Presiden Minta APBN 2023 Tahan Guncangan Global
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, Presiden Joko Widodo meminta agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 mampu bertahan di tengah guncangan perekonomian global dan gejolak ketidakpastian.
Apalagi, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi dunia akan terus mengalami pelemahan, utamanya karena kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina. Pada 2022, IMF sudah menurunkan proyeksi ekonomi dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
“Tahun depan akan lebih lemah lagi dari 3,6 ke 2,9 persen dari sisi pertumbuhan ekonomi global. Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Maka, APBN 2023 harus bisa mengantisipasi inflasi, dijaga agar tetap kredibel, berkelanjutan, dan sehat. Ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber,” kata Sri Mulyani dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP) tentang Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2023, dikutip Pajak.com (9/8).
Secara simultan, pemerintah juga akan terus mewaspadai proyeksi IMF mengenai kenaikan inflasi global hingga 6,6 persen di negara maju dan 9,5 persen di negara berkembang. Kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju memicu pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas. Hal itu juga koheren memacu capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan.
“Inilah yang harus kita terus kelola di dalam negeri. Kami bersama Pak Gubernur Bank Indonesia, Pak Perry di dalam terus meramu kebijakan fiskal dan moneter secara fleksibel, namun juga pada saat yang sama efektif dan kredibel. Karena ini adalah suatu persoalan yang kombinasi dari baik kebijakan fiskal maupun moneter bekerja sama dengan kebijakan struktural,” ungkap Sri Mulyani.
Ia memastikan, kondisi perekonomian Indonesia masih tetap terjaga. Terbukti, realisasi APBN semester I-2022 masih positif, yakni tercatat surplus sebesar Rp 73,6 triliun.
Surplus ini didorong oleh pendapatan negara yang mencapai Rp1.317,2 triliun atau 58,1 persen dari target APBN Rp 1.846,1 triliun. Adapun pendapatan negara, disumbang oleh penerimaan pajak, bea dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berada dalam posisi yang sangat baik dan akan terus dipertahankan pada semester II-2022. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 yang mencapai 5,44 persen dan ini adalah pertumbuhan yang sangat impresif tinggi karena tahun lalu kuartal II itu pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu 7,1 persen. Jadi baseline-nya sudah tinggi tahun lalu. Kami awalnya memperkirakan 5,2 persen, ternyata realisasinya 5,44 persen,” ungkap Sri Mulyani.
Dengan demikian, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah seperti kinerja sebelum pandemi COVID-19, baik dilihat dari sisi level Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang 2021 atau semester I-2022.
“Defisit APBN juga masih relatif moderat (di semester I-2022). Namun, presiden menyampaikan bahwa pertumbuhan defisit APBN harus di bawah 3 persen dan dijaga dari sisi sustainabilitasnya. Oleh karena itu, kita akan melihat dari sisi belanja negara yang tetap akan mendukung berbagai prioritas-prioritas nasional,” ujar Sri Mulyani.
Ia menekankan, pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup kuat ini harus dijaga dari faktor-faktor pendukung domestik, seperti konsumsi, investasi, serta belanja pemerintah.
“Bapak Presiden Joko Widodo minta untuk tahun 2022 ini seluruh kementerian/lembaga fokus merealisasi belanja pemerintah dan terutama dipakai untuk membeli produk-produk yang memiliki kandungan lokal tinggi, dalam hal ini produk dalam negeri di program Bangga Buatan Indonesia,” ungkap Sri Mulyani.
Ia memerinci, belanja kementerian/lembaga dialokasikan mencapai Rp 933 triliun di tahun 2023 yang difokuskan kepada berbagai fokus program nasional, dari mulai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) serta listrik.
“Instruksi Bapak Presiden Joko Widodo sebelumnya adalah untuk menyelesaikan proyek. Jadi jangan sampai ada proyek baru yang kemudian tidak selesai pada akhir tahun atau tahun 2024. Di 2023 pemerintah tidak lagi memberikan alokasi khusus untuk pandemi, namun anggaran kesehatan yang reguler akan naik, dari Rp 133 triliun tahun ini naik ke Rp 168,4 triliun. Tahun depan untuk beberapa subsidi dari beberapa barang yang diatur pemerintah masih akan dicoba untuk distabilkan dan dengan konsekuensi subsidi yang meningkat,” jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan, Presiden Jokowi Widodo akan menyampaikan RAPBN 2023 dan Nota Keuangan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 16 Agustus 2022 mendatang.
Comments