in ,

Firman Muttaqien, Jembatan Damai Sengketa Pajak

firman muttaqien
Foto: Tiga Dimensi

Firman Muttaqien, Jembatan Damai Sengketa Pajak

Pajak.com, Jakarta – Lebih dari satu dasawarsa, Tax Litigation and Dispute Manager TaxPrime Firman Muttaqien berkecimpung di dunia perpajakan. Jabatan demi jabatan di divisi perpajakan telah ia emban, baik pada korporasi besar hingga kini di kantor konsultan pajak ternama. Dengan cakrawala pengalaman dan pengetahuan perpajakan yang kapabel, Firman ingin lebih berperan sebagai konsultan pajak yang mampu menjembatani kepatuhan dan pendamai sengketa.

“Secara teknis, peran konsultan pajak adalah membantu Wajib Pajak memenuhi hak dan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan aturan hukum, memitigasi risiko pajak untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan dan administrasi. Namun, jika boleh mengambil kalimat Pak Fajar, salah satu pendiri TaxPrime yang saya pedomani, maka konsultan pajak berperan sebagai jembatan kepatuhan dan pendamai sengketa. Hal ini agar Wajib Pajak dapat meminimalisir sengketa atau masalah perpajakan yang sama di kemudian hari. Disinilah fungsi advisory muncul, dimana lebih daripada sekadar fungsi konsultan pajak. Inilah salah satu nilai lebih yang mau di tekankan oleh TaxPrime,” ungkap Firman kepada Pajak.com, di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan(26/5).

Bagi Firman, kompleksitas peran profesi konsultan pajak maupun ilmu perpajakan sangat menarik. Sejak masih berkuliah di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI), Firman menyadari bahwa ilmu pajak merupakan disiplin ilmu yang multidimensi karena terkait dengan lima bidang studi sekaligus, politik, sosial, hukum, akuntansi, dan kebijakan makro.

Pertama, ilmu politik karena kebijakan perpajakan selalu terkait dengan kepentingan. Kedua, ilmu sosial, lantaran pajak mempunyai relevansi dengan sosiologi karena berefek pada kehidupan masyarakat. Ketiga, ilmu hukum, karena pajak terkait dengan aturan dan kepastian hukum. Keempat, ilmu akuntansi, sebab menyangkut dengan laporan keuangan perusahaan. Kelima, ekonomi makro, lantaran kebijakan perpajakan merupakan bagian dari kebijakan ekonomi makro. Sehingga, sejak di kampus, saya belajar pemahaman tentang sistem perpajakan ternyata dapat membantu individu, bisnis, dan pemerintah untuk membuat keputusan yang lebih baik dan strategis dalam hal keuangan dan investasi. Selain itu, sistem perpajakan juga dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Firman.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Pemahaman tersebut membawanya pada perpajalanan karier yang konsisten di bidang perpajakan. Usai lulus kuliah (2007), Firman mulai meniti karier di perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Austria yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Di sana, ia mulai memahami praktik terkait pajak internasional, termasuk sengketa transfer pricing. 

Sekitar empat tahun kemudian, Firman melanjutkan petualangan kariernya di perusahaan PMA sektor kelapa sawit Singapura yang mempunyai holding dari Sri Lanka. Perusahaan ini membuatnya banyak belajar mengenai skema pajak dalam grup dan bisnis perusahaan multinasional.

“Kemudian, di tahun 2012, kita tahu bahwa pemeriksaan komoditas, seperti sawit sedang gencar-gencarnya, oleh karena itu, saya memutuskan untuk mencari (perusahaan) grup kelapa sawit lokal yang lebih besar lagi, yang memiliki divisi upstream dan downstream. Benar saja, di sana saya belajar banyak terkait dengan tax dispute. Karena memang di sana semua tax dispute dari pemeriksaan hingga PK (peninjauan kembali). Semua itu di-handle oleh tim pajak internal. Dari sanalah awal saya mulai belajar bersidang di Pengadilan Pajak,” kenang Firman.

Pada tahun 2015, Firman memutuskan untuk berkarier menjadi konsultan pajak. Ia belajar bagaimana menjadi konsultan pajak yang profesional sekaligus memiliki attitude dan knowledge yang kredibel.

“Saya belajar bagaimana harus bekerja dengan tim sekaligus lead tim saat (menangani) klien, berkomunikasi dengan klien, pemeriksa, peneliti dan ekternal lainnya, serta belajar strategi dalam bersidang,” kenangnya.

Kemudian, di awal tahun 2018, Firman memutuskan menerima tawaran dari perusahaan PMA kontraktor minyak dan gas (migas) sebagai Tax Superintendant. Ia mengatakan, tawaran ini menarik baginya karena sudah lama ia ingin mempelajari skema perpajakan khusus pada perusahaan migas.

“Namun, ternyata passion saya bukan (bekerja) di perusahaan, karena di sana saya merasa pekerjaannya lebih menjadi administrasi, mengirimkan laporan, dan sebagainya, sehingga justru pekerjaan di bidang perpajakan mulai tergerus,” tambah Firman.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Hingga di akhir tahun 2018, ia pun kembali memutuskan berkarier sebagai konsultan pajak dan memilih TaxPrime sebagai pelabuhannya. Ia menilai, TaxPrime merupakan kantor konsultan pajak yang seirama dengan visi dan misinya, yaitu bekerja secara profesional, terus belajar, sekaligus memperkuat relasi dengan ekosistem bisnis dan perpajakan.

“Di TaxPrime saya memulai petualangan saya yang lain, lebih memahami bagaimana sudut pandang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melihat suatu aturan ataupun membedah fakta. TaxPrime memberikan kesempatan bagi saya untuk mempelajari bagaimana berkomunikasi dengan DJP serta sudut pandang mereka, sehingga lebih mudah untuk membuka jalan damai atas sengketa pajak,” ungkap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta ini.

Menurutnya, menjadi konsultan pajak membuat pengetahuan dan wawasannya lebih berkembang. Firman terpapar beragam pemahaman peraturan perpajakan sekaligus isu sengketa rupa-rupa industri. Sebab konsultan pajak harus memahami proses bisnis klien. Artinya, hal itu menuntut Firman untuk terus menggali dan mempelajari nature usaha klien dengan cepat dan tepat.

“Sehingga kita tau kira-kira impact dan risiko pajaknya apa saja. Secara tidak langsung ini mengembangkan pengetahuan dan wawasan yang luas tentang perpajakan. Konsultan pajak akan selalu update peraturan dan pemahaman sengketa industri, ini sangat penting jika kita memberikan advice dan rekomendasi ataupun membuat mitigasi risiko kepada klien agar lebih komprehensif,” tambah Firman.

Hal yang menarik lainnya bagi Firman, yakni konsultan pajak dituntut memiliki keterampilan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah. Firman menikmati profesinya ini karena membuatnya mempunyai banyak jaringanbaik dari klien, mitra bisnis, DJP, hakim, maupun profesional bidang perpajakan lainnya.

“Seorang konsultan pajak perlu memiliki keterampilan komunikasi dan pemecahan masalah yang baik. karena kita terbiasa memecahkan masalah dengan deadline yang singkat. Kita juga harus mampu menempatkan diri secara profesional kepada klien, DJP, ataupun hakim di Pengadilan Pajak,” kata Firman.

Selain itu, puncak kebanggan sebagai seorang konsultan pajak adalah dapat membantu Wajib Pajak mendapatkan haknya. Firman berkisah, pengalaman paling mengesankan adalah pada saat ia dan tim memenangkan kasus salah satu klien.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

“Klien itu sudah dilikuidasi dan tidak memiliki cashflow yang cukup lagi. Namun, ketika mereka akan melakukan penutupan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), mereka diperiksa pajak dan justru dikenakan koreksi yang sangat besar sampai puluhan miliar rupiah. Awalnya, mereka coba ajukan keberatan, namun secara formal keberatan mereka di tolak. Untunglah gugatan mereka engagement dengan kita, syukur hasilnya memuaskan, walaupun harus menunggu putusan sampai dengan hampir 2 tahun,” ungkap Firman.

Ia mengatakan, perjuangan Wajib Pajak menunggu putusan itu pun tidak mudah. Bahkan, seringkali Wajib Pajak pasrah karena petugas pajak tetap melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Melihat klien bersyukur karena dimenangkan kasusnya, merupakan kehormatan bagi saya pribadi karena sudah membantu mereka dalam mencari keadilan,” ujar Firman.

Tugas dan tanggung jawabnya sebagai konsultan pajak pun terinternalisasi dalam kehidupan Firman sehari-hari. Ia memegang teguh kejujuran dalam berbicara dan bertindak, disiplin untuk memastikan kinerja yang konsisten dan efektif, memiliki integritas berarti berkomitmen untuk menjaga standar etika dan moral yang tinggi, dan kerendahan hati menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.

“Memiliki kerendahan hati berarti menghargai pandangan orang lain dan berusaha untuk belajar dari mereka. Dalam bekerja dan menjalani kehidupan, kita juga dituntut untuk kreatif, mampu berpikir di luar kotak, dan menemukan solusi inovatif untuk masalah yang dihadapi,” ujar Firman.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *