in ,

Sektor SDA Rawan Terhadap Praktik “Transfer Pricing”?

Sektor SDA Rawan Terhadap Praktik “Transfer Pricing”
FOTO: TaxPrime

Sektor SDA Rawan Terhadap Praktik “Transfer Pricing”?

Pajak.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, bahwa sektor sumber daya alam (SDA) paling rawan terhadap penghindaran pajak melalui skema praktik transfer pricing. Hal itu disebabkan karena rumitnya proses bisnis pada sektor primadona ini. Misalnya, pada pertambangan mineral dan batu bara (minerba), kerawanan praktik transfer pricing diprediksi karena komoditas batu bara sulit diidentifikasi. Benarkah demikian? Transfer Pricing and International Tax Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto dan Transfer Pricing Compliance and International Tax Manager TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu akan mengemukakan pandangannya.

“Kalau kita berpikir sektor SDA rawan (terjadi praktik transfer pricing), itu relatif. Secara umum, selama ada perusahaan multinasional, isu transfer pricing itu pasti akan terjadi. Namun, apakah mereka mau menggunakan transfer pricing ini sebagai tools untuk memindahkan laba? itu harus dianalisa case by case. Selama masih terdapat transaksi pihak afiliasi, tentu akan men-trigger praktik transfer pricing, pengalihan laba. Jadi, kalau mau lihat itu rawan atau tidak, semua transaksi yang dilakukan pada entitas afiliasi lain, tentunya akan memancing kecurigaan, salah satunya terkait penggunaan trader dalam supply chain, tetapi hal itu perlu dianalisis lebih mendalam,” ungkap Nopri kepada Pajak.comdi Kantor TaxPrime, Graha TTH, (22/8).

Baca Juga  Airlangga Dorong Bank Daerah Digitalisasi Opsen PKB dan BBNKB

Menurutnya, dugaan itu dapat saja terjadi karena trader beroperasi di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia. Namun Nopri menegaskan, bukan berarti tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia seluruhnya diartikan sebagai tax haven. 

“Kunci utama dalam pemeriksaan transfer pricing, kita harus melihat substansinya, yaitu apakah suatu entitas memiliki fungsi, aset, dan risiko (FAR) yaitu melakukan suatu fungsi, mempunyai aset, dan menanggung risiko. Selama suatu entitas di luar negeri memiliki substansi, baik dia sebagai trader maupun bukan, maka baru dianalisa apakah profit tersebut sepadan dengan FAR yang dilakukannya. Karena kalau kita bicara konteks perusahaan multinasional, sebagaimana kita ketahui bersama, kita harus sadar bahwa perusahaan multinasional pasti akan terdiri dari beberapa entitas yang melakukan fungsi masing-masing dan entitas tersebut tentunya harus diremunerasi. Tugas kita buat meyakinkan apakah income atau remunerasi kepada entitas afiliasi di luar negeri tersebut telah sejalan dengan FAR yang dilakukan,” jelas Nopri.

Kemudian, Nopri menggarisbawahi, praktik transfer pricing bisa saja terjadi karena Wajib Pajak memanfaatkan adanya perbedaan tarif pajak antar negara. Bahkan perbedaan tarif pajak di suatu negara pun bisa terjadi, misalnya perbedaan perlakuan tarif pajak sehubungan dengan pemberlakuan aturan tersendiri pada industri pertambangan sesuai pasal 31 d Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang diatur melalui peraturan pemerintah.

Baca Juga  Insentif Pajak UMKM 0,5 Persen yang Bakal Berakhir Dinilai Perlu Diperpanjang

Sementara, menurut Bayu, dugaan kerawanan sektor SDA terhadap praktik transfer pricing dapat dimaklumi. Sebab, sektor SDA khususnya pertambangan berkarakteristik vertikal grup yaitu dari hulu ke hilir dipegang oleh satu orang/perusahaan, sehingga terdapat hubungan istimewa. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan oleh karakteristik sektor pertambangan yang berada di remote area (daerah terpencil).

“Kalau kita berada di Jakarta, mendirikan suatu pabrik memang mahal, tetapi untuk listrik ada PLN (PT Perusahaan Listrik Negara). Seluruh infrastruktur penunjang produksi di Jakarta itu mumpuni, yaitu terdapat angkutan, jalan, dan pelabuhan. Namun, hal demikian tidak terjadi di daerah terpencil. Kalau kita ingin membangun tambang batu bara di daerah terpencil, listriknya tidak ada, kapalnya juga tidak ada. Karena itu, otomatis mereka memerlukan transaksi afiliasi untuk mendukung hal tersebut, karena tidak banyak perusahaan yang mau mengambil risiko di sana. Bahwa nature-nya banyak transaksi afiliasi yang dilakukan, bukan berarti rawan transfer pricing,” ungkap Bayu.

Maka tak heran, Organisation for Economic Co–operation and Development (OECD) tidak mengeluarkan metode khusus dalam penanganan praktik transfer pricing sektor SDA. Namun, Bayu menyebutkan, dalam Bab V OECD Transfer Pricing Guidelines, diberikan pedoman standar pelaporan dan pendokumentasian prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang diterapkan dalam transaksi afiliasi, yakni penerapan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (metode comparable uncontrolled price/CUP) dalam transaksi afiliasi produk komoditas. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengadopsi standar dokumentasi ini melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.03/2016.

Baca Juga  Bea Cukai Jatim II Beri Izin Kawasan Berikat untuk Perusahaan Mainan

“Harga acuan pasar komoditas merupakan harga yang digunakan oleh pihak independen sebagai acuan untuk menetapkan harga produk komoditas yang diperdagangkan. Dalam praktik transfer pricing, harga tersebut dapat mencerminkan kewajaran dari suatu harga jual produk komoditas,” jelas Bayu.

Nopri kembali memastikan, CUP itu menjadi metode yang diutamakan oleh TaxPrime dalam menangani kasus transfer pricing di sektor SDA atau komoditas. TaxPrime juga selalu memastikan untuk melakukan pengujian tersendiri untuk masing-masing transaksi afiliasi dan ketepatan penggunaan metodenya.

“Kita selalu mengutamakan penggunaan metode CUP ketika menangani kasus transfer pricing sektor komoditas. Memang terdapat sedikit kerumitan dalam proses pembuatan TP-doc (transfer pricing documentation) untuk sektor SDA, karena penggunaan metode CUP untuk pengujian transaksi komoditas mensyaratkan pengujian yang lebih detail. Berbeda dengan metode lain yang menitikberatkan pada pengujian level profit. Penggunaan metode CUP pada TP-doc membutuhkan penyajian terhadap seluruh invoice,” ungkap Nopri. 

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *