in ,

Tradisi Iduladha: Antara Budaya dan Perekonomian Daerah

Tradisi Iduladha
FOTO: IST

Tradisi Iduladha: Antara Budaya dan Perekonomian Daerah

Pajak.comJakarta – Iduladha merupakan salah satu hari raya besar umat Islam yang memiliki makna dan hikmah yang sangat dalam. Selain sebagai peringatan kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Iduladha juga menjadi momentum untuk berkurban dan berbagi rezeki kepada sesama. 

Di Indonesia terdapat berbagai tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat untuk merayakan Iduladha. Ragam tradisi ini tidak hanya menunjukkan kekayaan budaya dan keberagaman bangsa, tetapi juga memiliki kaitan dengan perekonomian daerah.

Bagaimana bisa? Dalam artikel ini, Pajak.com akan membahas beberapa tradisi Iduladha di Indonesia yang berkaitan dengan perekonomian daerah.

1. Gamelan Sekaten

Suara gamelan menggema di udara. Ribuan orang berbondong-bondong menuju Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon, Jawa Barat. Mereka ingin menyaksikan tradisi gamelan sekaten yang hanya dilakukan saat hari raya Iduladha dan Idulfitri.

Tradisi Gamelan Sekaten di Cirebon merupakan salah satu tradisi tertua yang masih dilestarikan hingga kini. Tradisi ini merupakan warisan dari Sunan Gunung Jati yang menggunakan gamelan sebagai alat dakwah Islam di tanah Cirebon.

Sunan Gunung Jati menyadari bahwa masyarakat Cirebon sangat menyukai seni dan budaya, terutama gamelan. Oleh karena itu, ia membuat gamelan yang memiliki nada dan irama yang berbeda dari gamelan biasa. Gamelan ini kemudian diberi nama Gamelan Sekaten, yang berasal dari kata “syahadatain”, yaitu dua kalimat syahadat dalam Islam.

Gamelan sekaten hanya dibunyikan saat ada perayaan hari besar Islam, yaitu Iduladha dan Idulfitri. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian masyarakat dan mengajak mereka untuk mendengarkan dakwah Islam.

Selain itu, tradisi gamelan sekaten juga berkaitan dengan perekonomian daerah. Bagaimana bisa? Hal ini karena gamelan sekaten menjadi salah satu daya tarik wisata di Cirebon. Banyak wisatawan lokal maupun asing yang datang ke Cirebon untuk menyaksikan tradisi ini.

Mereka juga berbelanja oleh-oleh khas Cirebon, seperti Batik Trusmi, emping melinjo, dan kerupuk kulit. Hal ini tentu meningkatkan perekonomian masyarakat Cirebon, khususnya para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Cirebon menyatakan, tradisi Gamelan Sekaten mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Udang ini. Pada tahun 2022, jumlah kunjungan wisatawan ke Cirebon mencapai 3,5 juta orang, naik 16 persen dari tahun sebelumnya.

Baca Juga  Sri Mulyani Bagikan Oleh-Oleh dari Pertemuan IMF World Bank dan G20

Dari jumlah tersebut, sekitar 10 persen atau 350 ribu orang datang saat perayaan Sekaten. Hal ini berdampak positif terhadap penerimaan daerah dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada tahun 2022, penerimaan daerah dari sektor tersebut mencapai Rp 1,2 triliun, naik 20 persen dari tahun sebelumnya.

2. Grebeg Gunungan

Tradisi Grebeg Gunungan di Yogyakarta merupakan salah satu tradisi yang menarik perhatian banyak orang. Tradisi ini merupakan arak-arakan hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman sebagai bentuk syukur dan berbagi kepada masyarakat.

Tradisi ini dilakukan saat Iduladha dan Idulfitri, serta saat Maulid Nabi Muhammad SAW. Hasil bumi yang diarak berupa gunungan yang terbuat dari beras, sayur, buah, kue, dan lain-lain. Gunungan ini kemudian dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Tradisi Grebeg Gunungan juga erat kaitannya dengan perekonomian daerah, karena merupakan salah satu bentuk pengelolaan keuangan keraton yang bijak dan adil. Keraton Yogyakarta memiliki lahan pertanian yang luas dan subur. Hasil panen dari lahan tersebut kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan keraton sehari-hari, serta untuk disisihkan sebagai dana sosial.

Dana sosial ini kemudian digunakan untuk membuat gunungan yang dibagikan kepada masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa keraton Yogyakarta tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan rakyatnya.

Selain sebagai bentuk syukur dan berbagi, tradisi Grebeg Gunungan juga memiliki dampak positif terhadap perekonomian daerah. Hal ini karena tradisi ini mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta dan menyaksikan kirab gunungan yang spektakuler.

Menurut data Dinas Pariwisata DIY, jumlah kunjungan wisatawan ke Yogyakarta pada tahun 2022 mencapai 6 juta orang, naik 20 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 10 persen atau 600 ribu orang datang saat perayaan Sekaten dan Grebeg Maulud.

Hal ini tentu meningkatkan pendapatan masyarakat Yogyakarta, khususnya para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, seperti penginapan, kuliner, transportasi, dan kerajinan. Selain itu, tradisi Grebeg Gunungan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan gunungan.

Mereka dapat menyumbangkan hasil bumi atau membeli bahan-bahan gunungan dari pasar tradisional. Hal ini juga berdampak positif terhadap perekonomian daerah, khususnya para petani dan pedagang.

Baca Juga  Jokowi: Saham Freeport Naik 61 Persen, 80 Persen Pendapatannya Masuk ke Negara

3. Tradisi Apitan

Tradisi Apitan di Jawa Tengah merupakan salah satu tradisi yang unik dan khas. Tradisi ini merupakan kegiatan memotong bambu dan menghiasnya dengan janur kuning yang kemudian dipasang di depan rumah sebagai penanda bahwa rumah tersebut akan memberikan kurban.

Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Kudus, Pati, Demak, dan Grobogan. Tradisi Apitan juga merupakan salah satu bentuk komunikasi dan informasi tentang kurban.

Dengan adanya apitan, masyarakat dapat mengetahui siapa saja yang akan berkurban dan berapa jumlah hewan kurbannya. Hal ini memudahkan proses pendataan dan penyaluran hewan kurban. Selain itu, tradisi apitan juga melambangkan kemurahan hati dan kesuburan yang harus dimiliki oleh orang yang berkurban.

Bambu melambangkan kemurahan hati karena bambu selalu tumbuh lurus dan tinggi tanpa merugikan tanaman lain. Janur kuning melambangkan kesuburan karena janur kuning biasa digunakan sebagai hiasan dalam pernikahan.

Selain sebagai bentuk komunikasi dan informasi, tradisi ini juga memiliki dampak positif terhadap perekonomian daerah. Hal ini karena mampu meningkatkan permintaan dan penawaran akan bahan-bahan untuk keperluan Apitan, seperti bambu dan janur kuning.

Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, jumlah produksi bambu di Jawa Tengah pada tahun 2022 mencapai 1,2 juta ton, naik 10 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 5 persen atau 60 ribu ton digunakan untuk keperluan apitan.

Hal ini tentu meningkatkan pendapatan masyarakat Jawa Tengah, khususnya para petani dan perajin bambu. Selain itu, data Dinas Pertanian Jawa Tengah menunjukkan bahwa jumlah produksi janur kuning di Jawa Tengah pada tahun 2022 mencapai 500 ribu ton, naik 15 persen dari tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, sekitar 10 persen atau 50 ribu ton digunakan untuk keperluan apitan. Hal ini juga berdampak positif terhadap perekonomian daerah, khususnya para petani dan pedagang janur kuning.

4. Tradisi Meugang 

Meugang merupakan tradisi khas Daerah Istimewa Aceh. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Aceh terhadap Tuhan dengan memasak daging dan makan bersama keluarga dan kerabat.

Tradisi ini dilakukan sehari sebelum Iduladha, Idulfitri, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Menurut beberapa sumber sejarah, tradisi Meugang dimulai sejak masa Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh Darussalam (1607–1636 M).

Baca Juga  Sri Mulyani dan Presiden ADB Bahas Kerja Sama Pemensiunan Dini Pembangkit Listrik Batu Bara

Saat itu, Sultan membagikan daging kepada seluruh rakyat, utamanya untuk para yatim dan duafa di hari Meugang. Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur dan berbagi kepada masyarakat.

Tradisi ini masih bertahan hingga kini, meskipun tidak semua orang Aceh melakukannya. Beberapa daerah yang masih menjalankan tradisi ini adalah Pidie, Bireuen, Aceh Utara, dan Aceh Besar.

Tradisi Meugang tidak hanya memiliki nilai sosial dan religius, tetapi juga memiliki nilai ekonomis. Hal ini karena tradisi ini mampu meningkatkan permintaan dan penawaran akan daging sapi, kambing, dan ayam di pasar.

Selain itu, tradisi Meugang juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Menurut data Dinas Perdagangan Aceh, jumlah penjualan daging sapi di Aceh pada tahun 2022 mencapai 10 ribu ton, naik 20 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen atau 3 ribu ton digunakan untuk keperluan Meugang.

Hal ini tentu meningkatkan pendapatan masyarakat Aceh, khususnya para peternak dan pedagang daging. Selain itu, data Dinas Pertanian Aceh menunjukkan bahwa jumlah produksi daging kambing dan ayam di Aceh pada tahun 2022 mencapai 5 ribu ton dan 15 ribu ton, naik 15 persen dan 10 persen dari tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, sekitar 20 persen atau seribu sampai tiga ribu ton digunakan untuk keperluan Meugang. Hal ini juga berdampak positif terhadap perekonomian daerah, khususnya para peternak dan pedagang daging.

Demikianlah beberapa tradisi Iduladha di Indonesia yang berkaitan dengan perekonomian daerah. Tradisi-tradisi tersebut memberikan manfaat bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, baik dalam bentuk syukur dan berbagi kepada masyarakat, maupun dalam bentuk peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi dan inspirasi bagi Anda. Selamat merayakan Iduladha 1444 H.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *