in ,

Target Penerimaan Bea Cukai Rp 303,2 T Diproyeksi Tak Tercapai

Target Penerimaan Bea Cukai
FOTO: Aprilia Hariani

Target Penerimaan Bea Cukai Rp 303,2 T Diproyeksi Tak Tercapai

Pajak.com, Cianjur – Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Kepabeanan dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mohammad Aflah Farobi mengungkapkan, target penerimaan bea cukai tahun 2023 sebesar Rp 303,2 triliun diproyeksi tidak akan tercapai. DJBC menganalisis, penerimaan bea cukai tahun ini mengalami kontraksi hingga 5,6 persen.

“Berbeda dengan (penerimaan) pajak (yang optimistis mencapai target di tahun 2023). Kami melihat outlook penerimaan (bea cukai) Rp 303,2 triliun yang ditargetkan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tidak tercapai. Kemungkinan di tahun 2023 penerimaan bea cukai hanya akan mencapai Rp 300,1 triliun. Jadi, sekitar 99 persen dari target yang ditetapkan. Kita berkaca dari penerimaan bea cukai hingga Agustus 2023 yang baru mencapai sebesar 56,59 persen. Kondisi ini dikarenakan penurunan penerimaan dari terutama bea luar sampai 80 persen—disebabkan harga komoditas yang rendah. Belum lagi terdapat penurunan penerimaan dari cukai hasil tembakau,” jelas Aflah dalam Media Gathering Kementerian Keuangan, di Cianjur Jawa Barat, dikutip Pajak.com, (29/9).

Baca Juga  DJP: 12,69 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT

Menilik data Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) Edisi Agustus 2023, penerimaan cukai hasil tembakau hingga Agustus 2023 tercatat sebesar Rp 126,8 triliun atau sekitar 50 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 245,5 triliun. Kemudian, penerimaan negara dari bea keluar turun 11,5 persen menjadi Rp 17,5 triliun. Selain karena penurunan harga komoditas, kinerja negatif bea keluar turut disebabkan oleh konsekuensi dari kebijakan hilirisasi Pemerintah Indonesia.

“Meski begitu, kami sudah melakukan strategi (untuk mencapai target penerimaan bea cukai tahun 2023). Minggu lalu sudah kami launching operasi gempur tahap kedua. Operasi gempur serentak dan terkoordinasi mulai kantor produksi, distribusi, dan kantor pemasaran ini dilakukan secara bersama-sama. Kami sering berdiskusi dengan pengusaha rokok yang memiliki data intelijen kuat, karena proaktif melakukan pemasaran hingga ke pelosok. Harapannya peredaran rokok ilegal berkurang. Di sisi bea keluar, kami berharap kenaikan CPO (crude palm oil) diharapkan membuat penerimaan kita sedikit meningkat. Kami juga memastikan BKT (bea keluar tambahan) naik, karena ada relaksasi ekspor tembaga. Tentunya yang mengekspor tembaga akan mengenakan BKT. Selain itu, larangan ekspor mineral ini bisa meningkatkan penerimaan di tengah turunnya harga komoditas,” ujar Alfah.

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

Di tahun 2024, DJBC optimistis dapat meraih penerimaan sesuai target, yakni sebesar Rp 321 triliun atau tumbuh sekitar 7 persen dibandingkan target tahun 2023. Optimisme ini dilatarbelakangi oleh prediksi peningkatan kinerja impor seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang resilien sebesar 5,2 persen—ditopang aktivitas konsumsi maupun produksi.

“Untuk mengejar target penerimaan bea cukai (tahun 2024), kami telah mempersiapkan beberapa strategi. Salah satunya adalah kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata 10 persen, implementasi pemungutan cukai atas produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan, lalu penguatan dan sinergi pengendalian rokok ilegal. Kami akan melakukan pengendalikan konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif,” ungkap Alfah.

Baca Juga  Pajak.com Sosialisasikan “Dari Sobat Pak Jaka”, Pandu Mahasiswa KOSTAF FIA UI Tuangkan Opini Lewat Tulisan

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *