in ,

Pahami PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon dan Cara Hitungnya

PPh Pasal 21 atas Uang
FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Pak Andi baru saja menerima surat pemberitahuan dari perusahaan tempatnya bekerja selama 30 tahun. Isinya, ia ditawarkan untuk mengajukan pensiun dini karena perusahaan sedang melakukan efisiensi. Sebagai kompensasi, ia akan mendapatkan uang pesangon sebesar Rp 300 juta. Namun, ia tidak tahu bahwa uang tersebut tidak sepenuhnya miliknya. Ada potongan pajak yang harus ia bayar, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas uang pesangon. Apa itu PPh Pasal 21 atas uang pesangon? Bagaimana tarif dan cara menghitungnya? Pajak.com akan menjelaskannya

Apa itu PPh Pasal 21 atas uang pesangon?

Penghasilan atas uang pesangon merupakan termasuk objek yang dikenakan PPh Pasal 21. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 (PP 68/2009), PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,  sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU PPh. Adapun penghasilan yang dimaksud termasuk uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua.

Sementara yang dimaksud dengan uang pesangon yakni penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola dana pesangon tenaga kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja atau badan pengelola dana pesangon, dan disetorkan ke kas negara setiap bulan.

Pemerintah pun menyatakan PPh Pasal 21 atas uang pesangon dapat bersifat final atau tidak final, tergantung pada skema pembayaran uang pesangon yang diberikan kepada pegawai. Berikut rinciannya:

Baca Juga  Cara Ajukan Permohonan Pembetulan Surat Ketetapan/Keputusan Pajak

a. Pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final jika pembayaran uang pesangon dilakukan sekaligus atau bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender. Hal ini berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PP 68/2009 yang menyebutkan bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.

“Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender,” demikian bunyi beleid tersebut.  

b. Jika pembayaran uang pesangon bertahap melebihi 2 tahun kalender, maka pemotongan PPh Pasal 21 tidak bersifat final dan harus dilaporkan sebagai bagian dari penghasilan kena pajak tahunan. Artinya, jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, maka pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang, atau dibayarkan kepada pegawai pada masing-masing tahun kalender. Selain itu, jika penerima pesangon tidak memiliki NPWP, maka pemerintah akan mengenakan tarif lebih tinggi 20 persen.

Bagaimana tarif PPh Pasal 21 atas pesangon?

Berdasarkan PP 68/2009, tarif PPh Pasal 21 atas pesangon ditentukan dengan tarif progresif, yang berarti semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang harus dibayar. Tarif progresif ini berbeda dengan tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan kena pajak tahunan yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

Tarif progresif PPh Pasal 21 atas pesangon ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:

– Sebesar 0 persen atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.

– Sebesar 5 persen atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta.

– Sebesar 15 persen atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.

– Sebesar 25 persen atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.

Penghasilan bruto adalah jumlah uang pesangon sebelum dipotong pajak. Jika uang pesangon dibayarkan sekaligus, maka penghasilan bruto adalah jumlah uang pesangon tersebut. Jika uang pesangon dibayarkan secara bertahap, maka penghasilan bruto adalah jumlah uang pesangon yang dibayarkan dalam satu tahun kalender.

Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21 atas pesangon?

Untuk menghitung pajak yang terutang, Wajib Pajak harus menyesuaikan dengan skema pembayaran pesangon apakah dilakukan secara sekaligus atau bertahap hingga lebih dari dua tahun. Berikut ilustrasinya:

1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Pak Andi bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Maju Jaya selama 30 tahun. PT Maju Jaya telah mengikutkan program pensiun untuk seluruh pegawainya dengan membentuk Dana Pensiun PT Maju Jaya. Pada Bulan Januari 2021, Pak Andi menerima penawaran pensiun dini dengan kompensasi uang pesangon sebesar Rp 300 juta dari perusahaan tersebut.

Penghasilan bruto = Rp 300.000.000

PPh Pasal 21 terutang:

Baca Juga  Airlangga: Pemerintah Lanjutkan Pembahasan Kenaikan PPN 12 Persen

0% x Rp 50.000.000 = Rp 0

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000

Total PPh Pasal 21 yang dipotong = Rp 32.500.000

2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap.

PT Maju Jaya melakukan pembayaran uang pesangon kepada Pak Andi secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut:

a. Bulan Januari 2021 Rp 50.000.000

b. Bulan Januari 2022 Rp 125.000.000

c. Bulan Januari 2023 Rp 100.000.000

maka penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:

– Bulan Januari 2021:

0% x Rp 50.000.000 = Rp 0

– Bulan Januari 2022:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 75.000.000 = Rp 11.250.000

Total PPh Pasal 21 final pada Januari 2022: Rp 13.750.000

– Bulan Januari 2023:

Oleh karena pembayaran uang pesangon sudah memasuki tahun ketiga, maka tarif PPh Pasal 21 untuk uang pesangon yang dibayarkan pada Bulan Januari 2023 adalah tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dan tidak bersifat final.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2023:

5% x Rp 60.000.000 = Rp 3.000.000

15% x Rp 40.000.000 = Rp 6.00.000

Total PPh Pasal 21 non-final pada Januari 2023 = Rp 9.00.000

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *