Pajak.com, Jakarta – Konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung hingga kuartal II-2022 dinilai dapat memperburuk kekurangan pasokan sejumlah komoditas dan menyebabkan kenaikan harga lebih tinggi. Rusia adalah pengekspor penting hidrokarbon, pupuk, dan logam. Negara Beruang Putih itu juga produsen utama biji-bijian seperti gandum dan jagung, seperti halnya Ukraina. Lantas, akan seperti apa tren perdagangan komoditas menjelang Idulfitri di tengah konflik Rusia-Ukraina yang belum juga mereda?
Rusia menghadapi kesulitan dalam mengekspor beberapa produknya karena sanksi, masalah logistik, dan keengganan beberapa mitra dagang untuk membeli produk Rusia. Di sisi lain, Ukraina telah terputus secara fisik dalam banyak hal. Konflik tersebut telah menyebabkan lonjakan harga komoditas yang meluas. Harga beberapa komoditas, seperti minyak mentah telah melonjak lebih dari 30 persen di awal kuartal II-2022.
Research & Development Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Girta Yoga menilai, pada kuartal II-2022, komoditas seperti minyak mentah dan logam seperti emas masih akan mengalami pergolakan harga sehingga menarik untuk ditransaksikan. Hal ini terlihat dari produk emas yang ada di ICDX yang merupakan penyumbang volume transaksi multilateral terbesar dengan kontribusi sebesar 56,79 persen. Sementara itu, sepanjang kuartal I-2022 kemarin, ICDX mencatatkan total volume transaksi multilateral mencapai 240.763 lot atau naik hampir 50 persen dibanding kuartal I-2021.
“Selain konflik Rusia dan Ukraina yang masih memanas, kondisi di pasar global lainnya yakni penguncian kembali di Cina akibat melonjaknya kembali kasus COVID-19 turut memicu kekhawatiran akan melambatnya perekonomian global. Ketidakpastian yang terjadi pada ekonomi global ini membuat pelaku pasar cenderung mengalihkan investasi mereka ke aset safe haven yaitu produk emas,” jelas Girta di Jakarta Rabu (27/4/22).
Girta menjelaskan, harga minyak sawit secara global dipengaruhi oleh dua produsen terbesar yaitu Indonesia dan Malaysia. Di Malaysia saat ini sedang terjadi masalah upah tenaga kerja perkebunan. Sementara itu, pemerintah telah menetapkan larangan ekspor minyak sawit Indonesia sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan minyak di Indonesia. Di sisi lain, produk substitusinya yakni minyak nabati juga sedang mengalami tren kenaikan. Sehingga untuk komoditas minyak menurut Girta masih akan menunjukkan tren bullish.
Comments