in ,

Tiga Strategi DJP Lampaui Target Penerimaan Pajak 2023

Tiga Strategi DJP Lampaui Target Penerimaan Pajak
FOTO: P2humas DJP

Tiga Strategi DJP Lampaui Target Penerimaan Pajak 2023

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah optimistis penerimaan pajak tahun 2023 akan mencapai sebesar Rp 1.818,2 triliun atau 105,8 persen melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang senilai Rp 1.718 triliun. Secara khusus kepada Pajak.comDirektur Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti akan menguraikan tiga strategi utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk lampaui target penerimaan di tahun 2023.

Pertama, DJP akan tetap menjaga momentum implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) beserta turunannya untuk memperkuat reformasi perpajakan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan sukarela, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan. Momentum implementasi yang dimaksud diantaranya melalui tindak lanjut pengawasan terhadap Wajib Pajak setelah Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), implementasi pajak natura, penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang paling lambat berlaku 1 Januari 2025.

“Menjaga momentum implementasi UU HPP merupakan salah satu kebijakan strategis DJP dalam rangka pengamanan penerimaan tahun 2023. Upaya menjaga momentum implementasi UU HPP, yakni melaksanakan seluruh amanah UU HPP dan memastikan seluruh aturan turunan UU HPP diterbitkan. DJP telah menerbitkan empat peraturan pemerintah yang diturunkan lagi dengan peraturan menteri keuangan. Untuk memastikan aturan dalam UU HPP berjalan optimal, DJP juga melakukan berbagai kegiatan mulai dari penyuluhan dan edukasi, pengawasan, hingga pemeriksaan dan penegakan hukum,” ujar Dwi, dikutip Pajak.com(17/7).

Baca Juga  Kurs Pajak 24 –30 April 2024

Kedua, optimalisasi pengawasan kegiatan bisnis berbasis digital. Dwi menegaskan, DJP selama ini sudah melakukan pengawasan pajak atas ekonomi digital, yakni konsistensi penunjukan pemungut PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Hingga 31 Mei 2023, penerimaan pajak digital telah terhimpun sebesar Rp 12,57 triliun. Kinerja ini merupakan akumulasi penerimaan dari tahun 2020 hingga akhir Mei 2023.

“Hal ini diharapkan selain meningkatkan penerimaan juga dapat memperkuat aspek keadilan level playing field,” tambah Dwi. 

Ketiga, upaya lain yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan melalui penyusunan daftar prioritas pengawasan dan prioritas pengawasan atas Wajib Pajak strategis dengan didukung peningkatan kualitas data Compliance Risk Management (CRM), pemetaan kemampuan membayar Wajib Pajak, harmonisasi dan konsolidasi proses bisnis seluruh unit DJP, serta validasi dan optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga.

“Sehubungan dengan hal itu, tahun 2023 DJP memiliki Komite Kepatuhan Wajib Pajak. Komite ini bertujuan untuk menentukan penanganan (treatment) yang tepat untuk masing-masing Wajib Pajak berdasarkan analisis karakteristik dan tingkat risiko kepatuhannya. Dengan pemberian perlakuan yang tepat untuk masing-masing Wajib Pajak, DJP dapat melakukan semua kegiatan pengumpulan penerimaan pajak dengan lebih efisien dan efektif,” jelas Dwi.

DJP memproyeksi, capaian penerimaan tahun 2023 pada masing-masing jenis pajak akan tetap tumbuh, meskipun diperkirakan akan mengalami moderasi dibandingkan dua tahun sebelumnya (2021-2022).

Baca Juga  Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengembalian Pajak dalam Rangka Impor

“Tercapainya penerimaan pajak selama dua tahun terakhir merupakan refleksi dari pemulihan ekonomi yang merata pada berbagai sektor di penjuru Indonesia. Selain dari pemulihan ekonomi, penerimaan pajak yang menggembirakan merupakan wujud dari kepatuhan Wajib Pajak. Di tahun 2023, kami optimistis penerimaan pajak juga akan tumbuh,” ujar Dwi.

Mengulas penerimaan pajak tahun 2022, ia mengungkapkan, hampir seluruh jenis pajak membukukan pertumbuhan yang menggembirakan. Penerimaan PPN dalam negeri sebagai kontributor terbesar terhadap penerimaan pajak, tumbuh 13,69 persen.

“Kinerja dari PPN dalam negeri pada periode ini merupakan andil dari peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ekspansif, penyesuaian tarif, dan perluasan basis pajak,” jelas Dwi.

Selaras dengan penerimaan PPN dalam negeri, Pajak Penghasilan (PPh) badan juga tumbuh kuat mencapai 71,72 persen. Selanjutnya, jenis pajak dengan kontribusi terbesar adalah PPN impor yang mencapai 41,37 persen.

“Kinerja dari PPN Impor yang tinggi merupakan dampak dari peningkatan aktivitas impor pada tahun 2022,” tambah Dwi.

Kemudian, jenis pajak yang merupakan hasil dari utilisasi tenaga kerja, yaitu PPh Pasal 21 tumbuh secara kumulatif pun tumbuh 16,34 persen. Jenis pajak ini berkontribusi 10,2 persen dari total penerimaan pajak keseluruhan.

“Sedangkan jenis pajak yang mendapatkan berkah dari PPS, yaitu PPh Final tumbuh mencapai 50,63 persen. Berikutnya, jenis pajak dengan kontribusi masing-masing di atas 4 persen, yaitu PPh Pasal 22 impor dan PPh Pasal 26,” ungkap Dwi.

Baca Juga  6 Metode Penetapan Nilai Pabean

Secara total, realisasi penerimaan pajak tahun 2022 mencapai Rp 1.716,8 triliun atau 115,6 persen dari target senilai Rp1.485 triliun. Kinerja penerimaan ini tumbuh 34,3 persen dari tahun sebelumnya sebesar 1.278,6 triliun.

Dengan demikian, DJP berpandangan, pertumbuhan penerimaan tahun lalu yang sudah sangat tinggi disertai berbagai tantangan penerimaan seperti penurunan harga komoditas dan ketidakpastian kondisi geopolitik global. Namun, prospek pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun 2023 diperkirakan akan tetap tumbuh.

“Namun, tidak setinggi tahun lalu atau mengalami moderasi. Oleh sebab itu, pemerintah akan berusaha melakukan berbagai upaya agar konsolidasi fiskal ke depan tetap stabil. Pajak memainkan peran di dua sisi mata uang. Ada fungsi penerimaan negara dan ada fungsi mengatur suatu kebijakan demi kepentingan nasional. Pajak berada di ujung mekanisme perekonomian. Apabila ekonomi baik, penerimaan pajak juga meningkat. Sebaliknya, jika ekonomi lemah, penerimaan pajak juga rendah. Untuk itu, DJP selalu melakukan evaluasi terhadap suatu sektor usaha berkaitan dengan perlunya pemberian treatment, misalnya fasilitas maupun insentif perpajakan,” tutup Dwi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *