Setelah sang ayah meninggal, Sukanto lah yang meneruskan bisnis keluarga. Setahap demi setahap Sukanto mengembangkan bisnisnya. Mulai dari perdagangan umum hingga akhirnya bisa merambah bisnis pembangunan jaringan pipa gas internasional. Pada saat terjadi krisis minyak pada 1972 yang menyebabkan harga minyak dunia melambung, ia mendapatkan keuntungan hingga bisnisnya berkembang pesat. Sekitar tahun ’73, Sukanto melebarkan bisnisnya ke sektor pengelolaan sumber daya alam. Ia mendirikan perusahaan Royal Golden Eagle (RGE) yang bergerak di bidang kayu lapis, pulp dan kertas, minyak kelapa sawit, hingga pengembangan sumber daya energi. Kini perusahaan ini berkantor pusat di Singapura.
Selain menjadi pengusaha, Sukanto juga aktif dalam kegiatan sosial melalui organisasi filantropi bernama Tanoto Foundation yang ia bangun bersama sang istri pada tahun 1981. Organisasi itu lebih banyak fokus untuk bidang pendidikan. Pria empat anak itu meyakini bahwa sebuah perusahaan hanya dapat berhasil jika memiliki nilai tanggung jawab. Dengan memegang prinsip itu, ia mengaku berusaha agar seluruh bisnisnya dioperasikan dengan cara yang baik untuk masyarakat, untuk negara, untuk iklim, untuk pelanggan, dan untuk perusahaan.
Sukanto memastikan bahwa tiap unit bisnisnya menjalankan pengelolaan lingkungan dan kegiatan sosial yang bertanggung jawab dengan menganut dan mengintegrasikan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam setiap kegiatan bisnisnya. Meski mengklaim telah melaksanakan prinsip tata kelola yang baik itu, bukan berarti ia terbebas dari isu miring. Salah satunya adalah soal pembelian gedung di Jerman itu.
Comments