in ,

Mengenal Ketentuan Pajak Penerangan Jalan

Ketentuan Pajak Penerangan Jalan
FOTO: IST

Mengenal Ketentuan Pajak Penerangan Jalan

Pajak.com, Jakarta – Deretan lampu yang berjajar di sepanjang jalan, ternyata merupakan objek pajak. Penerangan jalan ini termasuk ke dalam pajak daerah. Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pajak penerangan akan masuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Namun, hingga saat ini aturan turunannya masih tahap penyusunan. Maka dari itu, Pajak.com akan mengulas mengenai ketentuan pajak penerangan jalan berdasarkan peraturan yang masih berlaku hingga kini, yaitu mengacu UU Nomor Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Apa itu pajak penerangan jalan? 

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Pada konteks ini, sumber lain ini adalah tenaga listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan/atau bukan PLN.

Mengutip dari Badan Pendapatan Daerah (BPRD) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk lampu-lampu, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Listrik yang dihasilkan sendiri adalah pembangkit listrik, sedangkan tidak semua penggunaan listrik termasuk dalam objek pajak ini.

Baca Juga  Tokopedia Sediakan Fitur Pembayaran atas SPT Kurang Bayar

Sementara yang tidak termasuk dalam objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan atau perwakilan asing dengan azas timbal balik, serta penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas di bawah 200 kvA (kilovolt ampere) dan tidak membutuhkan izin dari instansi teknis terkait.

Dengan demikian, subjek pajak penerangan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Jika listrik berasal dari sumber lain (PLN), Wajib Pajaknya adalah pihak penyedia tenaga listrik.

Bagaimana Dasar Pengenaan Pajaknya (DPP)? 

Karena objek pajaknya adalah penggunaan tenaga listrik, maka DPP-nya adalah nilai jual tenaga listrik. Jika tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, nilai jualnya adalah jumlah tagihan beban tetap ditambah biaya pemakaian kWh atau variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik.

Baca Juga  Komwasjak: “Core Tax” Bikin Potensi Sengketa Pajak Menurun

Jika tenaga listrik bukan PLN dan tidak dipungut pembayaran, nilai jualnya dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah itu. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, nilai jual tenaga listrik ditetapkan sebesar 30 persen.

Berapa tarif pajak penerangan jalan?

Karena disetorkan ke pemerintah daerah, tarif pajak ini dapat berbeda-beda tergantung peraturan daerah yang berlaku. Namun, tarif paling tinggi adalah 10 persen. Di DKI Jakarta, ada beberapa tarif pengenaan pajak yang berlaku, yaitu:
– Tarif pajak dengan listrik disediakan oleh PLN atau bukan PLN yang digunakan oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam adalah 3 persen.
– Tarif pajak dengan sumber listrik dari PLN atau bukan PLN dan digunakan selain industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam adalah 2,4 persen.
– Tarif pajak dengan penggunaan listrik dihasilkan sendiri adalah 1,5 persen.

Baca Juga  Jelang Lebaran, DJP Imbau Wajib Pajak Tidak Berikan Parsel
Bagaimana perhitungan pajak penerangan jalan?

Misalnya, sebuah perusahaan bisnis membayar tagihan listrik PLN di luar pajak pada bulan Januari 2021 sebesar Rp 10.800,000. Daya yang dimiliki adalah 1.300 VA. Maka, penghitungan pajak penerangan jalannya adalah:
– Rumus: tarif pajak x nilai jual tenaga listrik.
– Adapun tarif pajak yang berlaku 4 persen.
– Nilai jual tenaga listrik= Rp 10.800.000.
– Besaran pajak yang harus dibayar= 4 persen x Rp 10.800. 000= Rp 432,000.

Setelah mendapatkan besaran pajak terutangnya, Wajib Pajak harus menyetorkannya ke pemerintah daerah setiap bulan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *