Pajak juga belum melunasi utangnya, juru sita dapat melakukan pengumuman di media masa, pemblokiran, pencegahan, dan penyanderaan kepada Wajib Pajak.

    “Jika Anda (Wajib Pajak) mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak, dapat dilakukan pencegahan dan penyanderaan,” jelas DJP.

  5. Adapun jangka waktu penyanderaan enam bulan, bahkan dapat diperpanjang maksimal enam bulan.

    Namun, ingat, penyanderaan tidak menghapus utang pajak dan penagihan tetap dilaksanakan.

  6. Apabila sampai batas waktu Surat Paksa penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, maka setelah lewat 2×24 jam, KPP akan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

    Surat Pencabutan Sita diterbitkan oleh juru sita apabila penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan atau berdasarkan keputusan pengadilan.

  7. Setelah melewati waktu 14 hari sejak tanggal penyitaan, namun Wajib Pajak juga belum melunasi utang pajak dan biaya penagihannya, maka pejabat KPP akan melakukan pengumuman lelang.

    Pelaksanaan lelang dilaksanakan setelah lewat waktu 14 hari sejak pengumuman lelang, jika Wajib Pajak tidak kunjung membayar utang dan biaya penagihannya.

Baca Juga  Persiapan Implementasi Pajak Minimum Global, DJP dan OECD Korea Policy Centre Gelar Lokakarya  

Contoh kasus, belum lama ini sebanyak 12 KPP di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Tengah II melakukan penyitaan serentak terhadap aset milik 30 Wajib Pajak. Tercatat ada 32 aset yang disita dengan nilai total ditaksir mencapai Rp 4,1 miliar. Sedangkan nilai utang pajak dari 30 Wajib Pajak adalah sekitar Rp 8,9 miliar.

Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II Slamet Sutantyo menegaskan, kegiatan ini merupakan bentuk penegakan hukum dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah II atas utang pajak yang tidak kunjung dilunasi. Ia memastikan, KPP telah melakukan tahapan berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum melakukan penyitaan.

“Penegakan hukum di bidang perpajakan yang bertujuan untuk memberikan detterent effect dan juga edukasi kepada Wajib Pajak tentang hak DJP untuk melakukan penyitaan kepada para penunggak pajak,” jelas Slamet.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *