in ,

Bina Indocipta Andalan: PMK 80/2023 Simplifikasi Penerbitan SKP – STP

Bina Indocipta Andalan
FOTO: Aprilia Hariani

Bina Indocipta Andalan: PMK 80/2023 Simplifikasi Penerbitan SKP – STP

Pajak.com, Jakarta – PT Bina Indocipta Andalan memperkuat sinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menyelenggarakan webinar mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Direktur PT Bina Indocipta Andalan Jhon Eddy berpandangan, PMK ini telah mensimplifikasi aturan tentang penerbitan SKP dan STP. Karena sebelumnya penerbitan SKP dan STP untuk banyak jenis pajak tersebar di beberapa aturan.

“Latar belakang lahirnya PMK Nomor 80 Tahun 2023 ini untuk mensimplifikasi aturan, supaya tidak tumpang tindih (aturan). Kalau dulu, PBB (Pajak Bumi Bangunan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pajak karbon, bea meterai itu ada masing-masing (aturannya). Sekarang dijadikan satu di PMK Nomor 80 Tahun 2023, khususnya mengenai bagaimana penerbitan SKP dan STP,” jelas Jhon yang juga merupakan Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Praktisi Hukum Pajak Indonesia (P3HPI) sekaligus Dewan Penasehat Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi), dikutip Pajak.com, (30/11).

Ia mengingatkan bahwa PMK Nomor 80 Tahun 2023 telah berlaku mulai 24 Agustus 2023, sehingga Wajib Pajak perlu segera memahaminya secara komprehensif dan efektif.

Baca Juga  Perspektif Provisio Consulting tentang Efektivitas Penyelesaian Sengketa Pajak pada “Core Tax”

“Kami berterima kasih kepada para penyuluh DJP yang kompeten menjelaskan aturan terbaru ini. Diharapkan Wajib Pajak mengetahui bagaimana mekanisme lengkap dari penerbitan SKP atau STP—apakah sudah sesuai dengan PMK NOmor 80 Tahun 2023 atau belum. Lalu, apakah SKP atau STP itu diterbitkan untuk suatu masa pajak, tahun pajak, atau bagian tahun pajak, seperti PPN dan PPh mungkin berbeda. Ini perlu diperhatikan bersama,” tambah Jhon.

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso membuka penjelasan dengan menegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan SKP, meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; serta SKP PBB.

“Untuk mekanisme penerbitan SKPKBT, misalnya, bisa dilakukan setelah DJP atau KPP (Kantor Pelayanan Pajak) melakukan pemeriksaan ulang terhadap data baru, data yang semula belum terungkap, dan/atau keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri. Namun, itu dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang,” jelas Giyarso.

Sementara, untuk mekanisme penerbitan SKPN, DJP harus menerbitkannya setelah adanya tindakan pemeriksaan dalam hal jumlah kredit pajak, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Baca Juga  Kriteria Wajib Pajak yang Harus Membuat Dokumentasi Penerapan PKKU

Pada kesempatan yang sama, Fungsional Penyuluhan Pajak Ahli Muda DJP Bima Pradana menambahkan, STP berlaku untuk Pajak Penghasilan (PPh), PPN, Pajak Penjualan atas Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Karbon.

“STP diterbitkan DJP berdasarkan penelitian data administrasi perpajakan, pemeriksaan, dan pemeriksaan ulang,” jelas Bima.

Ia memberi contoh mekanisme penerbitan STP PPh. Berdasarkan PMK Nomor 80 Tahun 2023, SKP tersebut dapat diterbitkan apabila:

  • PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  • Hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  • Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif berupa denda dan/ atau bunga; pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak;
  • Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang PPN; dan/atau
  • Terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak—dalam hal diterbitkan keputusan, diterima putusan, ditemukan data atau informasi yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, atau terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan.
Baca Juga  DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak Kripto

“Nah, STP diterbitkan paling lama lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. STP diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. Adapun nota penghitungan dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil pemeriksaan, atau laporan hasil pemeriksaan ulang,” pungkas Bima.

Webinar yang dihadiri oleh ratusan peserta ini ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab.

Baca juga: 

PMK 79/2023 Atasi “Gap” Penetapan NJOP dan Penilaian Harta https://www.pajak.com/pajak/pmk-79-2023-atasi-gap-penetapan-njop-dan-penilaian-harta/.

 

Perbedaan Fundamental Pajak Natura Sebelum dan Sesudah PMK 66 https://www.pajak.com/pajak/perbedaan-fundamental-pajak-natura-sebelum-dan-sesudah-pmk-66/.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *