in ,

Definisi Pajak Minimum Global dan Dampaknya

definisi pajak minimum global
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)/G20 telah membentuk Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk menginasi dua pilar untuk menangkal penggerusan atau penghindaran pajak. Salah satunya Pilar 2 yang menetapkan pajak minimum global (global minimum taxation) sebesar 15 persen. Terlepas rencana OECD untuk mengundur implementasi ketetapan itu, Pajak.com mencoba mengulas secara komprehensif mengenai definisi hingga dampak pengenaan pajak minimum global bagi Indonesia.

Apa itu pajak minimum global? Dan bagaimana latar belakangnya?

OECD mendefinisikan pajak minimum global sebagai pajak minimal yang harus dibayarkan bagi setiap perusahaan multinasional domestik yang mendapatkan penghasilan dari luar negeri. Adanya aturan ini bertujuan untuk memastikan perusahaan multinasional domestik membayar tingkat pajak minimumnya dengan kantor pusat dan yurisdiksi di manapun mereka beroperasi. Sementara Fakultas Administrasi Fiskal Universitas Indonesia menyimpulkan, pajak minimum global sebagai skema pemajakan ini bertujuan menghindari perusahaan dari tidak membayar atau membayar pajak kecil dibandingkan penghasilan mereka.

Baca Juga  Simak! Begini Tahapan Pelaksanaan Ekspor

Lewat rezim pajak minimum global, akan ada jumlah tarif pajak efektif minimum pada laba yang didapatkan perusahaan multinasional dengan skema yang disebut dengan income inclusion rule (IIR) beserta dengan under taxed payments rule (UTPR) sebagai aturan sekunder. Secara sederhana, bakal ada tarif pajak efektif minimum sebesar 15 persen bagi perusahaan multinasional dengan kriteria tertentu, di manapun lokasi investasinya.

Awalnya, pajak minimum global merupakan bagian dari proposal pajak digital yang disusun oleh OECD dengan dukungan dari G20. Pajak minimum global dalam Pilar 2 sebagai pendukung dari solusi pemajakan di era digital. Bedanya dengan Pilar 1, pajak minimum global memiliki misi mengurangi kompetisi pajak, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) badan.

Baca Juga  Jaga Kepatuhan Pajak dan Respons Penerapan “Core Tax”, Pertamina Group Perkuat Pemahamanan Sistem SSF

Dalam catatan OECD/G20, pembicaraan soal pajak digital awalnya fokus pada upaya menemukan nexus baru yang menjamin hak pemajakan serta bagaimana mengalokasikan laba perusahaan digital supaya lebih adil. Ini terbukti dari dokumen Aksi 1 Proyek BEPS tahun 2015. Kala itu, konsensus pajak global yang ditargetkan dapat ditetapkan di tahun 2021.

Selanjutnya, pada 2019, muncul gagasan perlunya skenario lain yang secara bersama-sama dilakukan guna menjamin sistem pajak global yang lebih adil. Sebab penerapan Pilar 1 masih berpotensi berpeluang terjadinya praktik penghindaran pajak. Hal ini yang kemudian mendorong ide pajak minimum global. Usulan pajak minimum global 15 persen ini didukung oleh International Monetery Fund (IMF) melalui publikasi berjudul Corporate Taxation in the Global Economy di tahun 2019.  Sebulan setelah publikasi IMF, OECD mulai merumuskan program kerja penyelesaian konsensus pajak digital, termasuk pajak minimum dalam Pilar 2.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakpus Yakin Penerimaan Pajak Capai Target Rp 102,41 Triliun pada Akhir 2024 

Apa manfaat pajak minimum global menurut OECD?

  1. Pilar 2 diperkirakan akan memberikan tambahan penerimaan pajak global sebesar 150 miliar dollar per tahun.
  2. Adanya kestabilan sistem pajak global yang biasanya terdistorsi oleh upaya menciptakan daya saing.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *