in ,

Lita Hanifa Renata, Memaknai Tantangan Sebagai Keberuntungan

Lita Hanifa Renata
FOTO: Taxprime

Lita Hanifa Renata, Memaknai Tantangan Sebagai Keberuntungan

Pajak.com, Jakarta – Berprofesi sebagai konsultan pajak, membentuk spektrum pengetahuan Lita Hanifa Renata mengenai perpajakan, bisnis, dan ekonomi semakin ekstensif. Tax Litigation and Disputes Manager TaxPrime ini harus terbiasa menghadapi berbagai kasus sengketa pajak yang dialami perusahaan dari multisektor dan antar-industri. Lita memaknai setiap tantangan pekerjaan sebagai sebuah keberuntungan.

“Bekerja di kantor konsultan pajak beda dengan kita bertugas sebagai staf perpajakan di company. Kalau di company mungkin kita sudah tahu, ritme job desk-nya apa saja. Di kantor konsultan pajak, kita biasa pegang kasus (mendampingi Wajib Pajak) dari beda-beda sektor, beda-beda industri—tantangan dan strateginya tentu tidak akan sama. Artinya, kita harus menguasai dengan mempelajari proses bisnis dari setiap industri dengan baik. Di sini saya menganggapnya sebagai sebuah keberuntungan karena saya terus belajar, belajar, dan belajar,” ungkap Lita kepada Pajak.comdi Ruang Rapat Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta Selatan, (14/11).

Menurut alumnus Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) ini, klasifikasi kemampuan untuk mahir di beragam sektor bakal menajamkan analisisnya dalam menyelesaikan sebuah sengketa pajak. Pasalnya, tak jarang proses penyelesaian sengketa pajak memerlukan pengetahuan pada lintas sektor sehingga melahirkan kekayaan sudut pandang. Perpaduan keduanya akan berimplikasi pada kecepatan serta ketepatan dalam melangkah memenangkan perkara.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

“Saya melihat banyak partner-partner di TaxPrime yang memiliki jam terbang tinggi. Mereka mempunyai analisis yang kuat sehingga cepat memahami suatu kasus. Hal itu membuat kita harus giat, eager to learn-nya harus tinggi—rasa penasaran terhadap suatu kasus harus lebih tinggi. Misalnya, dalam suatu kasus apa sih aturan-aturan yang menyertainya, kenapa sih aturannya diterbitkan, relevasinya apa? Terus aturan ini akan berdampak ke mana dan apa saja. Kita harus terus memacu interest pada bidang yang kita tekuni,” kata Lita.

Meski demikian, menurutnya, ke depan TaxPrime tengah bersiap melakukan segmentasi keahlian pegawainya terhadap sektor tertentu. TaxPrime ingin memperkuat sumber daya manusia yang terspesialisasi sehingga lebih efektif membantu Wajib Pajak menunaikan kewajibannya sekaligus mendukung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menciptakan kepatuhan sukarela.

“Keberuntungan lagi bekerja di TaxPrime, kita memiliki leaders yang transformatif dan memberi wadah bagi pegawainya menjadi spesialis. TaxPrime sudah melakukan mapping, kita sudah ditanya, ‘kira-kira kamu nanti mau di industri apa spesialisasinya’. Kita akan belajar dan ahli pada segmentasi per industri sesuai minat, keahlian, dan pengalaman. Di sisi lain, segmentasi ini adalah upaya agar industri-industri yang sedang bertumbuh menjadi semakin berkembang—tidak dihambat oleh permasalahan-permasalahan perpajakan,” ungkap Lita.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Tugasnya saat ini juga menuntut Lita untuk detail namun komprehensif dalam setiap langkah. Salah satu contohnya saat menyiapkan dokumen sengketa pajak sebagai kunci utama. Secara simultan, Lita perlu memiliki kepiawaian dalam berkomunikasi dengan Wajib Pajak, DJP maupun Hakim Pengadilan Pajak.

“Saat kita maju di persidangan, kita harus menjelaskan ke Majelis Hakim setiap dokumen Wajib Pajak. Segala aspek hard skill dan soft skill perlu dipelajari, dikuasai, dan diimplementasikan dengan tepat kepada Wajib Pajak, DJP, maupun Pengadilan Pajak,” tandas Lita.

Ia juga memaknai keberuntungan lain dalam hal dinamisasi waktu penyelesaian pekerjaan. Ritme waktu yang tidak monoton saat mendampingi Wajib Pajak dalam menyelesaikan sengketa, dapat mengasah kemampuannya dalam manajemen waktu dan adaptif di setiap perubahan.

“Apalagi di litigasi yang bekerja setelah Wajib Pajak melalui tahapan pemeriksaan. Bisanya, kita bekerja sangat padat setelah pemeriksaan selesai yang ditandai dengan diterbitkannya SKP (Surat Ketetapan Pajak). Terkadang, terdapat bulan-bulan tertentu yang hectic dan ada kalanya waktu senggang yang dapat dipergunakan untuk mempelajari industri lainnya. Pada proses litigasi, kita pun dituntut siaga dan cermat sebelum memutuskan sebuah langkah penyelesaian pajak. Makanya, rangkaian-rangkaian ini saya menganggapnya sebagai sebuah keberuntungan,” ujar Lita.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Beragam pemaknaan keberuntungan ini membuatnya kian teguh untuk bertumbuh menjadi profesional pajak yang kompenten. Terlebih menurut Lita, pajak adalah kewajiban yang melekat pada diri individu, bahkan hingga Wajib Pajak meninggal dunia.

“Ketika Wajib Pajak sudah meninggal itu bisa saja masih terikat dengan kewajiban perpajakan-nya, seperti contoh warisan yang belum terbagi. Pajak itu benar-benar melekat pada diri manusia. Ketika manusia masih hidup, pajak akan sangat benar-benar melekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalkan kita bertransaksi apapun pasti dikenai PPN (Pajak Pertambahan Nilai), kita bekerja dan mendapat kekayaan/tambahan ekonomis, maka dapat dikenakan PPh (Pajak Penghasilan). Maka, pajak benar-benar berdampingan erat dengan kehidupan hingga kematian manusia,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *