in ,

Menteri ESDM: Pajak Karbon Efektif Diterapkan Tahun 2026

Menteri ESDM: Pajak Karbon
FOTO: IST

Menteri ESDM: Pajak Karbon Efektif Diterapkan Tahun 2026

Pajak.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, mekanisme pajak karbon antar-negara efektif dilaksanakan tahun 2026. Dengan demikian, Indonesia juga diproyeksi dapat menerapkan pajak karbon pada tahun tersebut.

Seperti diketahui, pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif pada lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Melalui beleid ini tarif pajak karbon ditetapkan minimal sebesar Rp 30 per kg CO2 ekuivalen.

“Melalui mekanisme ini, produk-produk dari dalam negeri bisa dikenakan pajak karbon dan kita juga bisa mengenakan pajak karbon ke negara lain. Pemerintah mendorong industri untuk segera mengantisipasi pajak karbon lintas negara. Indonesia harus mengurangi emisi karbon sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya, meningkatkan pemanfaatan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi bersih,” ungkap Arifin kepada awak media usai Rapat Kerja (Raker) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dikutip Pajak.com (21/11).

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

Ia menjelaskan, penerapan cross border mechanism berpotensi membuat daya saing produk dalam negeri industri menjadi lebih rendah. Sebab apabila beban pajak yang ditanggung pengusaha semakin besar, maka harga jual produk akan semakin tinggi.

“Negara lain sudah melakukan transisi energi. Tentu Indonesia tidak boleh kalah. Oleh karenanya, Kementerian ESDM mengusulkan sejumlah poin untuk mengakselerasi pengembangan EBT di dalam negeri. Misalnya, fleksibilitas kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan skema penggunaan jaringan transmisi dan distribusi bersama (power wheeling),” ungkap Arifin.

Kendati demikian, ia mengakui seringkali kebijakan TKDN menghambat beragam proyek EBT dari luar negeri. Untuk itu, Kementerian ESDM menilai, pengaturan TKDN perlu juga mengukur kapasitas dan kemampuan dalam negeri.

Baca Juga  Komwasjak: “Core Tax” Bikin Potensi Sengketa Pajak Menurun

“Jangan sampai aturan TKDN menghambat dan membuat biaya pengembangan EBT menjadi tinggi. Untuk itu kita perlu juga melihat roadmap masing-masing industri itu, kesiapannya untuk TKDN kapan saja,” tegas Arifin.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, penerapan pajak karbon baru akan berlaku pada 2025.

“Pelaksanaan perdagangan karbon yang juga akan dilakukan melalui bursa karbon mulai September 2023 ini harus ada mekanisme insentif dan disinsentif. Karena pajak karbon diperlukan juga untuk mengantisipasi CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism), yang akan diberlakukan di Eropa di tahun 2025. Eropa minta (penetapan bursa karbon) di tahun 2025,” jelas Airlangga.

Kendati demikian, para pengusaha yang sudah punya karbon kredit, dapat diperdagangkan melalui Bursa Karbon Indonesia. Selanjutnya, pemerintah menetapkan pajak karbon untuk melengkapi mekanisme tersebut.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Fasilitas Kawasan Berikat ke Perusahaan Ini 

“Kami harapkan mereka (perusahaan) sudah punya carbon credit (bisa memperdagangkan) melalui bursa karbon dan kedua baru pajak karbon. Jadi, itu dua hal yang saling melengkapi. Kalau untuk (penyelenggara) bursa karbon nanti di Bursa Efek Indonesia (BEI),” ungkap Airlangga.

Baca juga: 

Airlangga: Pajak Karbon Berlaku 2025 https://www.pajak.com/pajak/airlangga-pajak-karbon-berlaku-2025/

Menakar Kompleksitas dan Peluang Pengenaan Pajak Karbon https://www.pajak.com/pajak/menakar-kompleksitas-dan-peluang-pengenaan-pajak-karbon/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *