in ,

Ketahui Perbedaan Fundamental “Tax Planning” dan “Tax Avoidance”

Tax Planning" dan "Tax Avoidance"
FOTO: Tiga Dimensi

Ketahui Perbedaan Fundamental “Tax Planning” dan “Tax Avoidance”

Pajak.com, Jakarta – Beberapa tahun belakangan, dunia berkonsensus dalam memerangi praktik penghindaran pajak, seperti tax planning maupun tax avoidance. Menurut Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime, Gupto Andreantoro, meskipun ada persamaan antara tax planning dan tax avoidance, namun sejatinya terdapat perbedaan fundamental yang perlu dipahami oleh Wajib Pajak.

“Terdapat juga persamaan antara tax planning dan tax avoidance, yaitu keduanya merupakan upaya untuk meminimalkan beban pajak dengan tetap memperhatikan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku. Sedangkan, perbedaan keduanya terletak pada bagaimana upaya untuk meminimalkan beban pajak tersebut dilakukan serta bentuk risiko yang didapatkan dari melakukan upaya, legal atau ilegal—ini berkaitan dengan risiko sanksi administrasi maupun pidana perpajakan,” ungkap Gupto, kepada Pajak.comdi Ruang Rapat Kantor TaxPrime, (28/12).

Kemudian, tax planning dilakukan dengan menggunakan strategi dan cara-cara yang telah jelas diatur dalam peraturan-peraturan perpajakan dan tidak akan berpotensi menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dan otoritas perpajakan, sedangkan tax avoidance dilakukan dengan memanfaatkan berbagai kekurangan (loophole) pada peraturan-peraturan perpajakan. Di berbagai negara, tax avoidance terbagi menjadi dua, meliputi acceptable tax avoidance (penghindaran pajak yang diperbolehkan dengan karakteristik memiliki tujuan yang baik) dan unacceptable tax avoidance (penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan dengan karakteristik memiliki tujuan yang tidak baik). 

“Bisa kita katakan, tax planning dan tax avoidance merupakan sebuah proses perencanaan pelaksanaan hak dan kewajiban pajak secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk mengurangi beban pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dan meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan. Namun, tax avoidance berpotensi menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dan otoritas perpajakan. Wajib Pajak akan lebih terdorong untuk meningkatkan kepatuhannya dengan tax planning, karena dalam tax planning Wajib Pajak dapat lebih memahami segala dampak perpajakan yang akan timbul dan bagaimana cara memitigasinya,” jelas Gupto.

Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan

Kendati demikian, ia menggarisbawahi batasan tax planning sebagai sebuah kegiatan yang legal dalam menghemat pembayaran pajak, yaitu selama kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, secara bisnis masuk akal, dan bukti-bukti pendukungnya juga memadai.

Tax planning dilakukan secara legal dengan cara memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku. Tax planning akan menjadi ilegal apabila dalam penerapannya dengan secara sengaja melanggar peraturan perpajakan. Berbeda dengan tax avoidance yang sejak awal merencanakan untuk mencari celah (menghindari pajak),” jelas Gupto.

“Tax planning” dalam “tax management”

Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa tax planning bersifat legal dan merupakan salah satu tahapan dalam tax management. Gupto mengutip teori Robbins dan Mary Coulter dalam buku ‘Management 11th edition’, bahwa proses tax management diawali dari tax planning yang didefinisikan sebagai tujuan pelaksanaan kewajiban pajak yang efektif, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengoordinasikan kegiatan-kegiatan. Proses selanjutnya adalah tax organizing, yakni menentukan apa saja yang perlu dilakukan, bagaimana, dan siapa yang harus melakukannya.

Kemudian, dilanjutkan dengan tax leading, yaitu memotivasi, mengarahkan, dan melakukan kegiatan apa pun yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia. Barulah masuk pada tahapan tax controlling, sebagai kegiatan yang memonitor aktivitas untuk meyakinkan bahwa aktivitas tersebut mencapai tujuan sesuai rencana.

Baca Juga  KP2KP Ranai: Setiap Transaksi di Proyek Swakelola Dipungut PPN

“Seluruh proses (tax management) ini sebagai strategi efisiensi dan keefektifan pelaksanaan kewajiban pajak,” kata Gupto.

Menurutnya, secara umum terdapat tahapan bagi Wajib Pajak yang melakukan tax planning sebagai bagian dari tax management, pertama, mengumpulkan data ataupun informasi perpajakan perusahaan. Kedua, melakukan perencanaan dan analisis data. Ketiga, menentukan strategi yang telah disesuaikan dengan hasil analisis data yang telah dilakukan. Keempat, evaluasi pelaksanaan tax planning. Kelima, re-evaluasi tax planning. Keenam, memutakhirkan rencana pajak.

“Secara regulasi, belum ada regulasi yang khusus mengatur mengenai batasan-batasan skema tax planning. Namun, UU KUP (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) beserta pembaruannya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP dapat menjadi acuan untuk melakukan perencanaan pajak,” jelas Gupto.

Secara teori, ia menambahkan, terdapat dua jenis tax planning, yakni domestic tax planning merupakan jenis perencanaan pajak yang hanya berfokus pada peraturan perundang-undangan dalam lingkup domestik atau nasional. Sementara, international tax planning adalah jenis perencanaan pajak yang juga memperhatikan ketentuan-ketentuan perpajakan internasional, seperti tax treaty. 

Berdasarkan pengalamannya, praktik tax planning setiap industri akan melalui tantangannya masing-masing. Pasalnya, setiap sektor memiliki ciri khas dan proses binis yang berbeda-beda.

“TaxPrime memiliki klien dari berbagai latar belakang bisnis yang berbeda, yang mana dalam perencanaan pajaknya juga harus memerhatikan proses bisnis masing-masing klien dan penerapan peraturan perpajakannya pada transaksi-transaksi bisnis tersebut. Dalam halnya banyak sekali transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan bidang bisnis yang beragam, belum memiliki peraturan yang konkret dan absolut untuk dapat menjadi landasan untuk melakukan tax planning. Hal tersebut menjadi tantangan bagi TaxPrime, dikarenakan tidak semua bisnis dan jenis transaksi diatur secara terperinci di dalam peraturan perpajakan yang berlaku,” ungkap Gupto.

Baca Juga  DPR Apresiasi Kanwil DJP Riau atas Penerimaan Pajak Rp 23,16 T

Oleh sebab itu, hingga kini TaxPrime terus memperkuat riset terkait perincian dan turunan undang-undang yang dapat memaksimalkan tax planning sebagai sebuah strategi yang tidak melanggar regulasi, melainkan sebuah strategi untuk memitigasi sengketa perpajakan yang bermuara pada efisiensi bisnis dan kepastian hukum.

“Karena pada dasarnya tax planning berhubungan dengan tax due diligence, yaitu sebuah proses pengkajian seluruh aspek perpajakan pada Wajib Pajak untuk mengetahui rekam jejak perpajakan Wajib Pajak. Dalam proses melakukan tax planning, tax due diligence dibutuhkan sebagai basis dan panduan dalam perencanaan perpajakan agar perusahaan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai rekam jejak perpajakan dan kondisi perusahaan, sehingga perencanaan perpajakan dapat dilakukan dengan lebih matang dan tidak melanggar aturan,” tegas Gupto.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *