in ,

Kenal Dekat dengan Stelsel Pajak

2. Stelsel Fiktif (anggapan)

Stelsel fiktif merupakan jenis sistem pemungutan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Misalnya, penghitungan pajak penghasilan (PPh) didasarkan pada anggapan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan tahun sebelumnya.

Kata “anggapan” merujuk pada beragam jalan pikiran yang bergantung kepada peraturan perpajakan yang berlaku. Tidak seperti stelsel nyata yang membayarkan pajak di akhir, pada sistem ini pajak dibayarkan di muka. Karena pemungutan dilakukan pada awal periode, pemerintah bisa mendapatkan dana dari pajak untuk pembangunan.

Di sisi lain, jumlah yang dibayarkan Wajib Pajak tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya, karena penghitungannya berdasarkan tahun lalu. Contoh penerapannya di Indonesia adalah PPh Pasal 25 atau angsuran pajak tahun berjalan.

Baca Juga  BPK Minta Pemerintah Terus Tingkatkan Kualitas APBN

 3. Stelsel Campuran

Sesuai dengan namanya, sistem ini menggunakan kombinasi antara stelsel nyata dan anggapan. Cara kerjanya adalah pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel fiktif, lalu pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel rill.

Artinya, stelsel fiktif dipakai saat menghitung besaran pajak di awal tahun, lalu setelah tahun pajak berakhir diadakan koreksi sesuai dengan stelsel nyata. Adapun kelebihan stelsel campuran adalah pajak sudah dapat dipungut pada awal tahun pajak atau awal periode pajak, sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir periode pajak.

Sementara kelemahannya adalah bendahara perusahaan mesti menghitung kembali jumlah pajak setelah tahun pajak berakhir, sehingga mengakibatkan beban administrasi yang bertambah. Di Indonesia, sistem pemungutan pajak yang digunakan saat ini adalah stelsel campuran.

Baca Juga  SPT Lebih Bayar Langsung Diperiksa? Ini Penjelasan DJP

Seperti pada mekanisme PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29, yang pemungutannya dilakukan pada awal tahun dengan pajak angsuran yang didasarkan dengan besarnya pajak yang terutang pada surat pemberitahuan sebelumnya. Kemudian, di akhir tahun akan terjadi penghitungan pajak lagi yang berdasarkan penghasilan sebenarnya. Jika terjadi lebih bayar, Wajib Pajak bisa meminta kelebihannya atau dikenal dengan restitusi pajak; dan sebaliknya kalau terjadi kurang bayar, Wajib Pajak harus membayar kekurangannya.

Ditulis oleh

Baca Juga  SPT Tahunan Badan: Ketentuan, Jenis Pajak, dan Tahapan Pengisian

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *