in ,

INDEF: Target Penerimaan Perpajakan 2022 Tidak Realistis

Ia mencatat, ekspektasi pemerintah menetapkan target penerimaan pajak karena dipicu oleh proyeksi akan meningkatnya realisasi pajak penghasilan (PPh) sebesar 10,7 persen, baik dari objek badan usaha maupun individu. Bandingkan dengan target pertumbuhan penerimaan PPh tahun 2021, hanya dipatok 3,6 persen.

“Ini buah simalakama, pemerintah ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi, implikasinya ke perpajakan. Padahal untuk membiayai pertumbuhan ekonomi atau belanja-belanja tahun depan, pemerintah akan mengejar-mengejar pajak masyarakat—lebih agresif. Pemerintah harus juga mengukur secara jernih, apakah sektor-sektor perekonomian atau individu sudah betul-betul recovery tahun depan,” ungkapnya.

Kemudian, target pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipatok 10,1 persen. Abra menilai, pemerintah hingga saat ini belum mampu menjelaskan strategi yang akan digunakan untuk mencapai target itu. Sehingga menurutnya, target masih belum realistis.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

“Apakah memakai skenario dasar, artinya tidak ada penambahan objek pajak untuk PPN atau tahun depan itu sudah dimasukkan pula sumber-sumber penerimaan baru yang saat ini tengah dibahas di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Pemerintah belum menjelaskan,” tambahnya.

Di sisi lain, ia pun menyoroti masih tingginya belanja perpajakan. Pada tahun 2019 belanja perpajakan mencapai Rp 272,1 triliun dan di tahun 2020 sebesar Rp 234,9 triliun.

“Perlu juga diperhatikan, di tengah pemerintah menggenjot penerimaan, insentif melalui belanja perpajakan masih cukup tinggi,” kata Abra.

Ditulis oleh

Baca Juga  Perlu Kehati-hatian dalam Transaksi “Transfer Pricing” di Industri Logistik

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *