in ,

Edukasi Digitalissi Pajak Penting, Kesadaran Pajak Lebih Penting.

Edukasi Digitalisasi Pajak Penting, Kesadaran Pajak lebih Penting

Pengenaan pajak sesuai dengan era digitalisasi 4.0 sudah menjadi topik hangat di Indonesia, bahkan dunia. Pengenaan perpajakan melalui transaksi-transaksi di platform e-commerce sampai saat saat ini masih dikatakan sulit.

Mengapa? Sulitnya penerapan pajak di era digital ini tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan menjadi topik perbincangan di seluruh dunia. Tahun 2019, Kementerian Keuangan Indonesia mengikuti sidang tahunan G20 yang dilaksanakan di Jepang. Sidang tahunan yang dihadiri oleh sejumlah negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) ini ikut membahas tantangan pajak di era digitalBerdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenkeu, dari 260 juta populasi dan 100 juta pengguna internet di Indonesia, realisasi penerimaan perpajakannya masih belum tercermin.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo yang juga merupakan Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengingatkan terjadinya revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan bisnis yang mengandalkan teknologi digital telah mengakibatkan sistem perpajakan di banyak negara tidak lagi efektif menarik pendapatan dari aktivitas bisnis model baru tersebut. Misalnya, belum adanya sistem perpajakan yang seragam antarnegara dan beberapa masalah lainnya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan sistem perpajakan yang baru untuk mengatasi masalah-masalah perpajakan tersebut.

Hal ini disampaikan Wamenkeu pada acara International Tax Conference 2019 dengan tema “The Current Issues on International Taxation in the Digital Economy Era” di Grand Hyatt Hotel Ballroom, Jakarta, Selasa (17/09).

“Beberapa permasalahan kunci yang dihadapi sistem perpajakan (di banyak negara) karena adanya ekonomi digital yang berkembang pesat antara lain pertama, ekonomi telah berkembang berbasis teknologi digital lintas negara dan belum ada kesepakatan antarnegara terkait sistem perpajakan yang sesuai untuk menghadapi perubahan model bisnis ini,” jelas Wamenkeu mengawali pidatonya.

Apa saja yang menjadi Tantangan Pajak di Era Ekonomi Digital?

Proses digitalisasi perpajakan telah berjalan sejak 2007, ketika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis e-Filling, aplikasi berbasis web milik pemerintah. Dengan adanya teknologi tersebut, penerima pajak dapat melapor pajak mereka karena Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara online.

  • Tantangan pertama yang dapat diperhatikan adalah merumuskan regulasi yang feasible bagi sejumlah pemangku kepentingan. Hal ini berkaitan dengan sejumlah masalah terkait isu pajak dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, pemberlakuan PMK No.210 Tahun 2018, yang berupaya menciptakan keadilan antar platform e-commerce di Indonesia sempat memunculkan perdebatan.
  • Adanya PMK No.35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Badan Usaha Tetap (BUT), yang mewajibkan semua unit usaha asing di Indonesia wajib mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan NPWP tersebut, BUT akan menjadi subyek pajak, dengan yuridiksi yang tetap. Akan tetapi, peraturan tersebut pun kembali menuai polemik di kalangan pelaku usaha setelah dianggap tidak efektif karena masih merujuk kepada aturan perpajakan konvensional. Padahal, sejumlah model bisnis perusahaan digital yang beroperasi di lintas negara, tidak lagi mengenal yuridiksi wilayah.
  • Tantangan berikutnya adalah memaksimalkan pemanfaatan teknologi. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dalam era ekonomi digital, proses administratif pun sebaiknya harus dikembangkan secara terintegrasi dengan teknologi agar dapat meminimalisasi biaya, baik bagi wajib pajak maupun DJP. DJP pun dikabarkan telah menganggarkan Rp3,1 triliun untuk pembangunan sistem teknologi informasi. Anggaran tersebut kabarnya akan digunakan untuk membeli software sistem informasi perpajakan yang teruji dengan modifikasi, hingga konsultasi untuk membangun sistem tersebut.
  • Melihat berbagai masalah sistem perpajakan di daerah pun bisa menjadi titik lemah, karena masih banyak persoalan seperti kurangnya sistem data perpajakan, lemahnya pemetaaan potensi pajak, hingga masih maraknya praktek kecurangan dan kebocoran pajak yang masih berlangsung saat ini.

Edukasi Perpajakan di Era Digital

Teknologi baru telah mengizinkan perusahaan untuk mendapatkan dan memberikan layanan kepada pengguna di luar negara asal mereka. Demikian halnya yang terjadi di Indonesia, di mana penyedia layanan digital asing memiliki kehadiran pasar yang kuat, dan beberapa dari mereka bahkan tanpa memiliki bangunan fisik di Indonesia. Pemerintah lokal secara umum berupaya untuk meregulasi perdagangan lintas batas ini dan mereka semakin ditantang dengan fakta bahwa barang dan jasa digital dibeli dari luar yurisdiksi negara di mana konsumen berdomisili. Tanpa bentuk usaha tetap di Indonesia, Dirjen Pajak sulit untuk menentukan dasar pemajakan bagi perusahaan asing ini – karena adanya mekanisme pajak internasional yang berbeda-beda – serta melaksanakan kepatuhan pajak yang tepat waktu dan akurat.

Ketika pandemi dimulai pada 2020 lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghadapi tugas berat untuk menutup biaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Indonesia yang mencapai hingga Rp579,8 triliun (US$ 42 miliar). Awalnya pemerintah telah menganggarkan Rp695 triliun, yang merupakan 40% dari total pengeluaran pemerintah pusat tahun 2020. Kemudian untuk 2021, Menteri Keuangan memberikan sinyal kepada media bahwa jumlah yang sama kemungkinan akan dibutuhkan lagi (Kontan, 2021) dan kondisi tersebut mengakibatkan defisit anggaran negara sebesar 5,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) (Kemenkeu, 2020b).

Mengingat rasio pajak terhadap PDB Indonesia berada beberapa persen di bawah negara tetangga seperti Malaysia, Singapura maupun Republik Rakyat Tiongkok, maka terdapat kesempatan untuk memperluas dasar perpajakan untuk meningkatkan pendapatan pajak negara. Dengan logika tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengenakan pajak pada produk tidak berwujud yang ditawarkan oleh penyedia layanan digital asing guna mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Alih- alih, Pentingnya Edukasi Perpajakan di Era Digital, Tingkat Kesadaran Pajak Sangat Mempengaruhi Pengenaan Pajak di Indonesia

 

Sampai saat ini dapat dilihat bahwa kepatuhan membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah. Sebagaimana disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga bahwa kepatuhan pajak masyarakat Indonesia dapat dilihat dari tingkat tax ratio yang masih 10,3%.

Kepatuhan masyarakat terhadap pajak sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakatnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pajak bagi warga negara Indonesia.

Pandangan bahwa membayar pajak merupakan wujud kecintaan kepada tanah air sebagaimana dianut oleh warga Jepang juga rasa tanggung jawab untuk berkontribusi mewujudkan kesejahteraan sebagaimana yang dianut warga Australia harus ditanamkan dalam diri warga negara Indonesia.

Kesimpulan

Di Era Ekonomi Digital, terlebih di masa Pandemi ini, Pengenaan pajak masih sangat sulit berjalan dan terealisasi dengan baik. Pentingnya Edukasi pada saat sekarang ini terkhusus transaksi di platform e-commerce merupakan media penunjang agar lebih mudah dan fleksibel terhadap Pengenaan Pajak. Tapi dibalik itu semua jauh lebih dibutuhkan kesadaran pajak untuk terciptanya pengenaan pajak yang baik. Sejalan dengan tujuan meningkatkan kesadaran pajak, maka keberadaan generasi muda yang akrab disapa generasi milineal menjadi sangat penting untuk mendukung tujuan tersebut. Sebagaimana data menunjukkan bahwa pada tahun 2045 Indonesia mengalami bonus demografi yaitu penduduk usia produktif mencapai angka mayoritas di Indonesia. Bonus demografi yang dipenuhi oleh generasi milenial ini harus dioptimalkan untuk mendukung budaya sadar pajak yang diharapkan dapat menciptakan wajib pajak yang patuh pajak. Faktanya, saat ini Indonesia tengah menerapkan kebijakan pengelolaan keuangan defisit. Artinya, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan yang didapatkan. Secara lebih sederhana, Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk menjalankan roda kehidupannya.

Maka dari itu, pemerintah terpaksa harus meminjam uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Melakukan pengelolaan utang dengan penuh hati-hati memang merupakan pilihan terbaik dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan sebuah negara, dalam rangka memperbaiki dan memajukan negara.

REFERENSI:

Pramudita,Adi (2021) : Pajak Digital : Potensi dan Tantangannya

Rafinska, Kezia (2019) : Pajak Di Era Digital, Serba serbi &Tanntangannya

Grade,Rebecca (2021) :Policy Brief I Digital Taxation in Indonesia

Irmawati, sophia (2016)  : Pengaruh Kesadaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib pajak

Mujayana,siti (2018), DDTC : Edukasi Pajak Melalui aplikasi Digital

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *