in ,

Di COP28, Jokowi Ungkap Langkah Indonesia Serap Karbon Bersih Kehutanan

COP28 Jokowi
Foto: Setkab RI 

Di COP28, Jokowi Ungkap Langkah Indonesia Serap Karbon Bersih Kehutanan

Pajak.com, Dubai – Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir dalam acara Presidency Session on Protecting Nature for Climate, Lives, and Livelihoods pada World Climate Action Summit (WCAS) Conference of the Parties 28 (COP28), di Al Waha Theatre, Expo City Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Dalam kesempatan ini Jokowi mengungkapkan langkah sistematis dan inovatif dalam mencapai net carbon sink atau penyerapan karbon bersih sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030.

Sebagai informasi, COP adalah rapat tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas isu iklim. Penyelenggaraan COP28 diharapkan dapat membantu menjaga upaya pembatasan kenaikan suhu global jangka panjang menjadi 1,5 celsius. Kesepakatan ini telah disetujui oleh hampir 200 negara di Paris pada tahun 2015, termasuk Indonesia.

“Indonesia memadukan pertimbangan ekonomi dan sosial serta kerja sama dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Sektor kehutanan dipilih karena 34 persen desa di Indonesia berada di perbatasan atau dalam hutan, dan jutaan masyarakat Indonesia bergantung dari sektor kehutanan,” tegas Jokowi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (4/12).

Ia memastikan, Indonesia telah melakukan segala upaya untuk mencapai target itu. Salah satunya, Indonesia telah menerapkan moratorium permanen pembukaan hutan yang mencakup sekitar 66 juta hektare hutan primer dan lahan gambut sejak tahun 2019.

“Kami juga telah merehabilitasi 3 juta hektare lahan terdegradasi dan 3 juta hektare lahan gambut. Sekarang hasilnya mulai terasa, tingkat deforestasi Indonesia berkurang 75 persen, terendah dalam 20 tahun terakhir. Tahun depan, kami targetkan rehabilitasi 600 ribu hektare lahan mangrove,” ungkap Jokowi.

Baca Juga  Asosiasi Ahli Emisi Karbon Indonesia Diluncurkan, Ciptakan Ekosistem Kemajuan Dekarbonisasi

Ia menekankan, hutan dan lahan harus menjadi bagian dari aksi iklim dengan sejumlah perspektif. Pentingnya mobilisasi dukungan negara berkembang dalam mengelola hutan dan lahan secara berkelanjutan juga menjadi fokus utama.

“Dukungan tersebut harus country-driven berdasar kebutuhan riil negara pemilik hutan. Kami apresiasi dukungan UEA membangun Mohamed bin Zayed International Mangrove Research Center di Indonesia.  Ini penting untuk membangun trust dan kolaborasi antara global north dan global south, serta dorong pembangunan berkelanjutan negara berkembang,” ujar Jokowi.

Ia pun mengajak para pemimpin negara lain untuk terus berkolaborasi dan menginisiasi kerja sama penyerapan karbon di sektor kehutanan. Jokowi menegaskan bahwa Indonesia terbuka untuk berbagi pengalaman dalam pengelolaan hutan dan lahan.

“Indonesia telah inisiasi kerja sama trilateral kehutanan, Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo. Dan kami juga siap untuk berbagi pengalaman dan knowledge dalam pengelolaan hutan dan lahan,” imbuhnya.

Di UEA, Jokowi juga menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau G77 dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam rangkaian WCAS COP28.

“COP28 merupakan salah satu wadah untuk memperkuat implementasi dalam melakukan aksi nyata dalam penanganan perubahan iklim, bukan ajang untuk pertunjukan ambisi. Prinsip Paris Agreement harus jadi pedoman bahwa tanggung jawab harus dibagi sesuai kemampuan nasional,” tegasnya.

Indonesia mendukung G77 dan RRT, serta turut mengajak semua pihak untuk melakukan aksi bersama. Jokowi menyampaikan tiga poin yang akan Indonesia gaungkan. Pertama, Indonesia mengundang seluruh pihak melakukan penguatan kerja sama selatan-selatan dengan menghidupkan kembali semangat Dasasila Bandung—10 hasil pertemuan Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan pada 18-25 April 1955 di Bandung.

“Solidaritas kesetaraan dan kolaborasi sangat diperlukan dalam penanganan perubahan iklim global. Melalui kerangka kerja sama Selatan-Selatan, Indonesia telah memberikan pelatihan penanganan iklim untuk kawasan Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin, Karibia, dan Pasifik,” sebutnya.

Kedua, menjadikan negara berkembang sebagai bagian dari solusi. Keketuaan Indonesia pada konferensi internasional telah menghasilkan sejumlah aksi dan pandangan menghadapi perubahan iklim global.

“Keketuaan Indonesia di ASEAN telah wujudkan taksonomi ASEAN. Sementara, Presidensi G20 Indonesia sudah membentuk skema pembiayaan campuran dan platform negara. Bursa karbon Indonesia juga sudah beroperasi sejak September (2023) lalu,” tegas Jokowi.

Baca Juga  Poin – Poin Rancangan Perpres tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon

Ketiga, pentingnya kohesivitas dan inklusivitas dalam pemenuhan agenda global. Indonesia mendorong inventarisasi global (global stocktake) yang dapat merefleksikan kebutuhan pendanaan negara berkembang dan membuktikan komitmen negara dari negara maju yang belum terpenuhi.

“Struktur pendanaan loss and damage jangan berbentuk utang yang membebani dan harus mudah diakses. Selain itu, transparansi dan kepastian dalam target pendanaan baru secara kolektif harus dilakukan dengan didukung sumber daya dan teknologi yang memadai. Melalui upaya kita bersama, G77 and RRT dapat menjadi motor penggerak agenda iklim dunia,” pungkas Jokowi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *