Mudah Memahami Pajak Barang dan Jasa Tertentu
Pajak.com, Jakarta — Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) adalah terobosan baru yang muncul dalam dunia perpajakan Indonesia. PBJT diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang mulai berlaku sejak 5 Januari 2022. Namun, apakah Anda sudah memahami apa itu PBJT, apa saja jenis pajak yang termasuk dalam PBJT? Dan bagaimana ketentuan tarifnya? Pajak.com akan menjelaskan hal-hal tersebut secara lengkap dan mudah dipahami.
Apa itu PBJT?
UU HKPD menyebut PBJT sebagai pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Pemda). Secara khusus, pajak ini diatur dalam Pasal 1 angka 42 UU HKPD yang menerangkan bahwa PBJT dikenakan atas konsumsi barang dan jasa tertentu yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pajak ini merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik di daerah. Adapun subjek pajak, Wajib Pajak, dasar pengenaan, serta cara penghitungan PBJT sama dengan pengaturan dalam UU PDRD.
Apa saja jenis pajak yang termasuk dalam PBJT?
PBJT merupakan integrasi dari lima jenis pajak daerah yang berbasis konsumsi barang dan jasa, meliputi makanan/minuman (pajak restoran), tenaga listrik, jasa perhotelan (pajak hotel), jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan. Tujuan dari penggabungan pajak ini adalah untuk menyederhanakan sistem perpajakan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi, serta mengurangi beban dan biaya kepatuhan bagi Wajib Pajak.
Berikut adalah beberapa jenis barang dan/atau jasa tertentu yang menjadi objek PBJT:
– Makanan dan/atau minuman. Termasuk di dalamnya adalah makanan dan/atau minuman yang disajikan oleh restoran atau katering, dengan atau tanpa fasilitas seperti meja, kursi, peralatan, dan petugas.
– Tenaga listrik. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir, baik dari sumber PLN maupun sumber lain, termasuk yang dihasilkan sendiri.
– Jasa perhotelan. Termasuk di dalamnya adalah jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada berbagai jenis tempat penginapan, seperti hotel, vila, pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, pesanggrahan, guest house, bungalo, resort, cottage, glamping, dan tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel.
– Jasa parkir. Termasuk di dalamnya adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir dan/atau jasa memarkirkan kendaraan (valet).
– Jasa kesenian dan hiburan. Termasuk di dalamnya adalah berbagai jenis tontonan, pergelaran, kontes, pameran, pertunjukan, perlombaan, permainan, olahraga, rekreasi, panti pijat, dan pijat refleksi, serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Namun, tidak semua objek PBJT akan dikenakan pajak. Ada beberapa objek yang dikecualikan dari pengenaan PBJT, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Salah satu contoh objek yang dikecualikan adalah restoran dengan peredaran usaha di bawah batas tertentu dan penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
Bagaimana ketentuan tarif PBJT?
Tarif PBJT ditetapkan seragam sebesar maksimum 10 persen, kecuali untuk beberapa jenis jasa tertentu. Pemda dapat menetapkan tarif pajak lebih tinggi, yaitu paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Selain itu, ada dua tarif khusus yang berlaku untuk tenaga listrik, yaitu paling tinggi 3 persen untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, dan paling tinggi 1,5 persen untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri.
Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu. Jika tidak terdapat pembayaran, maka dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Selanjutnya, Pasal 59 UU HKPD menyebutkan bahwa besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT. Sebagai catatan, PBJT yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan. Sementara saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.
Comments