in ,

Mekanisme Penyelesaian dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Pajak

Mekanisme Penyelesaian dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Pajak
FOTO: IST

Mekanisme Penyelesaian dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Pajak

Pajak.comJakarta – Proses penyelesaian dan pelaporan hasil pemeriksaan pajak adalah salah satu aspek penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Pasalnya, pemeriksaan pajak dapat menghasilkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP), atau surat keterangan tidak ada ketetapan. Hasil pemeriksaan pajak juga dapat dibatalkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam kondisi tertentu. Bagaimana penjelasannya? Pajak.com akan membahas lebih lanjut tentang mekanisme penyelesaian dan pelaporan hasil pemeriksaan pajak.

Sebagaimana diketahui, pemeriksaan pajak bertujuan untuk menguji kebenaran dan kelengkapan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, serta memberikan bimbingan dan penyuluhan agar Wajib Pajak dapat mematuhi ketentuan perpajakan. Pemeriksaan pajak dapat dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau di tempat usaha Wajib Pajak, tergantung pada jenis pemeriksaannya.

Proses pemeriksaan pajak meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Penyelesaian pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan pajak pun terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu penyusunan laporan hasil pemeriksaan (LHP), closing conference, dan bisa ditambahkan dengan pembatalan hasil pemeriksaan.

1. LHP

Mekanisme penyelesaian hasil pemeriksaan pajak dimulai dengan penyusunan LHP oleh pemeriksa pajak. LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. LHP merupakan dokumen penting dalam pemeriksaan pajak karena merupakan dasar bagi pemeriksa pajak untuk membuat ketetapan pajak.

Untuk itulah, LHP harus disusun secara objektif, akuntabel, transparan, dan profesional. Sebelum prosedur dilanjutkan, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) harus disampaikan terlebih dahulu kepada Wajib Pajak, kemudian pemeriksaan dilanjutkan kembali sampai dengan pembuatan LHP.

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

LHP harus mencakup beberapa hal, antara lain:

– Identitas Wajib Pajak. LHP harus mencantumkan nama, alamat, nomor pokok Wajib Pajak (NPWP), jenis usaha, dan masa pajak yang diperiksa;

– Objek, ruang lingkup, tujuan, metode, dan jadwal pemeriksaan. LHP harus menjelaskan apa yang menjadi objek pemeriksaan, seberapa luas ruang lingkup pemeriksaan, apa yang menjadi tujuan pemeriksaan, bagaimana metode pemeriksaan yang digunakan, dan kapan jadwal pemeriksaan dilakukan;

– Data dan informasi yang dikumpulkan dan diuji. LHP harus menampilkan data dan informasi yang dikumpulkan dari SPT, buku, catatan, dokumen, dan sumber lain yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. LHP juga harus menunjukkan bagaimana data dan informasi tersebut diuji untuk menguji kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT dan pelaksanaan pemotongan, pemungutan, dan penyetoran pajak;

– Temuan pemeriksaan. LHP harus menguraikan temuan pemeriksaan yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara data dan informasi yang diperoleh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Temuan pemeriksaan dapat berupa kesalahan pengisian SPT, kesalahan perhitungan pajak, kesalahan pemotongan, pemungutan, atau penyetoran pajak, atau pelanggaran kewajiban perpajakan lainnya;

– Kesimpulan pemeriksaan. LHP harus menyimpulkan hasil pemeriksaan berdasarkan temuan pemeriksaan. Kesimpulan pemeriksaan dapat berupa jumlah pajak yang kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, serta denda administrasi yang terutang atau dibebaskan; dan

– Rekomendasi pemeriksaan. LHP harus memberikan rekomendasi pemeriksaan kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki SPT, membayar atau mengembalikan pajak, serta memenuhi kewajiban perpajakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam keadaan tertentu, pemeriksa pajak dapat mengeluarkan LHP Sumir, yakni laporan tentang penghentian pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan SKP. Umumnya, LHP Sumir diterbitkan karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS

Namun, pemeriksaan pajak dapat melakukan pemeriksaan kembali apabila di kemudian hari Wajib Pajak ditemukan. Selain itu, pajak terutang atas pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan ditetapkan secara jabatan.

2. “Closing Conference”

Dalam melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, pemeriksa pajak wajib memberikan hak hadir yang disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) pada waktu yang telah ditentukan. Closing conference adalah pertemuan yang bertujuan untuk membahas dan menyepakati hasil pemeriksaan pajak, serta menyelesaikan permasalahan yang timbul selama pemeriksaan.

Jangka waktu closing conference dan pelaporan dilaksanakan paling lama dua bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak atau kuasanya sampai dengan tanggal LHP. Hasil closing conference harus dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan (BAP).

BAP adalah dokumen yang berisi kesepakatan antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak mengenai hasil pemeriksaan pajak, termasuk perbaikan SPT, pembayaran atau pengembalian pajak, dan penyelesaian sengketa perpajakan. BAP harus ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan Wajib Pajak, atau kuasanya yang sah.

BAP tersebut dapat menjadi dasar bagi penerbitan SKP atau STP oleh Direktur Jenderal Pajak. SKP adalah surat yang menetapkan jumlah pajak yang kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, serta denda administrasi. STP adalah surat yang menagih jumlah pajak yang kurang bayar dan denda administrasi. Terpenting, Wajib Pajak harus membayar atau mengajukan keberatan atas SKP atau STP dalam jangka waktu tertentu.

3. Pembatalan hasil pemeriksaan

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Mekanisme pembatalan hasil pemeriksaan pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak. Pembatalan hasil pemeriksaan pajak dapat berdampak pada pembatalan SKP atau STP, pengembalian pajak yang lebih bayar, atau penghapusan denda administrasi.

Pembatalan hasil pemeriksaan pajak dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, antara lain:

– Hasil pemeriksaan dilakukan tanpa adanya penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil pemeriksaan pajak dengan melampirkan bukti-bukti yang mendukung permohonannya.

– Hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil pemeriksaan pajak dengan melampirkan bukti-bukti yang menunjukkan ketidaksesuaian hasil pemeriksaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

– Hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil pemeriksaan pajak dengan melampirkan bukti-bukti yang menunjukkan fakta hukum yang sebenarnya.

– Hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil pemeriksaan pajak dengan melampirkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *