Pajak.com, Bali – Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi pasar utama perdagangan karbon dunia. Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah untuk segera menyiapkan skema perdagangan karbon dalam negeri yang mampu memberikan manfaat bagi lingkungan dan perekonomian.
“Perdagangan karbon dalam negeri ini memiliki potensi yang besar untuk mencapai target penurunan emisi 29 persen pada tahun 2030 dan dalam jangka panjang menuju net zero emission (NZE) yang dituju paling lambat di tahun 2060,” ungkapnya pada acara Kickoff Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Jumat (19/11).
Ia menambahkan bahwa yang menjadi poin utama dalam mendukung langkah jangka panjang pemerintah melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan National Determined Contribution (NDC) Indonesia adalah road map (peta jalan) dari implementasi perdagangan karbon 2025.
“Pemberlakuan carbon pricing sesuai dengan amanat UU HPP disusun berdasarkan peta jalan pajak karbon (carbon tax) yang telah dibahas oleh Komisi XI DPR RI dan pemerintah serta telah disahkan menjadi UU,” tambahnya.
Dito menjelaskan, di dalam UU HPP mengatur pajak karbon yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan peta jalan yang akan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keterjangkauan yang memperhatikan iklim usaha dan masyarakat kecil.
Selain itu, lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi landasan untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional, dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional yang menjadi landasan hukum pelaksanaan mekanisme penilaian ekonomi terhadap emisi GRK.
“Melihat peluang yang ada baik dari sisi regulasi sampai implementasi bursa carbon trading agar dilaksanakan di Indonesia bukan di luar negeri. Apalagi saat ini Indonesia menjadi Presidensi G20, jadi kami memberikan dukungan secara penuh kepada pemerintah dan otoritas terkait untuk mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan agar bursa carbon trading ini dapat siap sesuai yang direncanakan oleh pemerintah,” jelasnya.
Tidak hanya itu saja, Dito menegaskan bahwa skema perdagangan karbon untuk mewujudkan bursa carbon trading domestik di Indonesia merupakan pekerjaan rumah bersama yang harus dilakukan oleh pemerintah.
“Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KemenLHK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku Self Regulatory Organization (SRO) perlu mempersiapkan regulatory framework implementasi bursa carbon trading dilaksanakan di Indonesia,” pungkasnya.
Comments