“IMF (International Monetary Fund) sudah menurunkan pertumbuhan ekonomi tahun ini dari tadinya diproyeksikan 4,4 (persen) sekarang menjadi hanya 3,6 (persen). Saya sudah lihat beberapa laporan terakhir, bahkan sekarang proyeksinya lebih rendah dari 3,6, (persen) bisa sampai 3,4 (persen) bahkan 3,2 (persen),” urai Sri Mulyani.
Direktur Pelaksana Bank Dunia 2014—2016 ini kembali mengatakan, kontributor penurunan proyeksi ekonomi dunia berasal dari kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga komoditas, energi, dan pangan, serta dampak perang lainnya. Kemudian, AS juga mengalami inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang memengaruhi pelemahan pertumbuhan ekonomi negara itu.
Selain itu, ada pula kebijakan bernama Zero Covid Tolerance di Tiongkok yang memberlakukan lockdown ketat setiap ditemukan kasus COVID-19. Hal ini berpengaruh terhadap permintaan dan kegiatan manufaktur di Tiongkok. Kebijakan lockdown juga terjadi di kota-kota yang merupakan produsen dan mesin ekonomi terbesar, seperti Shanghai. Alhasil, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Tiongkok kontraktif 47 persen.
“Jadi ekonomi (global) ini tidak statis. Kita akan lihat kuartal (satu), kuartal depan terjadi apa. Perang yang kemarin diumumkan oleh Presiden Putin apakah akan berhenti atau tidak belum pasti juga. Ini semuanya menimbulkan ketidakpastian pada semester kedua tahun ini,” ungkap Sri Mulyani.
Dengan ketidakpastian global itu, ia mengajak sektor swasta untuk membantu pemulihan ekonomi nasional dengan melakukan investasi. Sebab investasi di Indonesia tidak bisa hanya tergantung dari APBN.
Comments