in ,

Petunjuk Pemotongan Tarif Efektif PPh 21 dalam PMK 168/2023

Petunjuk Pemotongan Tarif Efektif PPh 21
FOTO: IST

Petunjuk Pemotongan Tarif Efektif PPh 21 dalam PMK 168/2023

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menetapkan tarif efektif rata-rata (TER) untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai mulai 1 Januari 2024. Petunjuk pelaksanaan pemotongannya pun telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Apa saja petunjuk pemotongan tarif efektif PPh 21 dalam PMK terbaru itu? Pajak.com akan merangkumnya untuk Anda.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa PMK Nomor 168 Tahun 2023 menggantikan PMK Nomor 252 Tahun 2008 sekaligus sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang diundangkan pada 27 Desember 2023.

Berikut poin-poin isi PMK Nomor 168 Tahun 2023: 

1. Penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap 

  • Pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) PMK Nomor 168 Tahun 2023 disebutkan bahwa tarif efektif bulanan diterapkan untuk penghitungan PPh Pasal 21 per masa, sedangkan tarif Pasal 17 UU PPh digunakan untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk pensiunan. Ketentuan yang sama pun berlaku untuk pegawai yang berhenti di pertengahan tahun;
  • Tarif efektif bulanan digunakan untuk setiap masa pajak dan penghitungan ulang menggunakan tarif progresif dilakukan untuk masa pajak terakhir, yakni masa saat pegawai tersebut berhenti bekerja (resign); dan
  • Kewajiban pajak subjektif untuk pegawai tetap baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan. Kemudian, pajak dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
Baca Juga  Perhitungan Tarif Efektif Pajak Penghasilan untuk Pegawai 

2.  PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap:

  • PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap dengan penghasilan rata-rata harian sampai dengan Rp 2.500.000, dihitung menggunakan tarif efektif harian;
  • Apabila lebih dari Rp 2.500.000, PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan dengan 50 persen dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari; dan
  • Dalam hal pegawai tidak tetap menerima/memperoleh penghasilan secara bulanan, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan penghasilan bruto dalam masa pajak yang bersangkutan.

3. Penghitungan PPh Pasal 21 bukan pegawai:

  • PMK Nomor 168 Tahun 2023 tidak lagi membedakan antara bukan pegawai/tenaga ahli yang menerima penghasilan berkesinambungan dengan tidak berkesinambungan;
  • Kategori bukan pegawai adalah seperti tenaga ahli dan orang pribadi yang memberikan jasa. Maka, ada penegasan bahwa PPh Pasal 21 ini hanya dikenakan atas jasa;
  • Selain untuk jasa katering, penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak adalah jumlah penghasilan di luar pembelian material, pembayaran upah kepada pihak lain yang dikerjakan, atau pembayaran kepada pihak ketiga;
  • PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh;
  • Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah 50 persen dari penghasilan bruto; dan
  • Tarif pemotongan untuk tiap masa didasarkan pada jumlah penghasilan bruto yang diterima di masa tersebut, tidak lagi ditentukan berdasarkan penghasilan kumulatif dengan masa sebelumnya.
Baca Juga  Tarif Efektif Perhitungan Pajak untuk Pegawai Belaku Mulai 1 Januari

4. Zakat dapat menjadi pengurang dalam menghitung PPh Pasal 21:

  • PMK Nomor 168 Tahun 2023  menegaskan bahwa pemberi kerja dapat memperhitungkan zakat yang dibayarkan pegawai/pensiunan sebagai pengurang. Hal ini ini merupakan pengaturan baru karena sebelumnya komponen zakat hanya diperhitungkan sebagai pengurang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh; dan
  • Ketentuan tersebut turut berlaku untuk sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, sepanjang dibayarkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

5. Kelebihan pembayaran wajib dikembalikan kepada pegawai:

  • Perusahaan bisa memberikan kompensasi apabila terjadi kelebihan pemotongan. Pada Pasal 21 PMK Nomor 168 Tahun 2023, pemotong wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut kepada pegawai tetap dan pensiunan yang bersangkutan;
  • Pengembalian dilakukan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir; dan
  • Dari sisi pemberi kerja/pemotong, jika terdapat kelebihan penyetoran, pemberi kerja dapat melakukan kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dengan PPh Pasal 21/26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.


6. Pemotongan PPh Pasal 21 Lainnya: 

  • PPh Pasal 21 untuk dewan komisaris/pengawas yang menerima penghasilan secara tidak teratur, dihitung menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan penghasilan bruto dalam 1 masa pajak;
  • PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto. Jika yang menerima adalah pegawai tetap, penghasilan digabungkan dengan penghasilan lain dan dihitung sesuai dengan mekanisme untuk pegawai tetap;
  • PPh Pasal 21 bagi pegawai yang melakukan penarikan dana pensiun, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak; dan
  • PPh Pasal 21 untuk mantan pegawai, dihitung menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan bruto dalam satu masa pajak.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *