in ,

TaxPrime: Transparansi Jadi Daya Tarik Utama Investor IKN

TaxPrime: Transparansi Jadi Daya Tarik Utama Investor IKN
FOTO: Rivan Fazry

TaxPrime: Transparansi Jadi Daya Tarik Utama Investor IKN

Pajak.com, Depok – Managing Director TaxPrime Muhamad Fajar Putranto berpandangan, transparansi jadi daya tarik utama yang dapat menarik investor di Ibu Kota Nusantara (IKN). Investor ingin proses kebijakan yang transparan sehingga mampu memitigasi praktik korupsi. Selain itu, keputusan negara investor menanamkan modalnya juga dipengaruhi oleh prinsip dan budaya yang diterapkan. Salah satunya, prinsip berinvestasi dalam sektor green atau penerapan tata kelola berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Kalau proses kebijakan sudah transparan, maka lahirlah trust yang berkelanjutan oleh para investor. Transparansi berkaitan dengan bagaimana perputaran uang itu transparan. Misalnya, saat ini ada CBDC (Central Bank Digital Currency) atau rupiah digital yang sudah dikembangkan oleh BI (Bank Indonesia), sehingga investor yakin bahwa tidak ada uang yang diselewengkan—semua terdeteksi secara transparan. Karena kita bicara IKN, berarti long term investment, bukan investasi portofolio. Maka, dibutuhkantrustyang tinggi dari para colon-calon investor atau FDI (foreign direct investment/penanaman modal atau investasi langsung dari pihak asing),” jelas Fajar dalamSeminar Nasional Taxcussion 2023 bertajuk Optimalisasi Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Bagaimana Kebijakan Pajaknya?, di Auditorium EDISI 2020 FIA UI, Depok, dikutip Pajak.com (16/10).

Untuk itu, ia menganalisis bahwa CBDC mampu menjadi alternatif kontrol uang berberdar. Dengan begitu, investor akan yakin bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah mampu dimitigasi dengan baik.

“Seperti kita pakai Gopay, kalau saya beli gado-gado Rp 5 ribu, bayar Gojek Rp 10 ribu, itu kelihatan semua, transparan semua. Kalau kita ngomongin benchmark (negara penarik investasi yang baik), kita bisa lihat di Singapura. Bagaimana mereka menerapkan semua seba elektronik. Mereka sangat memudahkan, transparan dalam proses investasi. Saat kita investasi bahkan sudah ada tax-nya berapa. Sangat mudah,” ungkap Fajar.

Baca Juga  DJP: 12,69 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT

Ia menyebutkan, Singapura memiliki sistem Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA), yaitu layanan on-line yang dapat diakses setiap orang untuk memperoleh informasi tentang bisnis di Negeri Singa. ACRA menyediakan jenis informasi tertentu kepada publik secara gratis, seperti nama perusahaan, nomor registrasi, alamat terdaftar, dan nama direksi dan pemegang saham.

“Singapura secara komprehensif juga menjelaskan struktur entitas dalam berinvestasi, diantaranya mengenai perlindungan aset, seperti kerahasiaan. Kemudian, managing multiple trusts, managing multiple investments, bagaimana distribusi yang fleksibel terkait keuntungan dan kapital.  Manfaat dari sisi perpajakannya, ada juga family office, bisa juga menjadi penyedia layanan, misalnya manajeman investasi, perencanaan pajak, dan perencanaan warisan. Ini sudah kita mulai (layanan di TaxPrime),” jelas Fajar.

Kemudian, ia juga menyebut Estonia sebagai negara yang tersohor transparan. Di sana, pemerintah mampu membangun model tata kelola bernegara dan bermasyarakat secara digital melalui e-Estonia. Berkat sistem ini masyarakat bisa memanfaatkan teknologi canggih untuk menyederhanakan urusan administrasi pemerintahan. Dengan begitu, pelayanan publik dan keterlibatan warga menjadi lebih efektif dan efisien.

“Melalui e-Estonia, pemerintah bisa menyediakan dari 3.000 layanan berbeda, bisa menghemat lebih dari 2,5 miliar transaksi per tahun dan menghemat sekitar 3 juta jam kerja setiap tahun. Kalau kita melihat e-Estonia, terdapat tiga pilar, yakni confidentiality, availability, dan integrity. Namun, perlu digarisbawahi, benchmark bukan 100 persen diikuti, tapi bisa menjadi idea untuk diformulasikan dengan kebutuhan di Indonesia, jelas Fajar.

Baca Juga  DJP dan Singapura Bertukar Pengalaman Pengelolaan “Contact Center” Layanan Perpajakan 

Di sisi lain, ia pun mengapresiasi transparansi dalam Online Single Submission (OSS) yang digawangi oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Menurut Fajar, OSS merupakan manifestasi dari semangat Pemerintah Indonesia untuk memudahkan investor menanamkan modalnya sekaligus menikmati beragam insentif perpajakan.

“Investor harus familiar dengan OSS karena itu sangat memudahkan. Misalnya, kita ngomongin tax holiday atau tax allowance, investor akan mudah banget akses informasi dan clear menjabarkan syarat-syaratnya. Improvement dari Pemerintah Indonesia sudah sangat bagus,” ungkapnya.

Secara umum, Fajar meresumekan tiga faktor penentu FDI berdasarkan ekonomi dan non-ekonomi, yaitu pertama, policy framework for FDI, seperti stabilisasi politik, ekonomi, perjanjian bilateral, dan sebagainya. Kedua, economic determinants, yakni bicara efisiensi—bagaimana upah pekerja, biaya komunikasi, maupun transportasi. Ketiga, business facilities, yaitu menitikberatkan pada aset, seperti kualitas teknologi dan ekosistem pendukung bisnis lainnya.

“Lalu, bagaimana mempercepat investasi, bukan hanya di IKN tetapi juga di Indonesia? Kita harus menyadari bahwa ada gula ada semut, bukan hanya soal insentif perpajakan. Indonesia punya limpahan sumber daya alam (SDA), punya sumber daya manusia (SDM) yang berjumlah sekitar 200 juta, ini yang menjadi keunggulan kita. Namun, kalau kita ambil contoh (FDI) dari Jepang, ternyata 1 hingga 2 persen (investasi) ke Indonesia. Padahal kita pakai produk-produk otomotif dari Jepang. Kenapa sedikit sekali investasi dari Jepang? Berarti kita mesti memerhatikan budaya yang dibutuhkan investor ini seperti apa. Misalnya, Jepang budayanya sangat memerhatikan ESG, maka Indonesia harus mengkutinya. Jadi, ada standar-standar tertentu yang dipakai negara untuk berinvestasi di Indonesia,” ungkap Fajar

Baca Juga  Sri Mulyani Beberkan Penanganan 3 Kasus Viral Bea Cukai

Contoh lain, lanjutnya, standar Kanada dalam menanamkan modal adalah negara tujuan investasi harus menerapkan prinsip pembangunan hijau. Dengan demikian, Fajar menilai, Indonesia perlu memerhatikan prinsip yang ditetapkan Kanada. Pasalnya, Kanada mempunyai alokasi investasi yang besar untuk negara di Asia Tenggara, yaitu sekitar Rp 2.000 triliun.

“Bicara minat investasi juga tergantung bagaimana experience negara yang sudah pernah berinvestasi di Indonesia, mungkin dia percaya dengan behavior pemerintah yang baik, fasilitas dan pelayanan perpajakan di sini, atau kemudahan fasilitas imigrasi. Negara yang sudah berinvestasi di Indonesia akan bicara dengan negara-negara lain tentang experience-nya,” pungkas Fajar.

Baca juga: 

Taxcussion 2023 Kaji Insentif Perpajakan Ibu Kota Nusantara https://www.pajak.com/pajak/taxcussion-2023-kaji-insentif-perpajakan-ibu-kota-nusantara/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *