in ,

Realisasi Pendapatan Negara Capai Rp 2.181,6 T

Realisasi Pendapatan Negara
FOTO: KLI Kemenkeu

Realisasi Pendapatan Negara Capai Rp 2.181,6 T

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pendapatan negara hingga akhir Oktober 2022 mencapai Rp 2.181,6 triliun. Adapun target pendapatan negara yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 adalah sebesar Rp 2.266,2 triliun. Kinerja pendapatan negara ini disumbang dari penerimaan pajak, bea dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Pendapatan negara kita Rp 2.181,6 triliun. Pertumbuhan penerimaan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebetulnya sudah mulai recovery. Pertumbuhan pendapatan negara melonjak (tumbuh) 44,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp 1.510,2 triliun,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA (Kinerja dan Fakta) yang dilakukan secara virtual, (25/11).

Ia memerinci, realisasi pendapatan negara, meliputi kompenen penerimaan perpajakan (pajak serta bea dan cukai) sebesar Rp 1.704,5 triliun atau meningkat 47 persen dari Rp 1.159,6 triliun pada Oktober 2021, kemudian realisasi PNBP senilai Rp 476,5 triliun atau meningkat 36,4 persen dari Rp 349,2 triliun pada periode sama di tahun lalu.

“Kalau dirinci lagi, penerimaan perpajakan, terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.448,2 triliun yang naik 51,8 persen dari periode sama tahun lalu Rp 953,8 triliun serta bea dan cukai Rp 256,3 triliun yang naik 24,6 persen dari Rp 205,8 triliun,” jelas Sri Mulyani.

Baca Juga  Daftar Barang dan Jasa yang Mendapatkan Fasilitas Bebas PPN

Ia pun mengelaborasi, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.448,2 triliun, diantaranya ditopang dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas (minyak dan gas) Rp 784,4 triliun atau 104,7 persen dari target; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 569,7 triliun atau 89,2 persen dari target; Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 26 triliun atau 80,6 persen dari target; PPh migas Rp 67,9 triliun atau 105,1 persen dari target.

“Kinerja penerimaan pajak dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021, serta implementasi Undang-Undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan),” ujar Sri Mulyani.

Sementara, untuk penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 256,3 triliun, didorong oleh kinerja bea masuk yang tumbuh 32,12 persen. Penerimaan bea masuk yang positif dipengaruhi oleh harga komoditas, terutama gas yang masih tinggi. Sedangkan, kinerja dari cukai tumbuh 19,45 persen, utamanya ditopang oleh penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) karena didorong efek kenaikan tarif tertimbang sebesar 10,9 persen. Sementara, kinerja bea keluar yang tumbuh 44,85 persen didorong oleh ekspor produk kelapa sawit.

Baca Juga  4 Sektor Dominan Penyumbang Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jakut Sebesar Rp 8,35 T

“Perubahan tarif (bea keluar) pada Juni dan flush out, serta adanya peningkatan volume ekspor komoditas tembaga memengaruhi kinerja bea keluar,” tambah Sri Mulyani.

Kontributor selanjutnya adalah penerimaan PNBP sebesar Rp 476,5 triliun. Kompenen yang telah mencapai 98,9 persen dari target tahun 2022 ini ditopang oleh realisasi penerimaan PNBP sumber daya alam (SDA) migas senilai Rp 117,2 triliun, SDA nonmigas Rp 86,1 triliun, kekayaan negara dipisahkan (KND) Rp 40,6 triliun, badan layanan umum (BLU) Rp 71,1 triliun, dan PNBP lainnya Rp 161,5 triliun.

Dari sisi belanja negara, Kemenkeu mencatat telah terserap sebesar Rp 2.351,1 triliun hingga akhir Oktober 2022. Realisasi belanja negara tumbuh 14,2 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, khususnya untuk belanja pemerintah pusat Rp 1.671,9 triliun (tumbuh 18 persen) dan transfer ke daerah Rp 679,2 triliun (meningkat 5,7 persen).

Baca Juga  Mekanisme Pengajuan Izin Kuasa Hukum Kepabeanan dan Cukai

Dengan pendapatan negara sebesar Rp 2.181,6 triliun dan belanja negara Rp 2.351,1 triliun, maka defisit negara hingga akhir Oktober 2022 tercatat sebesar Rp 169,5 triliun atau 0,91 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Namun, realisasi defisit ini masih jauh dari target sebesar Rp 840,2 triliun atau 4,5 persen PDB pada akhir tahun ini. Dengan realisasi defisit kas negara, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 439,9 triliun atau turun 27,7 persen dan keseimbangan primer surplus Rp 146,4 triliun. Turunnya pembiayaan anggaran ini menggambarkan adanya pembalikan ke arah APBN yang lebih baik,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *