in ,

Skema Opsen Pajak Daerah Dalam UU HKPD

Skema Opsen Pajak Daerah
FOTO: IST

Skema Opsen Pajak Daerah Dalam UU HKPD

Pajak.comJakarta – Pemerintah telah melahirkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang diharapkan dapat menjadi landasan hukum baru dalam pengelolaan keuangan negara. Salah satu inovasi yang diperkenalkan dalam UU HKPD adalah opsen pajak daerah. Berikut Pajak.com tuturkan kepada Anda tentang pengertian dan skema opsen pajak daerah berdasarkan UU HKPD dan aturan turunannya.

Apa itu opsen pajak? 

Dalam Pasal 1 angka 61 UU HKPD disebutkan bawah opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen bertujuan untuk memperkuat desentralisasi fiskal dan meningkatkan penerimaan daerah yang selama ini masih rendah dan bergantung pada dana transfer dari pusat.

Di sisi lain, opsen juga bisa dipersamakan dengan konsep piggyback tax, yaitu sistem pajak yang didesain sebagai persentase dari pajak lain yang dibayarkan. Biasanya, piggyback tax diterapkan oleh negara bagian atau pemerintah lokal yang mengikuti perhitungan dan pengurangan pajak federal/pusat. Adapun pendapatan yang diperoleh dari piggyback tax juga sangat bergantung pada ketentuan hukum pajak federal yang berlaku untuk tahun pajak tertentu.

Apa saja jenis pajak yang dikenakan opsen?

Merujuk pada Pasal 81 UU HKPD, opsen dikenakan atas tiga jenis pajak terutang. Pertama, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Opsen PKB adalah opsen yang dipungut oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga  Jokowi: Setoran PNBP Sektor ESDM Capai Rp 1.800 Triliun dalam 10 Tahun

Adapun tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama ditetapkan maksimal sebesar 1,2 persen dari sebelumnya sebesar 2 persen. Selanjutnya, PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya juga diturunkan dari yang awalnya paling tinggi 10 persen menjadi maksimal 6 persen.

Kedua, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Opsen BBNKB merupakan pungutan yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setelah ketentuan penurunan tarif ini, pemerintah daerah dapat mengenakan opsen atau tambahan yang ditetapkan sebesar 66 persen dari pajak terutang, baik untuk PKB maupun BBNKB.

Ketiga, Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Opsen Pajak MBLB dikenakan oleh provinsi atas pokok pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 25 persen dari pajak terutang.

Bagaimana skema opsen pajak daerah?

Ketentuan lebih lanjut mengenai skema opsen pajak daerah ini dijabarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP 35/2023). Aturan ini salah satunya menyebutkan bahwa untuk optimalisasi penerimaan PKB dan Opsen PKB; serta BBNKB dan Opsen BBNKB, pemerintah daerah provinsi bersinergi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Sementara untuk optimalisasi Pajak MBLB, pemerintah daerah kabupaten/kota bersinergi dengan pemerintah daerah provinsi. Sinergi yang dimaksud meliputi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya.

Baca Juga  Kurs Pajak 25 September – 1 Oktober 2024

Berikut adalah skema penetapan, penghitungan, pembayaran, hingga pelaporan masing-masing jenis opsen pajak daerah:

Opsen PKB dan Opsen BBNKB

Pada Pasal 107, disebutkan bahwa pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB didasarkan pada nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan/atau alamat pemilik kendaraan bermotor di wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya, besaran pokok Opsen PKB dan Opsen BBNKB ditetapkan oleh gubernur di wilayah kabupaten/kota tersebut dan dicantumkan di dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang dapat berupa dokumen penetapan dan pembayaran sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem administrasi manunggal satu atap kendaraan bermotor.

Jika Wajib Pajak dinyatakan mangkir alias tidak membayar pajak, maka gubernur berwenang untuk melakukan penagihan, termasuk penagihan sanksi administratif atas Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. Selanjutnya, apabila gubernur telah menerima pembayaran atas penagihan, maka bagian Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB disetorkan ke kas daerah kabupaten/kota paling lama tiga hari kerja.

Di sisi lain, jika Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, maka pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. Jika permohonan disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB. Lalu, gubernur wajib mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak paling lama dua bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

Baca Juga  Burhanuddin Abdullah Ungkap Kebijakan Strategis Prabowo-Gibran Setelah 20 Oktober 2024

Opsen Pajak MBLB

Pasal 109 PP 35/2023 menyebutkan, Opsen Pajak MBLB dibayarkan ke kas daerah provinsi dilakukan bersamaan dengan pembayaran Pajak MBLB ke kas Daerah kabupaten/kota dalam SSPD Pajak MBLB. Jika Wajib Pajak tidak kunjung membayar Opsen Pajak MBLB, bupati/wali kota berhak melakukan penagihan, termasuk penagihan sanksi administratif.

Kemudian, jika telah menerima pembayaran atas penagihan tersebut, bupati/wali kota menyetorkan bagian Opsen Pajak MBLB ke kas daerah provinsi paling lama tiga hari kerja. Adapun pelaporan Opsen Pajak MBLB dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Pajak MBLB.

Di samping itu, jika Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, maka pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. Jika permohonan disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB. Lalu, bupati/wali kota mesti mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak paling lama dua bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *