Berdasarkan regulasi itu, besaran PPN aset kripto ditetapkan sebesar 1 persen dari tarif 11 persen jika transaksi melalui penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Sementara, ditetapkan sebesar 2 persen dari tarif PPN bila transaksi dilakukan bukan PMSE.
Selain itu, perdagangan aset kripto juga dikenakan PPh Pasal 22 yang dipungut kepada penjual, penyelenggara PMSE, serta penambang aset kripto dengan tarif 0,1 persen.
Tanggapan positif juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda. Ia mengatakan, Aspakrindo mengapresesiasi pemerintah karena telah berupaya membangun ekosistem aset kripto yang lebih baik. Hal ini menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia.
“Khususnya, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sangat koperatif dengan masukan dari asosiasi dan sejumlah pedagang aset kripto di Indonesia. Namun, besar harapan kami, DJP bisa kembali meninjau aturan PMK 68 Tahun 2022 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak tetap optimal dan menguntungkan semua pihak,” harap Manda.
Ia mengungkapkan, secara umum Aspakrindo telah menyampaikan kepada DJP, PMK Nomor 68 Tahun 2022 belum sepenuhnya menyentuh beragam jenis transaksi aset kripto, sehingga implementasi aturan masih membutuhkan waktu untuk pengembangan Application Programming Interface (API) dan sosialisasi.
Comments