in ,

IFA Pertemukan Pemangku Kepentingan, Diskusikan Masalah dan Solusi Perpajakan Internasional

IFA Pertemukan Pemangku Kepentingan
FOTO: Aprilia Hariani

IFA Pertemukan Pemangku Kepentingan, Diskusikan Masalah dan Solusi Perpajakan Internasional

Pajak.com, Jakarta – International Fiscal Association (IFA) menyelenggarakan “The 11th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar” di Financial Hall Graha CIMB Niaga, Jakarta, (6/12). IFA Indonesia Chairman (Ketua IFA Indonesia) Ichwan Sukardi mengungkapkan, seminar yang diselenggarakan secara rutin ini bertujuan untuk pertemukan pemangku kepentingan untuk mendiskusikan permasalahan dan solusi mengenai perpajakan internasional, khususnya mengenai inisiatif Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) terkait implementasi Pilar I dan II.

Sekilas mengulas, IFA merupakan organisasi nirlaba yang didirikan di Den Haag (Belanda) sejak tahun 1938. IFA telah banyak berkontribusi memberikan analisis dan kajian mengenai masalah fiskal, lalu mendiskusikan ke forum internasional. IFA pun berkembang menjadi asosiasi global dengan lebih dari 12.900 anggota dari 114 negara. Dari jumlah itu, 70 negara anggota IFA telah mendirikan cabang, termasuk di Indonesia. IFA Indonesia dibentuk pada 17 Mei pada tahun 1980.

“Kami sangat berterima kasih kepada para stakeholders, narasumber baik dari dalam maupun luar negeri dengan berbagai latar belakang berbeda yang telah mengisi seminar IFA, sehingga kita saling dapat berdiskusi—memberikan pendapat dengan macam-macam pendekatan untuk memahami permasalahan kebijakan perpajakan internasional, baik dari sisi tantangan, saling memberikan solusi. Seperti mendukung Pilar I dan II atau memberikan masukan mengenai implementasinya,” ungkap Ichwan dalam sambutannya.

Baca Juga  Tokopedia Luncurkan Fitur Pembayaran Pajak Daerah untuk Warga Jakarta

Pada kesempatan yang sama, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama membuka pemaparan seminar dengan memperkenalkan 15 rencana aksi untuk mengatasi dasar masalah erosi dan pergeseran keuntungan yang diinisasi oleh Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Inclusive Framework OECD—dengan anggota 129 negara termasuk Indonesia. Dari 15 rencana aksi itu, empat diantaranya adalah rencana aksi wajib dan 11 rencana aksi tidak wajib.

Adapun 15 rencana aksi itu, antara lain mengenai ekonomi digital, hybrid instruments, controlled foreign company, pembatasan biaya bunga, harmful tax practices, penyalahgunaan persetujuan penghindaran pajak berganda/P3B, status badan usaha tetap/BUT, transfer pricing dan pembentukan nilai, analisis data BEPS, mandatory disclosure rule, dokumentasi transfer pricing, penyelesaian sengketa pajak internasional, dan multilateral instrument.

“Indonesia sudah menjalankan beberapa mandat Rencana Aksi itu, seperti mengenai dokumentasi transfer pricing, Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.03/2016 dan Peraturan Dirjen Pajak (PER) Nomor 29/PJ/2017, PER-16/PJ/2020 mengenai MAP (Mutual Agreement Procedure), PMK Nomor 22/PMK.03/2020 terkait APA (Advanced Pricing Agreement),” jelas Mekar.

Baca Juga  Syarat dan Proses Pengajuan Banding Kepabeanan

Sementara itu, terkait implementasi Pilar I, ia mengungkapkan bahwa hingga kini dunia masih terus membahasnya. Sedangkan implementasi Pilar II telah disepakati oleh global yang ditandai dengan diterbitkannya pedoman administratif Pilar II (17 Juli 2023) dan skema subject to tax rule (STTR) multilateral instrument ditandatangani (2 Oktober 2023).

Adapun implementasi STTR akan dilakukan secara bilateral melalui P3B dan melihat dari sisi negara sumber. Negara sumber dapat memajaki penghasilan afiliasi yang berlokasi di negara domisili. Syaratnya, atas penghasilan yang diterima afiliasinya tersebut ternyata tidak atau dipajaki di bawah tarif pajak efektif sebesar 7,5 persen hingga 9 persen. Skema ini bertujuan untuk mewujudkan single tax principle.

Secara umum, Pilar II menegaskan, korporasi multinasional dengan penerimaan di atas 750 juta euro per tahun wajib membayar pajak dengan tarif minimum sebesar 15 persen di manapun perusahaan beroperasi.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim III Gandeng Pajak.com, Gemakan Edukasi Pajak Melalui Tulisan

“Untuk adopsi Pilar II, Pemerintah Indonesia menyatakan kesiapan dengan menerbitkan regulasi pada Pasal 32A UU HPP (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dan Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Berdasarkan peta jalan yang telah disusun pemerintah, Pilar II dapat diadopsi di tahun 2024 dengan skema IIR (Income Inclusion Rule dan tahun 2025 dengan UTPR,” ungkap Mekar.

Baca juga: 

IFA Warnai Arsitektur Perpajakan Internasional https://www.pajak.com/pajak/ifa-warnai-arsitektur-perpajakan-internasional/.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *