Rincian Fasilitas PPN dan PPnBM di PP 49/2022 untuk Tingkatkan Daya Saing Usaha
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah telah mengatur jenis penyerahan apa saja yang memperoleh pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022. Berdasarkan hipotesis Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime Rizal Khoirudin, fasilitas pembebasan PPN dan PPnBM dalam PP Nomor 49 Tahun 2022 untuk dapat meningkatkan daya saing suatu perusahaan.
“Urgensi PP Nomor 49 Tahun 2022 adalah mengatur lebih lanjut beberapa perubahan terkait pengaturan objek dan non-objek PPN dan PPnBM, serta sebagai langkah pemberian kepastian hukum dan kemudahan di bidang perpajakan sehingga memiliki dampak positif bagi para pelaku usaha karena meski pemerintah sedang mengoptimalisasikan penerimaan negara dari pajak, dengan dibebaskan atau tidak dipungutnya PPN dari BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau JKP (Jasa Kena Pajak) tertentu tersebut, maka tidak ada perubahan harga atas penyerahan BKP dan/atau JKP tertentu. Artinya, pelaku usaha di Indonesia tetap dapat memiliki daya saing dengan pelaku usaha di luar negeri jika melakukan ekspor,” jelasnya kepada Pajak.com, di Ruang Rapat Kantor TaxPrime, (18/1).
Rizal menekankan, PP Nomor 49 Tahun 2022 telah menegaskan ketentuan penyerahan barang/jasa yang semula merupakan objek dan non-objek PPN sekarang menjadi BKP dan/atau JKP tertentu yang PPN-nya dibebaskan atau tidak dipungut sesuai dengan ketentuan UU HPP. Dengan begitu, harga jual yang ditawarkan oleh pelaku usaha akan lebih rendah dibandingkan jika harga jual tersebut tidak mendapat fasilitas pembebasan PPN dan/atau tidak dipungut.
“Pemberian fasilitas PPN ini bisa meningkatkan jumlah produsen, karena pajak merupakan salah satu aspek yang dilihat apabila ingin membuka usaha, sehingga menghindari adanya monopoli harga, jadi harga pasar akan cenderung stabil. Dengan meningkatnya jumlah produsen dan daya beli masyarakat, maka pemerintah berharap bahwa perekonomian nasional juga bakal menguat,” ujarnya.
Rizal menganalisis, pembebasan PPN berimplikasi positif dari segi ekonomi atau sosial, seperti mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional. Pembebasan PPN ini turut menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya.
“Menurut saya, PP Nomor 49 Tahun 2022 mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi BKP tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, karena menjamin tersedianya angkutan umum baik di darat, udara, dan air untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak ada sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi,” ungkapnya.
Selain itu, ia memberikan perspektif bahwa perubahan penyerahan BKP dan/atau JKP yang berpotensi meningkatkan kuantitas pekerjaan atas kewajiban perusahaan dari sisi administrasi. Oleh sebab itu, perusahaan akan membutuhkan pekerja tambahan untuk memenuhi kewajibannya sehingga berpotensi menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Indonesia.
“PP Nomor 49 Tahun 2022 juga bermanfaat kepada masyarakat dalam hal kepastian hukum atas penyerahan BKP dan/atau JKP tidak dipungut PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN. Misalnya, masyarakat memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut atas kebutuhan pokok mereka. Masyarakat dapat mengeksplorasi kesempatan usaha dengan menggunakan nilai transaksi yang tidak besar atas fasilitas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Masyarakat dapat menggunakan transportasi umum, seperti kapal laut, pesawat udara, dan kereta api dengan harga yang terjangkau karena perolehan mesin dan suku cadangnya tidak dipungut PPN,” tambahnya.
Secara parsial, PP Nomor 49 Tahun 2022 juga menyederhanakan aturan-aturan sebelumnya yang tersebar di beberapa ketentuan perpajakan, seperti UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM; PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang Impor dan/atau BKP Tertentu dan/atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN; PP Nomor 48 Tahun 2020 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN; PP Nomor 58 Tahun 2021 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN; serta PP 50 Tahun 2019 tentang tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan JKP Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN.
Tiga poin utama PP Nomor 49 Tahun 2022
Pertama, PP Nomor 49 Tahun 2022 menegaskan jenis-jenis BKP atau JKP tertentu, baik yang bersifat strategis dan non-strategis yang impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, serta jenis-jenis pemanfaatan JKP tertentu yang bersifat strategis dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dibebaskan dari pengenaan PPN. Hal ini diatur lebih rinci pada Bab II hingga Bab IV yang dimuat pada Pasal 3 hingga Pasal 23 dalam ketentuan PP Nomor 49 Tahun 2022.
Perbedaan mencolok, disebutkan Rizal, antara lain pada Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 42 Tahun 2009 jenis barang yang tidak dikenai PPN, meliputi barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, serta makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
Sementara, sesuai Pasal 4A ayat (2) UU HPP, jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu hanya dalam kelompok barang makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
“Daftar jenis BKP atau JKP dirincikan lagi di PP Nomor 49 Tahun 2022 untuk kelompok barang kebutuhan pokok, ada beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dengan kriteria dan/atau perincian jenis barang sebagaimana tercantum dalam huruf B Lampiran PP Nomor 49 Tahun 2022 dibebaskan dari pengenaan PPN. Ada juga minyak mentah, gas bumi (gas yang dialirkan melalui pipa, liquified natural gas, dan compressed natural gas), panas bumi, serta hasil pertambangan mineral bukan logam dan batuan tertentu, serta bijih mineral tertentu dibebaskan dari pengenaan PPN,” urai Rizal.
Kemudian, jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa, yaitu pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, pengiriman surat dengan perangko, keuangan, asuransi, keagamaan, pendidikan, kesenian dan hiburan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, tenaga kerja, perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, penyediaan tempat parkir, telepon umum dengan menggunakan uang logam, pengiriman uang dengan wesel pos, boga, atau katering.
“Kalau kita bandingkan dalam aturan terbaru, jasa yang tidak dikenai PPN itu berubah, seperti untuk jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Secara rinci, dijelaskan jasa perhotelan, yakni jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah. Dibebaskan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa parkir, lalu semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah,” urai Rizal.
Kedua, menegaskan jenis-jenis BKP yang bersifat strategis yang impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut PPN, jenis-jenis JKP yang bersifat strategis yang atas penyerahan dan/atau pemanfaatan dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean tidak dipungut PPN, serta jenis-jenis BKP yang atas impornya dibebaskan dari pungutan bea masuk yang tidak dipungut PPN. Hal ini diatur lebih rinci pada Bab V yang dimuat pada Pasal 25 hingga Pasal 28 dalam ketentuan PP Nomor 49 Tahun 2022.
Ketiga, menegaskan non-BKP dan non-JKP sekarang menjadi BKP tertentu dan JKP tertentu yang bersifat strategis serta menegaskan jenis BKP dan/atau JKP yang dibebaskan atau tidak dipungut PPN.
Demikian Rizal mengikhtisarkan tiga poin utama tersebut berdasar PP Nomor 49 Tahun 2022—yang mengatur lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas pembebasan PPN dan PPnBM sesuai dengan Pasal 16B UU PPN stdtd UU HPP.
Comments