in ,

Definisi, Indikator dan Penyebab Inflasi

Penyebab Inflasi
FOTO: IST

Definisi, Indikator dan Penyebab Inflasi

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati optimistis inflasi tetap tekendali hingga akhir tahun 2023. Pasalnya, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2023 tercatat rendah (2,56 persen) dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Sejatinya, apa itu inflasi? Dan, apa saja faktor penyebab inflasi? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan penjelasan resmi Bank Indonesia (BI).

Apa itu inflasi?

Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Kondisi ini pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Adapun perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Secara teknis, BPS melakukan survei untuk mengumpulkan data harga dari berbagai macam barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi masyarakat. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi—dengan membandingkan harga-harga saat ini dengan periode sebelumnya.

  1. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau;
  2. Kelompok pakaian dan alas kaki;
  3. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga;
  4. Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga;
  5. Kelompok kesehatan;
  6. Kelompok transportasi;
  7. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan;
  8. Kelompok rekreasi, olahraga dan budaya;
  9. Kelompok pendidikan;
  10. Kelompok penyediaan makanan serta minuman/restoran; dan
  11. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.

Selain pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lain yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental, meliputi:

  1. Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung stabil atau persisten (persistent component) dalam pergerakannya dan dipengaruhi faktor fundamental. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi inti meliputi:
    • Interaksi permintaan-penawaran;
    • Lingkungan eksternal, seperti: nilai tukar, harga komoditi internasional, dan perkembangan ekonomi global; dan
    • Ekspektasi inflasi di masa depan.
  2. Inflasi non-inti, yakni komponen inflasi yang cenderung memiliki volatilitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari:
    • Inflasi komponen bergejolak (volatile food), yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun komoditas pangan internasional; dan
    • Inflasi komponen harga yang diatur oleh pemerintah (administered prices), yakni inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan sejenisnya.
Baca Juga  Jaga Ekonomi Nasional, Wamenkeu Beberkan Strategi Hadapi Konflik Timur Tengah 

Apa penyebab inflasi? 

  1. Tekanan dari sisi penawaran (cost push inflation). Kondisi ini terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi penawaran atau peningkatan biaya produksi. Beberapa faktor penyebabnya, meliputi:
    • Depresiasi nilai tukar. Jika mata uang suatu negara mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, harga impor akan naik, sehingga meningkatkan biaya produksi dan akhirnya mendorong inflasi;
    • Dampak inflasi luar negeri. Inflasi di negara mitra dagang atau di pasar global dapat berdampak pada harga-harga impor. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi di dalam negeri;
    • Peningkatan harga komoditas yang diatur pemerintah. Apabila pemerintah mengatur harga komoditas yang penting, kenaikan harga tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi secara umum; dan
    • Negative supply shocks. Kondisi ini bisa terjadi jika bencana alam atau gangguan dalam distribusi barang dan jasa dapat mengurangi penawaran, lalu berpotensi menyebabkan kenaikan harga.
  1. Tekanan dari sisi permintaan (demand pull inflation), yakni terjadi ketika inflasi disebabkan oleh tekanan dari sisi permintaan atau meningkatnya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian hal tersebut dapat mendorong kenaikan harga.
  2. Ekspektasi inflasi, yaitu faktor yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapan masyarakat serta pelaku ekonomi terhadap tingkat inflasi di masa depan. Faktor ini dapat mempengaruhi keputusan konsumen, investor, dan pelaku ekonomi lainnya. Ada dua jenis ekspektasi inflasi:
    • Ekspektasi inflasi adaptif yang didasarkan pada pengalaman masa lalu atau data historis; dan
    • Ekspektasi inflasi forward-looking yang didasarkan pada analisis, perkiraan terhadap faktor-faktor ekonomi, dan kebijakan yang mempengaruhi inflasi di masa depan.
Baca Juga  Airlangga Tegaskan Rencana Aksi Kelapa Sawit Berkelanjutan

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *