in ,

Defisit APBN 2022 Kembali Di Bawah 3 Persen

Defisit APBN 2022 Kembali Di Bawah 3 Persen
FOTO: Sekab RI

Defisit APBN 2022 Kembali Di Bawah 3 Persen

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 berhasil kembali mencapai di bawah angka 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yakni sebesar 2,38 persen. Capaian defisit ini lebih juga rendah dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 4,57 persen.

Seperti diketahui, ketetapan defisit APBN di bawah 3 persen terhadap PDB, telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, ketika pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia sekitar Maret 2020, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengizinkan defisit bisa melebihi 3 persen dari PDB. Kesepakatan ini dituangkan melalui UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan COVID-19. Alhasil, defisit APBN 2020 pun melebar menjadi 6,14 persen dari PDB.

Kendati demikian, UU Nomor 2 Tahun 2020 hanya memperbolehkan jangka waktu untuk merelaksasi batasan defisit di atas 3 persen paling lama sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. Artinya, besaran defisit APBN 2023 harus kembali normal menjadi paling tinggi 3 persen dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, defisit APBN 2022 sudah kembali di bawah 3 persen, yaitu sebesar Rp 464,3 triliun atau 2,38 persen dari PDB. Angka ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan APBN awal maupun Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022. Pada APBN awal, defisit dipatok Rp 868 triliun dan pada Perpres Nomor 98 Tahun 2022 defisit diproyeksikan sebesar Rp 840,2 triliun.

Baca Juga  Regulasi Pembawaan Uang Tunai Jumlah Besar ke Lintas Negara

“Defisit dan keseimbangan primer turun signifikan mendekati level sebelum pandemi disertai pembiayaan anggaran yang lebih efisien. Keseimbangan primer dalam APBN awal direncanakan Rp 462,2 triliun, kemudian diubah menjadi Rp 434,4 triliun. Namun, nyatanya, realisasinya hanya Rp 78 triliun. Itu drop atau turun sangat tajam 81,9 persen dari posisi keseimbangan primer tahun 2021 yang sebesar Rp 431,6 triliun. Kondisi ini juga jauh lebih baik pada saat kondisi awal, waktu pandemi memukul secara luar biasa ekonomi dan masyarakat kita tahun 2020 dengan defisit yang melebar sampai di atas 6 persen,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang diselenggarakan secara virtual, (3/1).

Kemenkeu mencatat, defisit sepanjang 2022 didorong oleh pendapatan negara yang positif, yaitu sebesar Rp 2.626 triliun atau 115,9 persen dari target yang tertuang dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Pertumbuhan pendapatan negara pun tercatat sebesar 30,6 persen, sejalan dengan pemulihan yang semakin kuat dan tingginya harga komoditas.

Komposisi pendapatan negara disumbang oleh realisasi penerimaan pajak yang mencapai senilai Rp 1.716,8 triliun. Pertumbuhan penerimaan pajak juga tercatat sebesar 34,3 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp 1.278 triliun.

Kontributor pendapatan negara selanjutnya adalah penerimaan bea dan cukai, yakni sebesar Rp 317,8 triliun atau 106,3 persen dari target dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Kinerja penerimaan bea dan cukai tumbuh 18 persen dari realisasi tahun 2021 yang senilai Rp 269 triliun.

Baca Juga  Pemerintah Kembali Beri Diskon Pajak Pembelian Kendaraan Listrik

Kemudian, kontributor pendapatan negara juga disokong dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan realisasi mencapai Rp 588,3 triliun atau tumbuh 28,3 persen dari tahun 2021 yang sebesar Rp 458,5 triliun.

“Jadi, kinerja pendapatan negara, (dari) pajak, bea cukai, dan PNBP sungguh luar biasa dua tahun berturut-turut. Pada saat ekonomi pulih, kita juga memulihkan seluruh penerimaan negara. Ini kita gunakan untuk melindungi rakyat dan ekonomi,” kata Sri Mulyani.

Dari sisi pembiayaan juga mengisahkan cerita positif. APBN 2022 mendesain pembiayaan anggaran mencapai Rp 868 triliun, namun berhasil diturunkan hingga Rp 583 triliun, jauh lebih rendah dari realisasi tahun 2021 Rp 871,7 triliun.

“Itu berarti penurunan konsisten dua tahun berturut-turut. Ini cerita dari APBN 2022 yang selama tiga tahun ini adalah menjadi instrumen yang sungguh sangat diandalkan masyarakat, pemerintah, dan perekonomian untuk bisa terus bekerja di dalam mengawal pemulihan,” ujar Sri Mulyani.

Sementara itu, realisasi belanja negara sepanjang 2022 tercatat sebesar Rp 3.090,8 triliun atau 99,5 persen target dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022 yang ditetapkan sebesar Rp 3.106,4 triliun. Realisasi ini tumbuh 10,9 persen dari realisasi tahun 2021 yang senilai Rp 2.786,4 triliun. Realisasi belanja negara, diantaranya berupa belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 1.079,3 triliun atau 114,1 persen dari target; belanja non K/L sebesar Rp 1.195,2 triliun atau mencapai 88,2 persen dari target.

Baca Juga  KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Jelaskan Manfaat “Taxpayer Portal"

“Belanja negara melonjak juga dan kenaikannya, terutama terjadi pada belanja untuk perlindungan masyarakat dalam bentuk subsidi, kompensasi, dan berbagai bantuan-bantuan sosial. Ini kenapa APBN sebagai shock absorber. Subsidi dan kompensasi itu (realisasinya) mencapai Rp 551,2 triliun, bahkan lebih besar dari yang kami jelaskan waktu itu, bahwa subsidi dan kompensasi akan melonjak ke Rp 502,3 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Dengan demikian, menurutnya, APBN terbukti mampu merespons dengan cepat goncangan dan tantangan akibat pandemi yang mengancam nyawa, sosial, ekonomi, dan keuangan.

“Kita tetap mengawal pemulihan ekonomi dan pemulihan masyarakat tahun 2021 dan tahun 2022 dengan tanpa membahayakan APBN kita sendiri. APBN kita kembali secara cukup kuat dan kredibel untuk disehatkan kembali,” tambah Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *