in ,

Tak Salurkan Belanja Bansos BBM, DAU Pemda Ditunda

Tak Salurkan Belanja Bansos BBM
FOTO: KLI Kemenkeu

Tak Salurkan Belanja Bansos BBM, DAU Pemda Ditunda

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah daerah (pemda) wajib menganggarkan belanja sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial (bansos) Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemda yang tidak segera salurkan belanja bansos BBM akan mendapatkan sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU).

Ketetapan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022.

“Kebijakan ini sebagai bentuk sinergi kebijakan fiskal antara APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,” kata Sua dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), di Aula Sasana Bhakti Praja Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dituangkan dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (6/9).

Ia menjelaskan, besaran 2 persen DTU dihitung sebesar penyaluran DAU Oktober hingga Desember 2022 dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) kuartal-IV 2022.

Sekilas mengulas, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Sementara, DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah, namun berdasarkan angka persentase tertentu untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memerhatikan potensi daerah penghasil.

Baca Juga  57 Wajib Pajak Patuh dan Berkontribusi Besar Terima Penghargaan dari Kanwil DJP Jaksus

Pembagian DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin. Jenis DBH, diantaranya DBH pajak, meliputi Pajak Bumi Bangunan (PBB); Pajak Penghasilan (PPh); dan Cukai Hasil Tembakau (CHT).

“Bulan September ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan desain anggaran, desain program, dan ini bentuknya belanja wajib perlindungan sosial yang sifatnya adalah earmarking DTU yang berupa DAU dan DBH yang tidak ditentukan penggunaannya,” jelas Sua.

Ia menyebut, belanja wajib pada APBD itu harus digunakan untuk bansos BBM, utamanya untuk ojek (konvensional maupun on-line), usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta nelayan. Bansos BBM juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja serta memberikan subsidi transportasi umum yang tepat sasaran.

“Kita berharap dengan pemberian bansos yang tepat sasaran, maka inflasi atau harga-harga produk barang dan jasa tidak perlu naik terlalu cepat. Kalau diberikan kepada sektor transportasi, moga-moga peningkatan harga BBM tidak serta merta menjadi peningkatan dari ongkos transportasi di daerah-daerah. Transportasi umum dan sektor-sektor usaha kecil dan mikro bisa diberikan bantuan secara memadai, maka harga-harga barang dan jasa tidak perlu naik terlalu tinggi,” ujar Sua.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menuturkan, disamping dukungan anggaran 2 persen DTU, pemda juga bisa menggunakan dana reguler APBD berupa pos Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk kepentingan pengendalian inflasi daerah. Arahan ini sudah termaktub dalam Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500/4825/SJ 19 Agustus 2022.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

“Dana Desa maksimal 30 persen yang digunakan untuk Bansos bagi masyarakat yang terdampak inflasi. Terkait penggunaan Dana Desa ini juga sudah dilegalkan melalui Kepmendesa Nomor 97 Tahun 2022 tentang Pengendalian Inflasi dan Dampak Inflasi Daerah pada Tingkat Desa. Kegiatan yang bisa dilakukan, misalnya kegiatan swakelola, padat karya tunai desa, BLT (Bantuan Langsung Tunai), maupun transformasi BUMDes,” jelas Tito.

Ia menekankan, semua pihak harus bergotong royong melakukan langkah antisipatif dalam mengendalikan inflasi setelah harga BBM bersubsidi naik. Upaya pengendalian inflasi menjadi isu prioritas dan sinergi seperti saat penanganan pandemi COVID-19. Pemda juga perlu meningkatkan komunikasi publik serta mengaktifkan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan.

“Pemerintah tengah berupaya memberikan BBM subsidi  yang tepat sasaran ke masyarakat tidak mampu, melaksanakan gerakan penghematan energi, gerakan tanam dengan cepat panen, melaksanakan kerja sama antar daerah, intensifkan jaring pengaman sosial, serta BPS (Badan Pusat Statistik) dan BI (Bank Indonesia) provinsi selalu mengumumkan angka inflasi hingga kabupaten/kota untuk menjadi perhatian bersama,” ujar Tito.

Instruksi pemerintah pusat itu pun langsung diimplementasikan oleh beberapa pemda. Misalnya, di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Banten Rina Dewiyanti memastikan, sebesar 2 persen DTU telah dianggarkan untuk bansos BBM.

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

Adapun DTU berasal dari DAU dan dana bagi hasil pajak dengan jumlah sekitar Rp 16,4 miliar. Pemprov Banten berjanji penyaluran anggaran ini akan dilakukan secepatnya untuk memitigasi terjadinya inflasi akibat kenaikan BBM.

“Totalnya sekitar Rp 16,4 miliar lebih, penyalurannya secepatnya setelah proses administrasi dan verifikasi terpenuhi,” kata Rina.

Hal senada juga diungkapkan Sekda Pemerintah Kota (Pemkot) Depok Supian Suri. Ia menegaskan, TPID Kota Depok langsung melakukan rapat untuk merumuskan upaya-upaya yang akan dilakukan dalam pengendalian inflasi sesuai arahan mendagri, utamanya mengimplementasikan penggunaan 2 persen DTU dan BTT untuk bansos BBM.

“Inflasi Kota Depok saat ini berada di angka 4,59 persen, kami akan terus membahas bersama Forkopimda rumuskan upaya-upaya implementasi di lapangan. Kami siap menjalankan arahan pemerintah pusat untuk pengendalian inflasi,” kata Supian.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *