in ,

Mengenal Kertas Kerja Pemeriksaan: Definisi, Manfaat, dan Syarat

Kertas Kerja Pemeriksaan
FOTO: IST

Mengenal Kertas Kerja Pemeriksaan: Definisi, Manfaat, dan Syarat

Pajak.comJakarta – Pemeriksaan pajak merupakan hal yang umum dilakukan oleh otoritas pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Dalam pelaksanaannya, pemeriksa pajak harus membuat Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), sebuah dokumen yang sangat penting untuk mendukung pendapat pemeriksa, memberikan dasar untuk pemeriksaan selanjutnya, hingga melindungi pemeriksa dari kemungkinan tuntutan. Namun, bagaimana sebenarnya Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dibuat? Apa saja komponen, jenis, dan syarat-syaratnya? Pajak.com akan mengulas secara mendalam untuk Anda.

Apa definisi KKP?

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2013, KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan, serta kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

Lebih lanjut, dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se – 08/Pj/2012 Tentang Pedoman Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (SE 08/2012), dijelaskan bahwa KKP terbagi menjadi dua bagian, yaitu KKP Umum dan KKP Khusus.

KKP umum merupakan KKP selain KKP khusus, yang formatnya diatur dalam SE 08/2012. Sementara itu, KKP khusus adalah KKP yang tata cara penyusunannya diatur tersendiri dalam peraturan lainnya.

Selain itu, terdapat juga KKP induk yang merupakan rangkuman dari KKP Induk Per Jenis Pajak; KKP induk per jenis pajak sebagai dokumen yang memuat objek pajak, pajak terutang, kredit pajak, pajak yang kurang (lebih) dibayar, sanksi administrasi, pajak yang masih harus (lebih) dibayar dan/atau Surat Tagihan Pajak; serta KKP pendukung yang memuat uraian lebih detail atau rincian dari suatu KKP.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Hingga Akhir Maret 2024 Capai Rp 393,91 T

KKP harus dibuat dengan jujur, objektif, dan profesional, serta sesuai dengan standar pemeriksaan pajak yang berlaku. KKP juga harus memuat informasi yang relevan, akurat, lengkap, dan cukup untuk mendukung pendapat pemeriksa pajak.

Apa fungsi KKP?

Dokumen penting ini memuat lima fungsi utama yang patut dipahami. Pertama, sebagai bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan. Dengan kata lain, KKP mendukung pendapat pemeriksa pajak dengan menyediakan bukti-bukti yang valid dan meyakinkan tentang kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Kedua, dokumen ini memberikan bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan pemeriksaan. Ketiga, sebagai dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). adapun LHP berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak, secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.

Keempat, KKP berfungsi sebagai sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak. Kelima, sebagai referensi untuk pemeriksaan berikutnya.

Pertama, bagian atas yang bentuknya dibakukan. Isinya meliputi nama Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2), judul KKP, nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan masa/tahun pajak yang diperiksa.

Kedua, bagian tengah yang juga dibagi menjadi dua yaitu:

– Bagian pertama. Bentuk bagian ini tidak dibakukan dan sesuai dengan kebutuhan pemeriksa pajak. Bagian ini memuat sumber data, bukti yang dikumpulkan, teknik dan prosedur pemeriksaan yang ditempuh, dan uraian/kesimpulan hasil pemeriksaan.

Bagian ini dapat berbentuk tabel komparasi yang membandingkan nilai suatu pos/pos turunan menurut SPT Wajib Pajak dengan nilai menurut pemeriksa pajak, kecuali jika pemeriksaan dilakukan untuk pemeriksaan ulang, maka yang dibandingkan adalah nilai pos/pos turunan menurut penetapan sebelumnya dengan nilai menurut pemeriksa pajak.

Atau, di sisi lain, pemeriksaan dilakukan dengan kriteria Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT, maka kolom nilai suatu pos/pos turunan menurut SPT Wajib Pajak dikosongkan.

– Bagian kedua. Bentuk bagian ini dibakukan yang terdiri dari uraian penjelasan, yang berisi uraian penjelasan dilakukannya koreksi, uraian penjelasan tidak dilakukannya koreksi, dan/atau uraian lain yang dipandang perlu oleh pemeriksa; dan dasar hukum terkait dengan uraian.

Bagian ini dicantumkan pada KKP di mana koreksi atau pemeriksaan atas suatu pos/pos turunan dilakukan.

Baca Juga  15 Rencana Aksi BEPS Inclusive Framework Cegah Penghindaran Pajak

Ketiga, bagian bawah yang bentuknya dibakukan. Isinya mencakup nama dan paraf pembuat dan penelaah KKP, tanggal pembuatan dan penelaahan KKP, seta kode indeks KKP. Untuk lebih jelasnya, Wajib Pajak dapat melihat contoh format KKP umum dalam Lampiran I SE 08/2012.

Secara umum, KKP harus dapat memberikan gambaran mengenai:

– Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan;

– Data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;

– Pengujian yang telah dilakukan; serta

– Kesimpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Apa saja syarat yang harus dipenuhi dalam KKP? 

KKP harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

– Lengkap, yaitu seluruh proses pemeriksaan telah didokumentasikan.

– Akurat, yaitu bebas dari kesalahan baik kesalahan hitung maupun kesalahan menyajikan informasi.

– Dibuat secara objektif dan profesional.

– Sistematis dan informatif.

– Dibuat sesuai dengan format yang berlaku.

– Diparaf oleh tim pemeriksa, serta dicantumkan tanggal pembuatan dan penelaahan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *