in ,

Telisik Proses Penelitian Sebelum KPP Percepat Restitusi Pajak

Proses Penelitian Sebelum KPP Percepat Restitusi Pajak
FOTO: TaxPrime 

Telisik Proses Penelitian Sebelum KPP Percepat Restitusi Pajak

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan untuk Wajib Pajak dengan fasilitas restitusi dipercepat. Kendati demikian, Partner at TaxPrime Aries Prasetyo mengungkapkan, terdapat proses penelitian sebelum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) percepat restitusi pajak. Apa dan bagaimana proses penelitian itu? mari kita telisik bersama.

Aries menuturkan, kebijakan pemberian fasilitas restitusi dipercepat telah diatur dalam regulasi teranyar, yaitu dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2023 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, kemudian dilengkapi melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 10/PJ/2023 tentang Penyempurnaan atas Petunjuk Pelaksanaan Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

“Terkait dengan PER-5/PJ/2023, seluruh SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh (Pajak Penghasilan) Orang Pribadi dengan status ‘Lebih Bayar’ yang masuk dalam kriteria, seperti jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100 juta dan disertai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, maka akan mendapatkan fasilitas restitusi dipercepat dengan melalui penelitian, bukan pemeriksaan. Jadi, teknisnya, KPP akan memberikan Surat Pemberitahuan Kelebihan Pembayaran yang diproses melalui penelitian. Apabila Wajib Pajak tersebut tidak setuju dan ingin dilakukan pemeriksaan, maka KPP akan melakukannya melalui pemeriksaan,” jelas Aries kepada Pajak.comdi Kantor TaxPrime, Graha TTH, Jakarta, (10/10).

Ia pun menjelaskan perbedaan antara penelitian dan pemeriksaan pajak. Merujuk Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan SPT tahunan/masa dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

Sementara itu, pemeriksaan pajak berdasarkan Pasal 1 Angka 25 UU KUP, yaitu serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan.

Dalam konteks ini, Aries menjelaskan, sesuai SE Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 10/PJ/2023, proses penelitan yang dilakukan oleh unit vertikal DJP (KPP) berkiblat pada tiga poin utama.

Pertama, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, dengan cara memastikan kebenaran matematis, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.

“Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian kebenaran penulisan dan penghitungan. Di mulai dari apa sih penelitian kebenaran penulisan itu?, yaitu penelitian atas kebenaran pencantuman data dan/atau informasi yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT tahunan atau disampaikan oleh Wajib Pajak ke DJP, meliputi pencantuman penghasilan yang didukung oleh dokumen tertentu telah sesuai dengan data yang tertera dalam dokumen dimaksud. Contoh, misalkan penghasilan bruto yang didukung bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh dalam SPT tahunan harus sesuai dengan penghasilan bruto yang tertera dalam bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon,” jelas Aries.

Baca Juga  Cara Menyampaikan Perubahan Data Perusahaan ke Kantor Pajak

Selanjutnya, ia mengatakan, KPP turut memastikan pencantuman Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam SPT tahunan harus sesuai dengan pemberitahuan penggunaan NPPN yang sudah disampaikan oleh Wajib Pajak.

“Apabila pemberitahuan penggunaan NPPN tidak ditemukan, maka NPPN yang digunakan untuk menghitung penghasilan neto didasarkan pada KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) yang dicantumkan Wajib Pajak dalam SPT tahunan itu,” tambah Aries.

Kemudian, KPP akan meneliti beberapa elemen, seperti pencantuman Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) harus sesuai dengan yang dideklarasikan Wajib Pajak dalam induk SPT tahunan, kesesuaian pencantuman zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat wajib dalam SPT tahunan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pencantuman tarif PPh dalam SPT tahunan wajib sesuai dengan lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

“Tadi ditegaskan bahwa KPP melakukan penelitian kebenaran penghitungan. Maksudnya, penelitian kebenaran dalam penghitungan matematis, meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak. Jadi, KPP memastikan penghitungan penghasilan neto dari hasil perkalian peredaran bruto dengan tarif NPPN. Lalu, memastikan bagaimana penghitungan PKP dari hasil pengurangan penghasilan neto setelah kompensasi kerugian dengan PTKP yang dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh,” urai Aries.

Ia menegaskan, penghitungan penghasilan dalam PPh terutang merupakan hasil perkalian PKP dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

“KPP juga melakukan penelitian kebenaran guna memastikan terkait penjumlahan kredit pajak dan hasil penghitungan PPh yang kurang dibayar atau lebih dibayar,” kata Aries.

Kedua, KPP meneliti bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon. KPP memastikan bahwa pemotong atau pemungut pajak telah melaporkan SPT masa atas masa pajak dilakukannya pemotongan atau pemungutan berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP.

Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan

Ketiga, penelitian terkait validitas Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.

“Caranya KPP memastikan bukti pembayaran PPh yang dibayar sendiri telah tervalidasi dengan NTPN berdasarkan aplikasi atau data dan/atau informasi yang tersedia di sistem informasi DJP,” jelas Aries.

Setelah penelitian dilakukan, KPP akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Diberikan Percepatan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dan Permintaan Rekening Dalam Negeri. Surat ini diterbitkan sebelum Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang memuat jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

“Pemberitahuan memuat nilai kelebihan pembayaran pajak berdasarkan penelitian yang dapat dikembalikan dengan penerbitan SKPPKP. Pada PER-5/PJ/2023, SKPPKP diterbitkan paling lama 15 hari, proses restitusi pajak yang lebih cepat ini akan sangat membantu cash flow Wajib Pajak,” pungkas Aries.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *