in ,

Mengenal Pajak Pigouvian: Jenis dan Manfaat

Pajak Pigouvian: Jenis
FOTO: IST

Mengenal Pajak Pigouvian: Jenis dan Manfaat

Pajak.com, Jakarta – Belakangan ini, publik tengah giat membicarakan pajak karbon yang urung diberlakukan di Indonesia. Padahal, implementasi pajak karbon adalah salah satu langkah signifikan untuk memitigasi peningkatan emisi karbon atau CO2 di Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim, pajak karbon cukup rumit untuk diterapkan di Tanah Air, sehingga harus ditunda hingga 2025 agar persiapannya benar-benar matang. Namun, tahukah Anda kalau pajak karbon merupakan salah satu dari jenis Pajak Pigouvian atau Pigouvian tax? Berikut Pajak.com tuturkan pembaca mengenal Pajak Pigouvian meliputi konsep, jenis, dan manfaat.

Apa itu Pajak Pigouvian?

Indonesia adalah negara yang sedang giat membangun industri sebagai salah satu pilar perekonomiannya. Namun, di balik kemajuan industri tersebut, terdapat pula dampak negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa jenis pajak Pigouvian.

Pajak Pigouvian merupakan istilah yang berasal dari nama seorang ekonom Inggris, Arthur Pigou, yang mengembangkan konsep eksternalitas pada tahun 1920-an. Eksternalitas adalah efek samping dari suatu kegiatan ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.

Eksternalitas dapat bersifat positif atau negatif. Eksternalitas positif merupakan manfaat tambahan yang diperoleh oleh pihak ketiga tanpa harus membayar. Contohnya adalah vaksinasi, pendidikan, dan penelitian.

Sementara eksternalitas negatif berupa biaya tambahan yang ditanggung oleh pihak ketiga tanpa mendapat kompensasi. Contohnya adalah polusi, kebisingan, dan asap rokok.

Pigou berpendapat bahwa eksternalitas negatif merupakan bentuk dari kegagalan pasar, yaitu ketika pasar tidak dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien. Hal ini terjadi karena harga pasar tidak mencerminkan biaya sosial penuh dari suatu kegiatan ekonomi.

Biaya sosial adalah jumlah dari biaya pribadi dan biaya eksternal. Artinya, pihak ketiga harus menanggung biaya eksternal akibat kegiatan ekonomi tersebut. Setelah Pigou memperhitungkan biaya eksternal bagi masyarakat, ekonomi mengalami kehilangan kesejahteraan dari polusi berlebih di luar tingkat “optimal secara sosial”.

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

Saat itu, Pigou meyakini bahwa intervensi negara harus mengoreksi eksternalitas negatif, yang ia anggap sebagai kegagalan pasar. Pigou menyarankan agar hal ini dicapai melalui perpajakan. Dengan demikian, Pajak Pigouvian adalah pajak yang besarnya sama dengan biaya eksternal per unit dari suatu kegiatan ekonomi.

Pajak ini akan meningkatkan harga pasar sehingga setara dengan biaya sosial. Sehingga, pelaku kegiatan ekonomi akan mengurangi jumlah produksi atau konsumsi sampai tingkat optimal secara sosial, di mana manfaat marjinal sosial sama dengan biaya marjinal sosial.

Manfaat sosial penting sebagai tambahan yang diperoleh oleh masyarakat dari satu unit tambahan dari suatu kegiatan ekonomi. Pada akhirnya, pajak ini bertujuan untuk membuat pelaku industri mempertimbangkan biaya sosial dari aktivitasnya dan mengurangi tingkat polusi atau kerusakan lingkungan.

Jenis Pajak Pigouvian

Pajak Pigouvian dapat dikenakan pada berbagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan eksternalitas negatif, yaitu biaya sosial yang tidak ditanggung oleh pelaku kegiatan tersebut, melainkan oleh pihak ketiga atau masyarakat secara umum. Contoh dari eksternalitas negatif adalah polusi udara, pencemaran air, deforestasi, dan perubahan iklim.

Beberapa jenis Pajak Pigouvian yang telah diterapkan di berbagai negara adalah:

1. Pajak karbon, yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) yang merupakan penyebab utama dari perubahan iklim. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi terbarukan. Contoh negara yang telah menerapkan pajak karbon adalah Swedia, Kanada, dan Prancis.

2. Pajak plastik, yang dikenakan pada penggunaan kantong plastik di berbagai tempat belanja. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi kantong plastik yang berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Contoh negara yang telah menerapkan pajak plastik adalah Irlandia, Denmark, dan Indonesia.

3. Pajak rokok, yang dikenakan pada produksi dan penjualan rokok. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok yang berdampak buruk bagi kesehatan perokok dan orang di sekitarnya. Beberapa negara yang telah menerapkan pajak rokok yakni Australia, Inggris, Indonesia, dan Singapura.

4. Pajak kebisingan: Pajak yang dikenakan pada sumber-sumber kebisingan yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat. Pajak ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kebisingan dan mendorong penggunaan teknologi yang lebih senyap. Contoh negara yang telah menerapkan pajak kebisingan adalah Swiss, Jerman, dan Belanda.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim III Gandeng Pajak.com, Gemakan Edukasi Pajak Melalui Tulisan
Manfaat 

Pajak Pigouvian memiliki beberapa manfaat bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia. Pertama, Pajak Pigouvian dapat mendorong efisiensi pasar dengan memasukkan biaya tambahan yang ditimbulkan oleh eksternalitas negatif.

Dengan demikian, harga barang akan mencerminkan biaya sosial penuh dari kegiatan ekonomi. Hal ini dapat mengurangi overproduction atau overconsumption yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat.

Kedua, Pajak Pigouvian dapat mengurangi kegiatan berbahaya yang menimbulkan eksternalitas negatif. Dalam beberapa kasus, Pajak Pigouvian dapat efektif mengurangi polusi atau kerusakan lingkungan.

Misalnya, pengenaan pajak karbon dapat memberatkan perusahaan yang menghasilkan gas emisi yang banyak. Oleh karena itu, perusahaan dapat memutuskan untuk beralih ke operasi yang menghasilkan gas emisi lebih sedikit atau menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Ketiga, Pajak Pigouvian dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi pemerintah. Dana tambahan tersebut dapat digunakan untuk menyubsidi inisiatif dan program yang akan lebih menangani eksternalitas negatif. Misalnya, pemerintah dapat memberikan subsidi untuk pengembangan energi terbarukan, penanaman pohon, atau perbaikan kualitas udara dan air.

Tantangan dan solusi

Di sisi lain, Pajak Pigouvian juga menghadapi beberapa tantangan dalam penerapannya di Indonesia. Pertama, Pajak Pigouvian sulit diukur dengan tepat. Pemerintah harus mengetahui biaya sosial marjinal dari eksternalitas negatif dan mengubahnya menjadi nilai moneter.

Namun, biaya tersebut seringkali tidak dapat diukur dengan tepat atau bervariasi di berbagai tempat dan waktu. Oleh karena itu, dalam praktiknya, pajak tersebut kurang efektif daripada dalam teori.

Kedua, Pajak Pigouvian menimbulkan masalah politik. Pajak Pigouvian sering mendapat kritik dan penolakan dari berbagai pihak yang terkena dampaknya, seperti produsen, konsumen, atau kelompok kepentingan. Pajak tersebut dapat dianggap sebagai campur tangan negara yang merugikan atau menghambat kebebasan pasar.

Ketiga, Pajak Pigouvian dapat meningkatkan beban bagi pendapatan rendah yang lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang atau jasa yang dikenai pajak. Misalnya, pajak bensin dapat mempersulit masyarakat miskin yang bergantung pada kendaraan bermotor untuk transportasi.

Baca Juga  DJP: Skema TER Bantu Karyawan Mitigasi Potensi Bayar Pajak Terlalu Besar di Desember

Untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Pajak Pigouvian di Indonesia, beberapa solusi dapat dilakukan seperti berikut:

Pemerintah harus melakukan penelitian dan kajian yang mendalam untuk menentukan besaran Pajak Pigouvian yang sesuai dengan biaya sosial marjinal dari eksternalitas negatif. Pemerintah juga harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi biaya tersebut, seperti lokasi, waktu, dan kondisi sosial ekonomi.

Pemerintah harus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang tujuan dan manfaat dari Pajak Pigouvian. Pemerintah harus menjelaskan bahwa pajak ini bukan untuk menghambat industri, melainkan untuk mendorong industri yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pemerintah juga harus menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana yang diperoleh dari Pajak Pigouvian.

Pemerintah harus memberikan kompensasi atau bantuan kepada kelompok-kelompok yang terkena dampak negatif dari Pajak Pigouvian, terutama pendapatan rendah. Pemerintah dapat memberikan subsidi atau insentif untuk penggunaan barang atau jasa yang lebih hemat energi atau ramah lingkungan. Pemerintah juga dapat memberikan bantuan sosial atau program pengembangan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *