in ,

Hingga 18 Oktober, 22 Juta NIK Tervalidasi Sebagai NPWP

22 Juta NIK Tervalidasi
FOTO: IST

Hingga 18 Oktober, 22 Juta NIK Tervalidasi Sebagai NPWP

Pajak.com, Depok – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan, hingga 18 Oktober 22 telah ada sebanyak 22 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tervalidasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara sekitar 30 juta NIK masih diperlukan konfirmasi, dan 15 juta NIK lainnya bisa dimutakhirkan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan, DJP saat ini sedang berproses melakukan pemadanan kependudukan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, sehingga NIK dapat terintegrasi NPWP secara penuh dengan format baru.

“Bisa saja nanti untuk Wajib Pajak yang lama ini, NIK-nya sudah berstatus dan valid. Kalau dia status datanya valid, maka sudah bisa langsung digunakan berfungsi sebagai NPWP. Dan untuk data yang belum valid, ini tentunya belum bisa digunakan sebagai NPWP,” kata Neilmaldrin yang hadir secara virtual di Seminar Nasional Perpajakan bertema “Integrasi NIK jadi NPWP, Apa Implikasinya Bagi Wajib Pajak UMKM?”, di Universitas Gunardarma, Depok, Jawa Barat, Kamis (20/10).

Untuk yang belum valid, Neilmaldrin menyebut Wajib Pajak perlu melakukan permintaan verifikasi kepada DJP baik melalui DJP Online, surat elektronik, dan saluran-saluran lainnya. Ia mengingatkan kepada Wajib Pajak untuk melakukan validasi mandiri, karena NPWP yang ada saat ini hanya berlaku sampai 31 Desember 2023, atau selama masa transisi.

Ia menyebut, beberapa layanan administrasi DJP telah dapat mengakomodasi NPWP dengan format baru alias menggunakan NIK, tetapi selebihnya masih menggunakan NPWP format lama. Hal ini lantaran masa transisi yang berlaku sejak 14 Juli 2022 sampai 31 Desember 2023.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

“Mulai per 1 Januari 2024, seluruh layanan administrasi perpajakan dan yang lainnya yang membutuhkan NPWP, totally nanti semua akan menggunakan NPWP dengan format baru,” ucapnya di acara yang diselenggarakan oleh Universitas Gunadarma, Tax Center Gunadarma, Hive Five, dan Majalah Pajak ini.

Neilmaldrin mengemukakan, integrasi yang diumumkan pada 14 Juli lalu ini merupakan upaya otoritas pajak untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak agar lebih efisien dan efektif. Di sisi lain, penggunaan NIK jadi NPWP akan semakin memudahkan Wajib Pajak di dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara baik dan benar.

“Ke depan, Wajib Pajak tidak perlu lagi memiliki atau menghafal dua nomor pajak sekaligus, tapi juga hanya dengan menggunakan nomor NIK yang mungkin lebih umum dan lebih masif digunakan oleh masyarakat,” imbuhnya.

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022 yang terbit pada 8 Juli lalu, terdapat tiga format yang mengatur integrasi NIK menjadi NPWP.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, NIK yang digunakan adalah yang biasa dipakai oleh warga negara Indonesia dan juga orang asing yang tinggal di negara Indonesia tapi telah berstatus sebagai penduduk. Sementara untuk Wajib Pajak Badan, instansi pemerintah, dan orang pribadi yang bukan penduduk akan menggunakan nomor khusus dengan 16 digit karena sebelumnya memang tidak memiliki NIK.

Baca Juga  15 Rencana Aksi BEPS Inclusive Framework Cegah Penghindaran Pajak

“Untuk NPWP cabang, kami juga akan memberikan satu nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU), yang tentunya nanti dia menginduk pada NPWP badannya,” imbuhnya.

Sementara untuk Wajib Pajak baru akan diaktivasikan NPWP seperti yang saat ini berlaku, alias tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit dan berlaku hingga 31 Desember 2023.

“Jadi seragam, tidak ada perbedaan bagi yang sudah memiliki NPWP akan berlaku NPWP-nya sebelum dia menggunakan NIK sampai dengan 31 Desember 2023,” sambung Neilmaldrin.

Sedangkan, untuk Wajib Pajak selain orang pribadi bakal diberikan NPWP langsung dengan format 16 digit. Sementara untuk Wajib Pajak Cabang yang baru mendaftar, akan diberikan NITKU dan tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit yang juga berlaku sampai 31 Desember 2023.

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak periode 2001–2006 Hadi Poernomo mengungkapkan, program integrasi NIK jadi NPWP bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam pengurusan administrasi perpajakan dan juga untuk mendorong implementasi satu data di Indonesia.

“Integrasi NIK dengan NPWP bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam memiliki NPWP, sebagaimana program-program DJP yang harus kita dukung dan sukseskan bersama,” tegasnya.

Ia pun mengemukakan bahwa integrasi ini dapat meningkatkan tax ratio dan penerimaan negara. Hal ini juga penting dilakukan lantaran kinerja DJP pada akhirnya diukur dari pencapaian penerimaan negara, serta tax ratio yang tinggi.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksus dan Politeknik Jakarta Internasional Teken Kerja Sama Inklusi Perpajakan

“Kita perlu melakukan telaah, evaluasi secara kritis dan objektif mengenai integrasi data dalam kerangka satu data Indonesia, serta hubungannya dengan peningkatan tax ratio dan penerimaan negara,” ucapnya.

Menurutnya, meningkatnya rasio pajak dan integrasi NIK sebagai NPWP ini telah dibuktikan pada zamannya saat ia memimpin sebagai Dirjen Pajak. kala itu, integrasi yang digagasnya ini disebut sebagai single identity number (SIN), berhasil meningkatkan rasio pajak hingga 12,71 persen—atau nomor tiga tertinggi se-ASEAN selama tiga tahun berturut-turut.

“Bagaimana membuat suatu tax ratio dan penerimaan negara naik? Kami sudah susun sejak 2001 dengan blueprint pajak 2001-2010 dengan goal terakhirnya adalah Indonesia Sejahtera. Indonesia Sejahtera itu hanya tiga hal intinya, penerimaan negara yang tinggi, korupsi kecil, kredit macet kecil. Mampukah SIN pajak mengatasi ini? Insya Allah mampu, karena negara lain juga begitu. Kami bersama-sama Australia menyusun ini,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *