in ,

Mekanisme Penerbitan SKP dan STP Perlu Dipahami “Rigid”

Mekanisme Penerbitan SKP dan STP
FOTO: Aprilia Hariani

Mekanisme Penerbitan SKP dan STP Perlu Dipahami “Rigid”

Pajak.com, Jakarta – Halim Santoso & Associates dan Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (PERKOPPI) menggandeng Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menggelar webinar mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak. Kepala Bidang Riset dan Penelitian PERKOPPI Tax Center Richard Burton berpandangan, mekanisme penerbitan SKP dan STP perlu dipahami secara rigid karena berpotensi menimbulkan gugatan.

“PMK Nomor 80 Tahun 2023 ini berisi tata cara, yang berarti bicara mengenai hukum acara. Dengan demikian, hukum acara itu semua harus dipatuhi langkah demi langkahnya, harus diperhatikan secara rigid. Kalau ada yang dilanggar bisa menimbulkan satu tindakan hukum yang namanya gugatan. Kebetulan saya pernah melakukan gugatan dalam konteks perpajakan. Artinya, DJP wajib mematuhi hukum acara mengenai penerbitan SKP dan STP. Kalau tidak, maka berpotensi untuk digugat oleh Wajib Pajak,” jelas Richard dalam sambutannya, dikutip Pajak.com (15/11).

Bagaimana mekanisme penerbitan SKP?

Baca Juga  Masih Ada Waktu 2 Hari, Dirjen Pajak Imbau Jangan Terlambat Lapor SPT Badan

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso menyebutkan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP, meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); Surat Ketetapan Pajak Nihil; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; serta SKP  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

“Misalnya, untuk mekanisme penerbitan SKPKBT, bisa dilakukan setelah DJP atau KPP (Kantor Pelayanan Pajak) melakukan pemeriksaan ulang terhadap data baru, data yang semula belum terungkap, dan/ atau keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri. Namun, itu dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang,” jelas Giyarso.

Sementara, mekanisme penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil, yaitu setelah DJP melakukan tindakan pemeriksaan dalam hal jumlah kredit pajak, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Bagaimana mekanisme penerbitan STP?

Sementara, Fungsional Penyuluhan Pajak Ahli Muda DJP Bima Pradana menjelaskan, STP berlaku untuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Karbon. STP diterbitkan DJP berdasarkan penelitian data administrasi perpajakan, pemeriksaan, dan pemeriksaan ulang.

Baca Juga  Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

Ia memerinci, STP dapat diterbitkan apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif berupa denda dan/ atau bunga; pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak; pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang PPN; dan/atau terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak—dalam hal diterbitkan keputusan, diterima putusan, ditemukan data atau informasi, yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, atau terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan.

Baca Juga  DJP dan Singapura Bertukar Pengalaman Pengelolaan “Contact Center” Layanan Perpajakan 

“STP diterbitkan paling lama lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. STP diterbitkan berdasarkan nota penghitungan. Adapun nota penghitungan dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil pemeriksaan, atau laporan hasil pemeriksaan ulang,” pungkas Bima.

Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator sekaligus Ketua PERKOPPI Tax Center Arnold Susanto.

Baca juga: 

Tata Cara Penilaian Harta untuk Tujuan Perpajakan dalam PMK 79/2023 https://www.pajak.com/pajak/tata-cara-penilaian-harta-untuk-tujuan-perpajakan-dalam-pmk-79-2023/

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *