in ,

Ini Perbedaan Penerapan Pajak Kripto di Indonesia dan AS

Perbedaan Penerapan Pajak Kripto di Indonesia dan AS
FOTO: IST

Ini Perbedaan Penerapan Pajak Kripto di Indonesia dan AS

Pajak.comJakarta – Aset kripto, seperti Bitcoin, Ethereum, dan lain-lain, telah menjadi fenomena global yang menarik perhatian banyak orang, termasuk otoritas pajak. Namun, tidak ada standar internasional yang mengatur bagaimana aset kripto harus diperlakukan dalam hal perpajakan. Oleh karena itu, setiap negara memiliki kebijakan dan aturan yang berbeda-beda mengenai Pajak Kripto. Lalu, bagaimana perbedaan penerapan Pajak Kripto di Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) sebagai dua negara yang memiliki pasar aset kripto yang cukup besar dan dinamis? Berikut Pajak.com sajikan untuk Anda.

Definisi

Di Indonesia, kripto bukanlah alat pembayaran yang sah, tetapi diakui sebagai komoditas melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Artinya, kripto di Indonesia hanya berlaku sebagai aset investasi. Sehingga, aset kripto dianggap sebagai komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi.

Sementara di AS, aset kripto diperlakukan sebagai properti atau aset yang tunduk pada aturan keuntungan dan kerugian modal, mirip dengan saham. Ketika Wajib Pajak membeli mata uang kripto atau saham, harga pembelian asli aset menjadi dasar biayanya. Ketika aset tersebut dijual, Wajib Pajak dikenakan pajak berdasarkan perbedaan antara dasar biaya dan harga jual.

Pendapatan dan keuntungan modal (capital gain) dari mata uang kripto dikenakan pajak, sementara kerugian (capital loss) mata uang kripto bisa mendapat pengurangan pajak.

Klasifikasi

Di Indonesia, aset kripto dibagi menjadi dua jenis, yaitu aset kripto yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran (payment token) dan aset kripto yang tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran (utility token atau asset token). Aset kripto di AS dibagi menjadi tiga jenis, yaitu cryptocurrency (seperti Bitcoin atau Ethereum), token keamanan (seperti saham atau obligasi digital), dan token utilitas (seperti token yang memberikan akses ke layanan atau produk tertentu).

Tentu saja, klasifikasi ini juga berpengaruh pada bagaimana aset kripto diperdagangkan dan diatur di kedua negara.

Tarif pajak

Indonesia sudah menetapkan perlakukan aset kripto dan ketentuan pemajakannya pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sementara besaran Pajak Kripto secara lebih rinci diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Berdasarkan aturan tersebut, aset kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Secara detail, Pasal 2 PMK 69/2022 menyebutkan bahwa PPN aset kripto dikenakan atas penyerahan:

1. Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto;

2. Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik; dan/atau

3. Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto.

Dalam aturan Pajak Kripto Indonesia ini disebutkan bahwa tarif PPN berbeda-beda untuk masing-masing penyerahan BKP dan JKP. Penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto yang terkena PPN meliputi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap), dan/atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.

Adapun tarif PPN terutang atas penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, adalah sebagai berikut:

– Sebesar 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto; atau

– Sebesar 2 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.

Sementara Pasal 19 PMK 69/2022 menyatakan bahwa PPh Kripto dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan aset kripto terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, atau penambang aset kripto.

Adapun PPN dan PPh dipungut oleh penyelenggara perdagangan aset kripto yang telah mendapatkan izin dari Bappebti. Transaksi aset kripto yang dilakukan di luar negeri juga dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan internasional.

Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

Sementara di AS, aset kripto dikenakan pajak capital gain atau loss sesuai dengan lama kepemilikan dan tingkat penghasilan. Keuntungan modal juga dikenakan pajak secara berbeda berdasarkan seberapa lama Wajib Pajak memegang aset sebelum menjualnya.

Pajak keuntungan modal jangka pendek berlaku untuk aset yang dipegang selama satu tahun atau kurang, sementara pajak keuntungan modal jangka panjang dinilai ketika Wajib Pajak menjual aset setelah memiliki lebih dari satu tahun.

Tarif keuntungan modal yang tepat tergantung pada beberapa faktor, tetapi keuntungan modal jangka panjang biasanya dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada keuntungan jangka pendek. Dan Wajib Pajak AS bisa saja tidak perlu membayar pajak keuntungan modal sama sekali, tergantung pada status pengajuan dan penghasilan kena pajaknya.

Dalam kebanyakan kasus, keuntungan dan kerugian modal berlaku untuk transaksi mata uang kripto. Namun, ada beberapa situasi ketika mata uang kripto dikenakan pajak sebagai penghasilan, yang tunduk pada tarif pajak marjinal hingga 37 persen tergantung pada tingkat penghasilan dan status pengajuan Wajib Pajak di Negeri Paman Sam tersebut.

Sederhananya, tarif pajak capital gain jangka pendek adalah sama dengan tarif pajak penghasilan biasa (hingga 37 persen untuk tahun pajak 2022), sedangkan tarif pajak capital gain jangka panjang adalah 0 persen, 15 persen, atau 20 persen.

Berikut adalah beberapa jenis transaksi mata uang kripto di AS yang diklasifikasikan untuk tujuan pajak:

Menjual mata uang kripto (keuntungan modal). Setiap kali Wajib Pajak AS menjual mata uang kripto, kenaikan atau penurunan nilai memiliki implikasi pajak. Jenis transaksi ini cenderung sederhana, terutama jika mereka tidak sering membeli dan menjual mata uang kripto, dan diklasifikasikan di bawah keuntungan modal.

Menukar satu mata uang kripto dengan yang lain (keuntungan modal). Penukaran mata uang kripto adalah ketika Wajib Pajak menukar satu mata uang kripto dengan yang lain tanpa menukar mata uang kriptonya dengan uang tunai. Misalnya, ketika Wajib Pajak AS menukar Bitcoin dengan Litecoin atau Ethereum dengan Bitcoin.

Menggunakan mata uang kripto untuk barang atau jasa dari keuntungan modal juga memiliki implikasi pajak yang sama dengan menjualnya. Contohnya, Wajib Pajak pergi ke Starbucks dan menghabiskan sebagian Bitcoin untuk membeli sesuatu, hal itu bisa menghasilkan keuntungan yang dikenakan pajak.

Baca Juga  Pajak Sepatu Impor Picu Somasi Ke Bea Cukai dan DHL

Wajib Pajak yang mendapatkan mata uang kripto juga dianggap sebagai penghasilan kena pajak berdasarkan nilai koin pada saat penerimaan. Ini termasuk mata uang kripto yang diperoleh dari kegiatan seperti penambangan mata uang kripto, pendapatan staking mata uang kripto, hasil pada akun mata uang kripto, atau mata uang kripto yang diperoleh sebagai gaji atau bonus.

Hitung dan lapor

Di Indonesia, Wajib Pajak perlu mengetahui nilai transaksi aset kripto yang mereka lakukan, baik dalam rupiah maupun dalam mata uang asing. Nilai transaksi aset kripto dalam mata uang asing harus dikonversi ke rupiah dengan menggunakan kurs pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Wajib Pajak juga perlu mengetahui tarif PPN dan PPh yang berlaku untuk transaksi aset kripto mereka, serta cara membayar dan melaporkan Pajak Kripto mereka kepada otoritas pajak.

Di AS, Wajib Pajak perlu mengetahui basis biaya, waktu kepemilikan, dan harga jual aset kripto yang mereka jual. Basis biaya adalah jumlah yang dibayarkan untuk membeli aset kripto, termasuk biaya atau komisi.

Selanjutnya waktu kepemilikan adalah lama Wajib Pajak memiliki aset kripto sebelum menjualnya, sementara harga jual adalah jumlah yang diterima dari menjual aset kripto, dikurangi biaya atau komisi. Wajib Pajak juga perlu mengetahui tarif pajak capital gain atau loss yang berlaku untuk transaksi aset kripto mereka, serta cara mengisi Formulir 8949 dan Jadwal D untuk melaporkan Pajak Kripto mereka kepada otoritas pajak AS, Internal Revenue Service (IRS).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *