DPRD DKI Usul UMKM Beromzet Di Bawah Rp 1,3 Juta per Hari Bebas PBJT
Pajak.com, Jakarta – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta usul usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) beromzet di bawah Rp 1,3 juta per hari bebas dari pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Usulan ini telah termaktub dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Usulan ini perlu dipertimbangkan, mengingat munculnya Pasal 43 Ayat 2 dalam Raperda. Jadi, kita menginginkan masyarakat yang memiliki UMKM bisa berkembang dengan baik,” ujar Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, dikutip Pajak.com, (5/12).
Ia berharap, dengan adanya aturan dalam payung hukum tersebut, DPRD DKI Jakarta optimistis pertumbuhan ekonomi para pelaku UMKM di DKI Jakarta bisa terus meningkat.
“Justru kalau perlu kita subsidi terus UMKM melalui peningkatan skill (keterampilan) dan alat-alat yang dibutuhkan. Dalam bidang ekonomi, UMKM itu pelakunya masyarakat menengah ke bawah. Jadi harus disubsidi, jangan dibebanin lagi,” tegas Suhaimi.
DPRD DKI Jakarta menganalisis, masih ada objek PBJT yang bisa dioptimalkan selain dari pajak UMKM, yakni keuntungan pajak layanan jasa (service) makan minum di restoran, penyedia jasa boga atau katering, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan jasa kesenian serta hiburan. Selama ini jenis pajak tersebut sepenuhnya masuk ke kas negara, oleh karena itu diusulkan adanya pembagian keuntungan (profit sharing).
“Saya berharap pemerintah pusat adil juga dalam konteks usaha yang bertempat di DKI Jakarta. Mereka (Pemprov DKI Jakarta) juga harus tahu berapa perolehan pajak PBJT-nya, kemudian DKI Jakarta juga mendapatkan porsinya begitu,” ungkap Suhaimi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menyetujui untuk dilakukan pengecualian PBJT kepada UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta per tahun.
“Semangatnya mendorong UMKM, tetapi yang dikenakan pajak adalah masyarakat. Akhirnya kita ambil angka Rp 500 juta dengan mengikuti aturan pemerintah pusat,” jelas Lusiana.
Seperti diketahui, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk UMKM diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sementara untuk profit sharing, Lusiana menegaskan, pajak layanan jasa service yang juga dikenal sebagai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
“PPN itu pajak pusat. Aturannya begitu, karena enggak mungkin dikenakan dua pajak. Ketentuannya ada (juga) di PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang mengatur bahwa PPN tidak diatur daerah,” pungkas Lusiana.
Baca juga:
Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Tak Berlaku Lagi di 2024? https://www.pajak.com/pajak/tarif-pajak-umkm-05-persen-tak-berlaku-lagi-di-2024/
Comments