in ,

Sanksi Perusahaan yang Tidak Memotong PPh 21 Karyawan

Sanksi Perusahaan yang Tidak Memotong PPh 21 Karyawan
FOTO : IST

Sanksi Perusahaan yang Tidak Memotong PPh 21 Karyawan

Pajak.com, Jakarta – Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan setiap tahunnya oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang diterima dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan terhadap pemberi kerja. Proses pemotongan, penyetoran pajak tersebut dilakukan oleh perusahaan tempat Wajib Pajak bekerja. Dengan demikian ada sanksi perusahaan yang tidak memotong PPh 21 karyawan.

Seperti diketahui, PPh 21 karyawan dibayarkan setiap bulan ke kas negara oleh perusahaan. Perusahaan akan memotong PPh 21 langsung dari gaji karyawan. Ketentuan waktu batas penyetoran PPh 21 ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penyetoran dan Pembayaran Pajak. Dalam pasal 2 ayat (6) peraturan tersebut menyebutkan bahwa PPh 21 yang dipotong oleh pemotong dalam hal ini perusahaan harus disetor selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga  SPT Badan Wajib Melampirkan Laporan Keuangan yang Telah Diaudit?

Proses pemotongan PPh 21 ini pun cukup sederhana. PPh 21 yang telah dipotong oleh perusahaan di setiap masa pajak harus disetorkan melalui kantor pos atau bank yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Pajak. Kemudian, menurut Pasal 9 ayat (2a) UU 11/2020, tarif bunga per bulan akan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan regulasi yang mengatur mengenai konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan dalam hal pemotongan PPh 21. Terdapat dua jenis sanksi yang bisa dikenakan pada petugas berwenang yang lalai melaksanakan kewajibannya, yakni sanksi administratif dan sanksi pidana.

Pertama, sanksi administratif, dalam pasal 7 Ayat 1 UU KUP disebutkan, ada sanksi yang diberikan pada pihak pemotong atau pemungut ketika tidak menyampaikan SPT Masa yang dimaksud dalam batas waktu yang diberikan, yakni denda sebesar Rp 100.000.

Baca Juga  KPP Pratama Kosambi - Pemkab Tangerang Tindaklanjuti Data ILAP

Kemudian, menurut Pasal 9 Ayat 1 dan 2a UU KUP, keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak ke kas negara setelah batas waktu yang ditentukan akan dikenai denda bunga sebesar 2 persen per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo yang ditentukan. Selain itu, dalam Pasal 13 Ayat 1 UU KUP disebutkan, DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang ketika dalam jangka waktu lima tahun pajak yang terutang tidak dibayarkan.

Adapun dalam Pasal 13 Ayat 3 UU KUP disebutkan, sanksi administrasi bisa ditambah bila terjadi kurang bayar atau kurang setor oleh pemotong atau pemungut pajak. Sanksi administrasinya adalah sebesar 100 persen dari PPh 21 yang tidak atau kurang dipotong, dipungut, disetor. Atau dalam kasus lain, pajak sudah dipotong namun tidak disetorkan sesuai dengan jumlah yang dipotong.

Baca Juga  Tingkatkan Kesadaran Pajak, Kanwil DJP Jaksel II dan STIH IBLAM Resmikan “Tax Center” 

Kedua, sanksi pidana. Sanksi ini diterapkan mengacu pada Pasal 39 Ayat 1 UU KUP, yang mengatur mengenai kelalaian pemotong pajak dalam memberikan bukti potong atau bukti pungut. Pelanggaran ini bisa diancam dengan tuntutan kurungan minimal enam bulan dan maksimal enam tahun. Selain itu juga akan dikenakan denda sebesar minimal dua kali jumlah pajak terutang dan maksimal empat kali jumlah pajak terutang.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *