in ,

Ketentuan Umum Surat Tagihan Pajak (STP)

Ketentuan Umum Surat Tagihan Pajak (STP)
FOTO: IST

Ketentuan Umum Surat Tagihan Pajak (STP)

Membayar pajak adalah kewajiban yang melekat bagi seluruh Wajib Pajak. Bila telah dipenuhi persyaratan subjektif dan objektifnya, maka kewajiban ini tidak dapat dihindari, kecuali apabila mendapat keringanan atau kondisi tertentu. Kewajiban ini pun telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, baik ketentuan material maupun formalnya, serta berbagai konsekuensi yang dihadapi apabila kewajiban ini tidak ditunaikan. Meski telah diatur dengan jelas, masih didapati para pelanggar yang tidak melaksanakan ketentuan ini sebagaimana mestinya.

Dalam menghadapi Wajib Pajak yang tidak menunaikan kewajiban perpajakannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyiapkan berbagai senjata. Salah satunya adalah penerbitan produk hukum Surat Tagihan Pajak (STP). Lalu apa itu STP? Bagaimana ketentuan umum Surat Tagihan Pajak (STP)? Disebutkan pada pasal 1 UU KUP, STP adalah surat untuk melakukan tagihan atas pajak atau sanksi administrasi berupa denda/bunga. STP ini diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Dasar Penerbitan STP

Adapun hal-hal yang mendasari diterbitkannya STP diatur pada pasal 14 ayat (1) UU KUP, yakni:
1) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan ada yang tidak atau kurang dibayar;
2) Ada kekurangan pembayaran pajak yang diakibatkan oleh salah tulis dan/atau salah hitung (bukan alpa atau sengaja) berdasarkan hasil penelitian oleh fiskus;
3) Terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga, contohnya denda keterlambatan pelaporan SPT Tahunan;
4) Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak membuat faktur pajak ataupun terlambat dalam membuat faktur pajak;
5) PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana diatur pada pasal 13 ayat (5) dan (6) UU PPN. Pengecualian untuk PKP pedagang eceran, maka selain terkait dengan identitas pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan.
6) Adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak terkait dengan:
– Diterbitkannya keputusan, contohnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
– Diterima putusan, contohnya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
– Ditemukannya data atau informasi tertentu;
Yang ternyata menunjukkan bahwa imbalan bunga tersebut tidak seharusnya diberikan kepada Wajib Pajak.
7) Adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Rp 23,04 T per Maret 2024
Sanksi Administrasi dalam STP

Lalu bagaimana sanksinya? Untuk STP yang diterbitkan berdasarkan sebab nomor 1) dan 2), maka sanksi yang dikenakan adalah bunga dengan tarif yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang diterbitkan secara periodik di laman Kemenkeu.go.id. yang dihitung sejak saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai saat diterbitkannya STP. Bunga ini dikenakan paling lama 24 bulan dan bagian bulan dihitung penuh 1 bulan. Sedangkan untuk STP yang terbit berdasar sebab nomor 4) dan 5), sanksi yang dikenakan adalah denda sebesar 1 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP).

Untuk sebab lainnya, maka sanksi administrasi denda dan/atau bunga yang dikenakan disesuaikan dengan pasal yang mengatur ketentuan tersebut. Misalnya untuk STP atas denda keterlambatan pelaporan SPT, maka mengacu pada pasal 7 UU KUP tentang jatuh tempo penyampaian SPT beserta denda keterlambatan pelaporannya.

Baca Juga  Dokumen yang Wajib Dilampirkan dalam SPT Tahunan Badan
Jangka Waktu

STP yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak ini harus dilunasi, baik utang pajak maupun sanksi administrasi yang menyertainya sesuai nominal yang tercantum pada STP tersebut. Jangka waktu pelunasan STP adalah 1 bulan sejak penerbitan STP. Lalu apakah ada batas jangka waktu penerbitan STP? Jangka waktu penerbitan STP sesuai dengan daluwarsa penagihan pajak adalah paling lama 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Terdapat pengecualian batas jangka waktu penerbitan STP untuk beberapa kasus yakni:

– Untuk STP atas sanksi administrasi berupa bunga atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau SKPKB Tambahan (SKPKBT) serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak bertambah: Disesuaikan dengan daluwarsa penagihan produk hukum sebagaimana disebutkan diatas;
– Untuk STP atas sanksi administrasi berupa denda atas Surat Keputusan Keberatan yang dikabulkan sebagian atau ditolak: Dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan apabila Wajib Pajak tidak mengajukan banding;
– Untuk STP atas sanksi administrasi berupa denda atas Putusan Banding yang dikabulkan sebagian atau ditolak: Dihitung sejak tanggal penerbitan Putusan Banding diucapkan oleh hakim Pengadilan Pajak dalam sidang terbuka untuk umum.

Baca Juga  Pajak.com Sosialisasikan “Dari Sobat Pak Jaka”, Pandu Mahasiswa KOSTAF FIA UI Tuangkan Opini Lewat Tulisan

Produk hukum STP juga menjadi dasar dilakukannya penagihan pajak. Apabila masih dalam jangka waktu pelunasan STP, maka akan dilakukan penagihan pasif atau persuasif terhadap Wajib Pajak. Namun apabila telah lewat jatuh tempo pelunasan STP dan STP masih belum dilunasi, maka dilakukan penagihan aktif oleh jurusita pajak yang dimulai dari surat teguran hingga tindakan penyitaan dan lelang pajak atas aset Wajib Pajak. Untuk menghindari proses penagihan ini, maka penuhilah kewajiban perpajakan Anda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *