in ,

Definisi Pajak Minimum Global dan Dampaknya

Apa saja ketentuan pajak minimum global?

Apa saja ketentuan pengenaan pajak minimum global pada Pilar 2? Ketentuan itu akan diberlakukan bagi perusahaan multinasional dengan nilai penghasilan bruto sebesar 750 juta euro atau sekitar Rp 11 triliun per tahun. Nilai ini merujuk pada batasan (threshold) yang sudah diberlakukan melalui laporan per negara (country by country reporting/CbCR) dokumentasi transfer pricing pada Aksi 13 base erosion and profit shifting (BEPS).

Namun, pajak minimum global tidak berlaku bagi perusahaan multinasional yang ultimate parent merupakan entitas pemerintah, organisasi internasional, lembaga nirlaba, lembaga dana pensiun dan dana investasi. Pengecualian penerapan Pilar 2 diberikan melalui skema carve out, yaitu pengecualian bagi imbal hasil yang berasal dari kegiatan ekonomi yang substantif sebesar 5 persen hingga 7,5 persen dari penghasilan perusahaan multinasional, serta shipping industry.

Secara detail, Pilar 2 terdiri dari dalam dua elemen utama, yaitu:

  1. Elemen yang nantinya diterapkan melalui ketentuan domestik tiap negara. Elemen ini disebut sebagai global anti-base erosion rule (GloBE) yang menjadi inti dari pajak minimum global. Dengan demikian, GloBE akan memaksa seluruh perusahaan multinasional untuk membayar pajak secara efektif di angka tertentu, yaitu 15 persen. GloBE diterapkan dari sudut pandang negara domisili perusahaan multinasional. Hal ini guna mencegah praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba ke negara dengan tarif pajak rendah. Jika ternyata tarif pajak efektif negara tujuan investasi lebih rendah dari 15 persen, atas selisih tarif itu dapat dipajaki oleh negara domisili, ini disebut sebagai IIR. Dalam elemen yang sama, terdapat pula skema UTPR. Artinya, biaya yang dibayar oleh perusahaan multinasional di negara domisili kepada afiliasinya di negara dengan tarif pajak efektif di bawah 15 persen menjadi nondeductible.
  2. Elemen yang disebut sebagai subject to tax rule (STTR). Berbeda dengan GloBE, implementasi STTR akan dilakukan secara bilateral melalui (P3B) dan melihat dari sisi negara sumber. Negara sumber dapat memajaki penghasilan afiliasi yang berlokasi di negara domisili. Syaratnya, atas penghasilan yang diterima afiliasinya tersebut ternyata tidak atau dipajaki di bawah tarif pajak efektif sebesar 7,5 persen hingga 9 persen. Skema ini bertujuan untuk mewujudkan single tax principle.

Apa implikasi pajak minimum global terhadap Indonesia?

  1. Pajak minimum global dalam Pilar 2 berpotensi mengubah pola aliran modal global. Daya tarik tax haven yang berkurang diperkirakan akan membuat skema investasi menjadi lebih ringkas dan adil. Sebab menurut data Coordinated Direct Investment Survey (CDIS) yang dirilis oleh IMF telah memperlihatkan kontribusi besar dari tax haven sebagai sumber investasi di berbagai negara.
  2. Pajak minimum global akan mengurangi praktik BEPS yang selama ini marak terjadi. Pajak minimum global diperkirakan dapat mengangkal kebocoran pajak yang diakibatkan globalisasi.
  3. Skema GloBE akan cenderung mengamankan kepentingan negara domisili perusahaan multinasional.
  4. Skema STTR harus menjadi perhatian dari negara berkembang, termasuk Indonesia. STTR relatif lebih menjamin basis pemajakan Indonesia sebagai negara sumber.
Baca Juga  Kanwil DJP dan DJBC se-Jakarta Sinergi dengan Kejati dalam Penegakan Hukum Perpajakan

Apakah Indonesia sudah siap menerapkan pajak minimum global?

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, Indonesia siap mengimplementasikan pajak minimum 15 persen. Menurutnya, pada pertemuan pertama Finance Ministers dan Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Februari 2022 lalu, pilar pajak itu telah disepakati dan akan dilaksanakan pada tahun 2023. Hal ini Suahasil tegaskan dalam webinar Global Tax Policy, yang diselenggarakan oleh Harvard Kennedy School – Irish Tax Institute, (20/5).

Apa saja tantangan penerapan pajak minimum global bagi Indonesia?

Suahasil mengungkapkan, salah satu tantangan bagi Indonesia saat ini, antara lain adanya sejumlah insentif pajak yang telah ditawarkan Indonesia kepada investor, seperti tax allowance, tax holiday, super tax deduction, pembebasan bea masuk impor barang modal atau bahan baku untuk investasi, dan bea masuk ditanggung pemerintah. Artinya, dengan adanya insentif pajak, konsensus pajak minimum global 15 persen tidak berdampak untuk investor maupun Indonesia.

Baca Juga  Nunggak Pajak, 120 Rekening Wajib Pajak Diblokir

Maka dari itu, diperlukan suatu transisi agar ­pelaksanaan Pilar 2, penerapan pajak minimum global bisa dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik,” tambah Suahasil.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *