in ,

Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Tak Berlaku Lagi di 2024?

Tarif Pajak UMKM
FOTO: IST

Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Tak Berlaku Lagi di 2024?

Pajak.com, Jakarta – Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membantah kabar yang menyatakan bahwa tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen sudah tak berlaku untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) di tahun 2024. Ia menegaskan, tarif tersebut masih berlaku bagi UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun.

“Informasi penting buat sahabat pelaku UMKM. Tarif PPh 0,5 persen tetap berlaku bagi Wajib Pajak yang peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 M setahun, sesuai PP 23/2018 (Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018),” tulis Pras melalui akun X pribadinya @prastow, sembari melampirkan foto tangkapan layar sebuah berita berjudul Tarif Pajak UMKM Kembali Normal di 2024, Sudah Tak Lagi 0,5 %!, dikutip Pajak.com(27/11).

Ia menjelaskan, sesuai PP Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, Wajib Pajak orang pribadi UMKM yang dikenakan tarif PPh final 0,5 persen sejak tahun 2018 boleh tetap menggunakannya hingga tahun pajak 2024.

Baca Juga  Cara Mudah Lacak Barang Kiriman Melalui Bea Cukai

“Sementara untuk tahun pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan norma penghitungan, jika memenuhi syarat dan omzet belum melebihi Rp 4,8 miliar (per tahun) atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp 4,8 miliar (per tahun),” jelas Pras.

Ia menegaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi UMKM baru dapat memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen sampai dengan 7 tahun. Sementara, tarif tersebut berlaku 4 tahun pajak bagi koperasi, commanditaire vennootscha (CV), dan firma. Tarif PPh final 0,5 persen juga bisa dimanfaatkan perseroan terbatas (PT) selama 3 tahun.

“Bahkan, Wajib Pajak orang pribadi UMKM yang omzetnya dalam setahun tidak melebihi Rp 500 juta tidak perlu membayar PPh. Karena Wajib Pajak ini mendapat fasilitas dari pemerintah. Mari tetap tenang, kita jalankan bisnis dengan semangat. Bravo UMKM Indonesia!,” ujar Pras.

Ketentuan pembebasan PPh final untuk UMKM beromzet di bawah Rp 500 juta itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Baca Juga  DJP: Terima Kasih 1,04 Juta Wajib Pajak Badan yang Telah Lapor SPT

Bagaimana cara hitung pajak UMKM?

Untuk memudahkan UMKM menghitung PPh final, Pajak.com akan membuat simulasi studi kasus. Misalnya, Ibu Semesta merupakan pelaku UMKM yang berjualan furnitur dari bahan-bahan daur ulang kayu. Ia menghasilkan omzet Rp 1,2 miliar per tahun atau Rp 100 juta per bulan.

Perhitungannya pajaknya adalah sebagai berikut:

  • Omzet setahun dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); dan
  • Kemudian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan tarif 0,5 persen.
  • PKP = Rp 1.200.000.000 – Rp 500.000.000 = Rp 700.000.000;
  • PPh final = Rp 700.000.000 x 0,5 persen = Rp 3.500.000.

Dengan demikian, Ibu Semesta berkewajiban membayar PPh final sebesar Rp 3.500.000.

Bagaimana cara membayar pajak UMKM?

Membayar pajak UMKM dapat dilakukan secara elektronik (on-line) atau off-line. Berikut langkah-langkahnya:

  • Membuat kode billing. Wajib Pajak bisa menggunakan layanan off-line bisa dengan mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), atau menghubungi Kring Pajak 1500200. Sedangkan membuat kode billing secara on-line bisa lewat melalui situs DJPOnline, internet banking, penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). Adapun data yang dibutuhkan untuk membuat kode billing, yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) penyetor pajak, kode jenis pajak dan kode jenis setoran, masa pajak dan tahun pajak, serta jumlah pajak yang akan dibayar;
  • Setelah membuat kode billing, UMKM langsung dapat membayar sesuai nominalnya. Pembayaran bisa melalui kantor pos, bank persepsi, internet banking, atau mobile banking;
  • Simpan struk pembayaran untuk mengantisipasi sengketa pajak yang berpotensi terjadi di kemudian hari. Bukti pembayaran juga dibutukan sebagai lampirkan di Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Apresiasi Wajib Pajak, Realisasi Penerimaan Capai Rp 6,56 T

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *