in ,

Fathiya Fadila: Penyuka Matematika, Pemecah Problematika Wajib Pajak

Fathiya Fadila
FOTO: Taxprime

Fathiya Fadila: Penyuka Matematika, Pemecah Problematika Wajib Pajak

Pajak.com, Jakarta – Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime Fathiya Fadila begitu menyukai mata pelajaran Matematika. Menurutnya, Matematika mampu membentuk bentang logika yang menciptakan analisis konstruktif dalam memecahkan problematika, termasuk ketika menjadi problem solver bagi Wajib Pajak

“Matematika itu problem solving. Di saat orang agak menjauh dari pelajaran ini saya malah menganggap Matematika sebagai sesuatu yang logis, tidak menerka-nerka dengan perspektif emosi. Ketika menjadi konsultan pajak, kekuatan berpikir logis dan memiliki analisis yang kuat sangat penting dan dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah perpajakan. Tentunya kita juga didasari dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,” ungkap Fathiya Fadila kepada Pajak.com, di Ruang Rapat Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta Selatan, (27/2).

Kecintaannya pada Matematika juga memantiknya untuk memilih mendalami mata pelajaran Akuntansi saat menempuh pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Ia meyakini dua bidang studi itu mampu menumbuhkan ketangkasan, kecermatan, dan responsibilitas dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan.

“Karena Matematika itu cara mainnya logis, saya pun beranggapan kalau Akuntansi juga sama. Misalnya, kalau dalam jurnal tidak seimbang atau asetnya tidak sesuai, berarti apa yang berkurang (tidak tercatat), kita analisis kembali. Itu yang saya suka, bermain logika, dan mengasah analisis. Maka, setelah lulus (SMA), saya melanjutkan studi perpajakan karena juga bermain logika, analisis, dan aturan. Makanya saya pernah menganjurkan tim (di TaxPrime) untuk main games Sodoku untuk mengasah nalar sehingga bisa menciptakan problem solving yang tepat,” ujar alumnus Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya ini.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Meski begitu, kepekaannya pun terasah melalui keikutsertaan Fathiya dalam sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) berbasis pendidikan anak. Bersama para aktivis lainnya, Fathiya memberikan dukungan moral kepada pelajar di desa-desa agar terus melanjutkan pendidikan sampai jenjang sarjana.

“Kepekaan terasah dari aktivitas di luar kampus, saya juga semakin yakin bahwa peran pajak itu harus dioptimalkan agar semua rakyat bisa mengakses pendidikan berkualitas, pajak adalah penggerak utama pembangunan bangsa. Memang, banyak juga dana (corporate social responsibility/CSR) dari perusahaan-perusahaan, tapi yang utama anggaran pendidikan harus dimaksimalkan dari penerimaan negara, termasuk pajak,” ungkapnya.

Kesadaran berkontribusi membangun bangsa termanifestasikan dengan profesinya saat ini sebagai konsultan pajak. Fathiya juga bersyukur TaxPrime memiliki prinsip yang seirama dengannya dalam menjaga integritas.

Secara simultan, TaxPrime turut menjaga komunikasi yang baik dengan otoritas perpajakan. Sebab Fathiya percaya, Wajib Pajak maupun otoritas perpajakan memiliki tujuan luhur yang sama, yaitu bersama menegakan peraturan, menciptakan keadilan, dan ingin berkontribusi untuk bangsa.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

“TaxPrime senantiasa berupaya menjadi problem solving bagi Wajib Pajak. Hal yang pasti kita berusaha memitigasi risiko perpajakan, kita berupaya bagaimana Wajib Pajak comply sesuai dengan aturan. Di sisi lain, kami memberikan banyak sekali saran kepada Wajib Pajak untuk memperoleh hak dan fasilitas perpajakan, memberikan layanan prima dan maksimal kepada Wajib Pajak,” ungkap Fathiya.

Salah satunya, memberikan edukasi kepada Wajib Pajak untuk memanfaatkan hak pengajuan pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa. Fasilitas yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) ini dapat diberikan apabila Wajib Pajak tidak bisa lagi melakukan pembetulan SPT, yaitu dalam proses pemeriksaan atau bukti permulaan. Inti dari proses pengungkapan ketidakbenaran adalah memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk mengungkapkan data yang sebenarnya.

“Tujuan dari pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian SPT adalah untuk memberikan kemudahan dan keringanan kepada Wajib Pajak yang ingin memperbaiki kesalahan mereka secara sukarela. Kalau membiarkan kesalahan dalam melaporkan SPT Tahunan dan tidak melakukan pengungkapan ketidakbenaran, maka Wajib Pajak tidak mempunyai hak lain. Wajib Pajak juga terhindar dari potensi pajak yang lebih besar. Mengingat tarif dalam keputusan menteri keuangan atas sanksi administrasi dalam proses pemeriksaan dan dalam proses pengungkapan ketidakbenaran pengisian lebih besar dalam proses pemeriksaan. Karena biasanya terdapat potensi pajak dari SPT Tahunan yang terlapor, artinya memiliki potensi pajak yang lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya. Belum lagi (potensi) soal ketidaksesuaian antara laporan Wajib Pajak dari sisi komersial dan fiskal,” pungkas Fathiya.

Baca Juga  Ahdianto, Teknik Kimia Jadi Bekal Diagnostik Atasi Sengketa Pajak dan Kepabeanan

Demi memaksimalkan perannya sebagai konsultan pajak, ia pun berencana untuk meneruskan pendidikannya di bidang keuangan. Fathiya ingin sudut pandang analisisnya semakin kaya, sehingga mampu menjadi problem solver yang kian kapabel bagi Wajib Pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *